Hematoma facial raksasa pada neurofibromatosis tipe 1

Abstrak

Neurofibromatosis tipe 1 (NF1) merupakan sebuah penyakit dominan autosomal bawaan. Hematoma merupakan komplikasi tidak lazim dari neurofibromatosis dan sangat jarang terjadi pada daerah maksillofacial. Disini disajikan sebuah kasus hematoma pada NF1 di wajah sebelah kiri. Gambaran MR hematoma akut pada NF1 dan gambaran radiografis rahang disajikan. Stenosis vena jugular ditemukan pada angiografi MR (MRA). Reseksi tumor secara bedah dan evakuasi bekuan darah dilakukan. Pemeriksaan histologi dan immunohistokimia menunjukkan bahwa sel-sel tumor neurofibroma menembus lapisan dinding dari pembuluh tanpa translasi menjadi ganas. MRI merupakan metode yang dipilih untuk menggambarkan hematoma pada neurofibromatosis. Perdarahan intratumor bisa terjadi karena infiltrasi pembuluh ke dalam lesi dan trauma kecil pada daerah yang terkena.

Kata kunci: neurofibromatosis tipe 1; hematoma; MRI; CT scan; radiografi panoramik.


Pendahuluan

Neurofibromatosis tipe 1 (NF1, penyakit von Recklinghausen) adalah sebuah penyakit dominan autosomal bawaan. Tipe 1 ini merupakan subtipe yang paling umum dari neurofibromatosis dengan prevalensi 1 diantara 2200 sampai 3000 kelahiran. Hematoma yang terjadi secara spontan atau setelah trauma kecil merupakan komplikasi neurofibromatosis yang jarang terjadi dan telah ditemukan pada kulit kepala, dada dan tungkai, tetapi sangat tidak lazim ditemukan pada daerah maksillofacial. Disini kami menyajikan sebuah kasus hematoma pada seorang pasien penderita NF1 dan memaparkan gambaran radiografi dan hasil pemeriksaan MRI nya.

Laporan kasus

Seorang pria Cina berusia 55 tahun datang ke unit rawat darurat dengan massa yang sedang tumbuh pesat pada daerah wajah kirinya. Pasien ini didiagnosa sebagai NF1 saat dia baru berusia 13 tahun. Dia mengalami trauma kecil pada pipi kirinya 3 hari sebelum dirujuk ke rumah sakit. Tidak ada gejala-gejala yang ditemukan pada saat tersebut; massa terbentuk secara tiba-tiba dalam waktu 5 menit di malam harinya. Pasien sesekali merasa pusing dan dyspnoea. Pemeriksaan fisik menunjukkan sebuah massa yang berukuran 12x6 cm pada daerah wajah bagian kiri, membentang mulai dari alis sampai ke daerah submandibula (Gbr. 1). Massa ini lunak dan tidak bisa dikompresi pada palpasi; tidak ada bunyi bising (bruit) maupun bunyi denyut (pulse) yang ditemukan. Pasien agak terkendala dalam membuka mulutnya (1,5 cm). Ditemukan warna kebiru-biruan dalam mukosa bukal. Neurofibroma kulit dan bintik-bintik cafe au lait ditemukan pada badannya.

-
Gbr 1. Foto klinis sebuah massa raksasa yang berbatas tegas pada sisi kiri wajah dan neurofibroma pada kulit kepala (tanda panah).

Radiograf panoramik menunjukkan sebuah gambar radiolusens dengan ukuran 5x5,1 cm pada sudut rahang bawah kiri dengan batas tegas yang tidak beraturan (Gbr. 2). Ditemukan dimensi-dimensi yang meningkat dan sedikit pergeseran notch koronoid ke arah kiri. Juga ditemukan pemanjangan dan penyempitan koronoid dan proses condylar.

-
Gbr 2. Radiograf panoramik menunjukkan sebuah gambar tembus radiasi pada sudut rahang bawah kiri dengan batas tidak beraturan (tanda panah putih). Peningkatan dimensi notch koronoid dan pemanjangan dan penyempitan proses condylar kiri juga ditemukan (tanda panah hitam).

Sudut rahang bawah kiri tembus radiasi dan mengalami deformasi. CT scan menunjukkan gambar homogen berkepadatan tinggi dengan ukuran 11,5x6,1x9,9 cm kecuali gambar rahang bawah kiri yang berkepadatan sedang dan memusat (Gambar 3). Nilai CT untuk lesi sentral dari massa ini adalah sekitar 80 unit Hounsfield (HU). Perubahan-perubahan berkista ditemukan di bagian posterior lesi.

-
Gbr 3. CT bidang aksial menunjukkan gambar padat heterogen berbatas tegas pada sisi terluar dari rahang bawah kiri. Perubahan-perubahan berkista  ditemukan pada bagian posterior dari lesi.

Untuk lebih mengamati massa ini, gambar-gambar MR diambil pada hari ketiga setelah massa terbentuk dengan menggunakan scanner MR 1,5 T. Gambar T1 (waktu echo (TE)=12,0 ms, waktu pengulangan (TR)=473 ms) dan gambar T2 ( TE=84,0 ms, TR=4000 ms) diambil pada bidang aksial, koronal dan sagital. Sebuah massa berbentuk ginjal tampak di tengah-tengah rahang-bawah kiri dan jaringan subkutaneous, mendekati permukaan pangkal tengkorak dan pangkal lidah. Kelenjar parotid kiri tergeser dan terhimpit dalam arah posterior. Gambar T1 menunjukkan bahwa area sentral dari massa ini tidak seragam dan memiliki intensitas warna yang sama relatif terhadap otot-otot yang memiliki intensitas sinyal tinggi dalam lesi (Gambar 4a).

-
Gbr 4. Gambar MR (a) gambar T1 aksial menunjukkan arah sentral dari lesi sebagai struktur dengan intensitas sama secara heterogen dengan intensitas sinyal tinggi yang memusat. Tumor dengan intensitas rendah sampai sedang (tanda panah hitam). (b) gambar T2 aksial menunjukkan area sentral dari massa sebagai struktur yang memiliki intensitas sinyal sedang heterogen (tanda panah putih) dan daerah sekitar lesi memiliki intensitas sinyal tinggi dan batas yang tidak jelas. Lesi-lesi berkista dengan intensitas sinyal yang tinggi diamati pada bagian posterior lesi (tanda panah hitam). (c) peningkatan homogen, utamanya pada daerah sekitar (tanda panah hitam) ketimbang bagian-bagian sentral dari lesi, ditemukan setelah pemberian medium kontras. (d) gambar T2 tertekan lemak menunjukkan hiperintensitas sinyal tanpa kehilangan sinyal yang berarti.

Bagian perifer dari lesi sedikit lebih intensif dibandingkan dengan area sentral dan dikelilingi oleh lapisan intensitas sinyal rendah diskontinyu dalam arah anterior dan internal (Gambar 4a). Perubahan berkista pada bagian posterior massa, yang relatif kurang padat pada gambar CT, menunjukkan hypointensitas pada gambar T1 MR (Gambar 4). Gambar T2 menunjukkan bahwa area sentral dari massa ini memiliki intensitas sinyal sedang yang heterogen dan daerah sekitar lesi memiliki intensitas sinyal yang tinggi dengan batas yang tidak jelas (Gambar 4b). Lesi-lesi berkista dengan hyperintensitas kuat yang mirip dengan lemak ditemukan pada bagian posterior lesi. Peningkatan intensitas bagian perifer dari lesi ini diamati pada gambar T1 MR (TE=12,0 ms, TR=493 ms) setelah injeksi Gd-DTPA, sedangkan sinyal dari bagian sentral tidak meningkat (Gambar 4c). Pada gambar T2 yang memiliki penekanan lemak (TE=84 ms, TR=3000 ms, FA = 90o), tidak ada kehilangan sinyal signifikan yang diamati. Tidak ada kelainan sistem saraf pusat yang diamati (Gambar 4d). Tidak ada dysplasia arteri terkait yang ditemukan pada angiografi MR (MRA) (Gambar 5a), sedangkan stenosis vena jugular interna ditemukan (Gambar 5b). Dari temuan-temuan ini, diagnosis yang diduga adalah hematoma akut pada neurofibromatosis.

-
Gambar 5. Gambar-gambar angiografi MR menunjukkan (a) angiografi arterial dan (b) stenosis vena jugular internal (tanda panah putih).

Modalitas pengobatan mencakup hemostasis dan reseksi bedah. Reseksi bedah neurofibroma dilakukan setelah penutupan cabang pembuluh arteri karotid eksternal dengan anestesi umum dan hipotensi yang terkontrol. Selama operasi, sebuah hematoma dengan sekitar 400 ml bekuan darah merah-pekat dikeluarkan dari tumor (Gambar 6).

-
Gbr 6. Hematoma dan bekuan darah dalam tumor selama operasi

Tidak ada kapsul hematoma yang berarti diamati selama operasi. Perubahan tumor menjadi berkista dengan cairan berwarna coklat tua ditemukan pada bagian posterior lesi. Neurofibroma, dengan ukuran 12x9x6 cm, direseksi sempurna. Total kehilangan darah intraoperatif adalah 1100 ml dan pasien ditranfusi dengan 600 ml sel darah. Tidak ada rekurensi yang ditemukan 24 bulan setelah bedah.

Pemeriksaan histologis selanjutnya menguatkan neurofibroma fleksiformis tanpa kondisi ganas. Perdarahan dalam tumor ditemukan (Gambar 7).

-
Gbr 7. Gambaran histologi menunjukkan perdarahan dalam neurofibroma (hematoksilin dan eosin, pembesaran pertama, 40x).

Secara immunohistokimia, reaktifitas terhadap protein S-100 menunjukkan bahwa sel-sel neurofibroma menembus lapisan dinding pembuluh (Gambar 8a). Reaktifitas untuk actin otot halus-α membuktikan kerusakan lapisan dinding dan berbagai pembuluh muskular kecil dalam sel-sel tumor (Gambar 8b).

-
Gbr 8. Gambaran immunohistokimia dari lesi, (a) sel-sel neurofibroma positif S-100 menembus pembuluh darah muskular bebas (tanda panah berarsir) (immunoperoksida, pembesaran awal 1,0x) (b) reaktifitas terhadap actin otot halus-α menunjukkan kerusakan lapisan dinding (tanda panah berarsir) (immunoperoksida, pembesaran awal 1,0x). Tanda panah hitam menunjukkan neurofibroma, tanda panah putih menunjukkan pembuluh darah berukuran sedang.

Pembahasan

MRI adalah metode pencitraan yang lebih dipilih untuk menggambarkan neurofibroma. Bagian perifer dari lesi pada kasus ini menunjukkan karakter-karakter MR dari neurofibroma, yaitu: intensitas sama yang homogen atau intensitas yang sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan otot pada gambar T1, peningkatan komponen padat dari tumor secara homogen dan intensitas tinggi yang heterogen pada gambar T2. Tumor-tumor cenderung meningkat intensitasnya pada gambar setelah pemberian kontras. Gambar-gambar MR dari neurofibromatosis dengan hematoma pada kepala dan leher jarang ditemukan. Gambar-gambar MR dari hematoma seperti ini berbeda-beda karena ukuran, oksigenasi dan lamanya bekuan. Dalam 24 jam setelah onset, hematoma biasanya terdapat dengan intensitas rendah pada gambar T1 dan intensitas tinggi pada gambar T2 karena hematoma tersusun atas darah segar dan deoksihemoglobin. Dalam 6 hari selanjutnya setelah onset hematoma akut, intensitas sinyal meningkat pada gambar T1 dan tetap lebih intensif pada gambar T2 karena pengumpulan deoksihemoglobin dan metaemoglobin. Pada kasus ini, metaemoglobin menunjukkan intensitas sinyal tinggi diantara intensitas sinyal sedang dari deoksihemoglobin pada gambar T1.

Hasil MRI untuk kasus ini sesuai dengan hematoma akut pada NF1. Kista dalam daerah posterior lesi pada gambar T2 menunjukkan nekrosis liquefaktif pada neurofibroma. Pada gambar T1 yang diberi kontras, peningkatan homogen diyakini sebagai akibat dari neurofibromatosis, sedangkan hematoma dan liquefaksi dalam neurofibromatosis tidak meningkat.

Untuk neurofibromatosis dengan massa yang tumbuh cepat, kemungkinan untuk bertransformasi menjadi tumor ganas harus dipertimbangkan. Risiko transformasi menjadi tumor ganas adalah sekitar 3-14 persen, dengan periode laten sekitar 10-20 tahun. Diagnosis keganasan dipersulit oleh fakta bahwa neurofibroma jinak sering tumbuh dan bisa nyeri, khususnya saat merespon terhadap trauma. MRI tidak dapat diandalkan dalam membedakan jaringan ganas dan jaringan jinak dalam sebuah nenurofibroma. Neurofibroma ganas dan jinak relatif sama dan sedang intensitas sinyalnya pada gambar T1, tetapi sering heterogen pada gambar T2 dan dikelilingi oleh intesitas sinyal tinggi. Pada kasus kali ini, gambar-gambar MR dari pembentukan hematoma dalam neurofibroma memudahkan kita untuk mengenali, meskipun transformasi neurofibroma menjadi ganas tidak bisa dipastikan dengan gambar MR. Temuan patologis membantu untuk memastikan tidak adanya risiko untuk transformasi ganas.

Sekitar 30-40% pasien NF1 mengalami perubahan osseous terkait. Pola malformasi rahang bisa disebabkan oleh invasi tumor atau kerusakan. Perubahan tulang terkait NF seperti dimensi yang meningkat dari notch koronoid kiri, condyle yang salah bentuk dan proses gonial, yang memperpendek ramus, mengurangi sudut mandibula dan lesi-lesi mirip-kista ditemukan pada kasus ini. Karakteristik radiografis lainnya termasuk pembesaran foramen mandibula, peningkatan kepadatan tulang dan gigi yang terimpaksi juga telah dilaporkan, tetapi tidak ditemukan pada kasus ini.

Kelainan vaskular dikenali dengan baik pada NF1 dan sering ditemukan pada pembuluh-pembuluh otak, ginjal, gastrointestinal dan pembuluh darah koroner. Kelainan-kelainan vaskular pada NF1 seperti stenosis atau oklusi pembuluh arterial utama, malformasi arterivena dan aneurisme ditunjukkan dengan baik pada MRA atau MRA dinamik yang menggunakan agen kontras. Stenosis vena jarang disebutkan dalam literatur. Stenosis vena jugular internal kiri dalam hal ini bisa mencerminkan penghimpitan oleh hematoma pada NF1. Patogenesis penyakit vaskular yang terkait dengan NF1 masih belum pasti. Kerapuhan vaskular yang disebabkan oleh displasia pembuluh darah yang terkait NF1, invasi vena neurofibromatous dan pembentukan aneurisme telah dianjurkan untuk perdarahan intratumor dan pembentukan hematoma pada NF1. Pada kasus ini, kami mengamati kerusakan lapisan dinding dari pembuluh darah dengan staining immunohistokimia. Perdarahan banyak dalam kasus ini bisa disebabkan oleh kerusakan pembuluh-pembuluh darah ini. Kesensitifan platelet yang mengecil terhadap kolagen pada pasien yang menderita NF1 memberikan kontribusi bagi perdarahan intratumor yang besar dan perdarahan yang berlebihan selama operasi juga telah diusulkan sebagai penyebab oleh beberapa peneliti.

Sebagai ringkasan, kami melaporkan gambar CT dan MR dari sebuah hematoma pada NF1 dan kami juga melaporkan temuan radiografik panoramik dari rahang. Pada seorang pasien penderita NF1 yang memiliki keluhan massa yang sedang berkembang cepat dalam beberapa menit, hematoma harus menjadi pertimbangan pertama, khususnya dengan riwayat trauma. MRI bisa secara jelas menunjukkan hematoma dalam neurofibroma. Akan tetapi, untuk massa yang tumbuh cepat tanpa adanya riwayat trauma, kemungkinan transformasi menjadi tumor ganas harus dipertimbangkan. Hasil biopsy dan histologis cukup membantu dalam diagnosis. Perdarahan intratumoral bisa terjadi karena infiltrasi pembuluh darah dalam lesi dan trauma pada daerah yang terkena.

Comments

Popular posts from this blog

Kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis pemfigus vulgaris

Sintesis Kolagen

Herpes Genital