Penilaian ketepatan interpretasi pada pasien schizophrenia

Pendahuluan

Delusi atau khayalan termasuk salah satu sifat yang paling menonjol dari schizophrenia meskipun tidak terbatas pada penyakit ini. Selama dua dekade terakhir, ada tiga kelainan fungsional yang telah mendominasi penelitian kognitif tentang delusi, yaitu: bias atribusi oleh Bentall dan Kindermann, kelainan perseptual oleh Maher, dan JTC (cepat mengambil kesimpulan) oleh Garety dan rekan-rekannya.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membahas isu-isu yang terkait dengan JTC (cepat mengambil kesimpulan). Garety dkk (1991) mencetuskan teori bahwa pasien yang mengkhayal merasa seolah-olah melakukan keputusan terburu-buru; mereka cenderung menarik kesimpulan berdasarkan bukti yang sedikit, sedangkan partisipan dan kontrol yang sehat lebih berhati-hati dalam membuat keputusan.


Hal yang masih memerlukan klarifikasi adalah apakah kelainan-kelainan ini terbatas pada pasien-pasien yang mengalami delusi (khayalan). Penelitian-penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa bias JTC juga ditunjukkan oleh pasien schizophrenia yang tidak mengalami delusi. Sebagai contoh, Mortimer dkk (1996) tidak menemukan hubungan antara keparahan delusi pada sebuah sampel schizophrenia dengan gaya respon yang terburu-buru. Disamping itu, penelitian kami menunjukkan bahwa pasien schizophrenia yang mengalami delusi atau tidak menunjukkan kecenderungan untuk selalu mengambil keputusan dengan cepat, dan hanya pada beberapa kondisi bias lebih kuat untuk pasien yang mengalami delusi. Data longitudinal juga menguatkan bahwa JTC adalah sebuah sifat dan bukan karakteristik dari delusi. Sejalan dengan ini, partisipan sehat yang memiliki skor meningkat untuk skala keyakinan delusi menunjukkan pola respon yang mirip dengan pasien yang menunjukkan delusi, sehingga menunjukkan bahwa bias ini bisa menjadi faktor predisposisi dan bukan karakteristik keadaan dari keyakinan-keyakinan khayalan.

Untuk penelitian kali ini, pasien schizophrenia, dengan dan tanpa delusi, direkrut untuk meneliti apakah pasien schizophrenia yang mengalami delusi atau tidak memberikan interpretasi yang berbeda.
Metode dan Hasil Penelitian

Sebanyak 29 pasien schizophrenia dan 28 kontrol sehat diberikan gambar-gambar yang berasal dari TAT (Tugas Apresiasi Tematik) dan diminta untuk menilai kewajaran dari berbagai interpretasi untuk masing-masing gambar tersebut. Hasil menunjukkan bahwa pasien memberikan skor kewajaran relatif tinggi untuk interpretasi yang dianggap buruk atau tidak mungkin oleh kontrol, tetapi tidak menunjukkan kelainan pada interpretasi yang dinilai sebagai interpretasi baik atau sangat baik oleh kontrol. Berbeda dengan kelainan JTC (pengambilan keputusan secara tergesa-gesa), pasien tidak sepakat pada salah satu interpretasi tertentu, tetapi justru memberikan banyak alternatif.

Pembahasan

Penelitian kali ini dirancang untuk menantang beberapa hipotesis tentang interpretasi tidak normal pada partisipan yang menderita schizophrenia. Ada tiga hipotesis yang tidak didukung oleh data. Pasien schizophrenia tidak sepakat terhadap satu interpretasi, atau lebih sedikit interpretasi dibanding kontrol. Dengan demikian, teori kelainan JTC (terlalu cepat mengambil keputusan) yang mengatakan bahwa pasien lebih suka untuk membuat keputusan pasti dalam menghadapi bukti yang tidak lengkap, tidak didukung dalam penelitian ini. Justru, pasien schizophrenia menilai lebih banyak interpretasi sebagai sangat baik atau bagus, dan ketertarikan terhadap hanya satu interpretasi per gambar yang terjadi kurang sering dibanding kontrol. Disamping itu, pasien tidak menunjukkan kecenderungan untuk menolak berbagai hipotesis dengan cepat (teori penolakan awal). Sebaliknya, bias seperti ini lebih besar untuk partisipan yang sehat. Disamping itu, tidak ada dukungan untuk resensi, karena tidak ada interaksi antara perintah dan kelompok yang diamati.

Hasil penelitian kali ini sejalan dengan teori penerimaan liberal (liberal acceptance). Hipotesis ini memberikan penjelasan hasil yang singkat dalam penelitian kali ini, dan bisa diperluas pada pengamatan-pengamatan yang dilakukan untuk kategori lain. Seperti halnya teori JTC, teori penerimaan liberal (liberal acceptance) mengasumsikan bahwa pasien schizophrenia, baik yang mengalami delusi maupun yang tidak, memiliki kecenderungan yang meningkat untuk mendukung, tetapi tidak harus berarti bahwa pasien cepat mengambil kesimpulan dalam artian bahwa “hipotesis tepat” yang paling dominan dipertimbangkan sedangkan yang lainnya dibuang. Teori ini menyebutkan bahwa opsi respon/interpretasi diterima, dan/atau lebih lanjut dipertimbangkan, berdasarkan bukti yang lebih kecil. Menurut hipotesis ini, sebuah keputusan dicapai jika tidak ada hipotesis berkompetisi, atau jika ada yang dibuang bahkan kriteria liberal.

Disini kami mengusulkan bahwa gangguan utama yang terkait dengan schizophrenia adalah bahwa penjelasan yang banyak di awal dipertimbangkan saat menginterpretasi kejadian kompleks, sedangkan partisipan yang sehat lebih selektif, dan membuang segala hipotesis yang tidak mungkin dengan cepat. Menariknya, perbedaan kelompok tentang kewajaran lebih tinggi untuk interpretasi yang dianggap buruk oleh partisipan kesehatan, sedangkan tidak ada perbedaan kelompok yang terjadi untuk interpretasi bahwa subjek sehat dianggap beralasan. Ini menunjukkan bahwa pasien pada umumnya lebih liberal dalam penilaian mereka, tetapi bias ini khususnya besar untuk skenario yang kemungkinan jarang terjadi, yang diatur oleh pikiran sehat, pengetahuan terdahulu, atau bukti tambahan oleh subjek-subjek sehat.

Saat ini kami sedang berupaya untuk menunjukkan secara pasti mekanisme yang berkontribusi bagi penerimaan liberal (liberal acceptance). Salah satu kemungkinan adalah bahwa pasien memiliki ambang batas yang berkurang untuk mendukung, sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah hipotesis yang melewati ambang batas penerimaan, yang selanjutnya memberikan kontribusi bagi pertentangan paradigma yang ada. Kemungkinan lain yang tidak berdiri sendiri dengan teori ambang-batas ini adalah bahwa pasien yang menderita schizophrenia kurang sensitif terhadap informasi yang keliru, yakni, informasi ini bukan petunjuk yang akan membujuk subjek sehat untuk menolak atau memberi nilai rendah sebuah alternatif.

Perbedaan utama antara dua teori ini adalah bahwa yang pertama mengusulkan ambang-batas yang berkurang untuk menerima sebuah interpretasi, sedangkan teori kedua mengusulkan ambang-batas normal untuk menerima interpretasi, tetapi kemampuan yang berkurang untuk mengolah informasi yang berpotensi tidak tepat. Untuk memutuskan diantara kemungkinan-kemungkinan ini, atau menilai bobot relatifnya untuk penerimaan liberal (liberal acceptance), bisa bermanfaat untuk secara langsung menanyakan kepada partisipan bagaimana penilaian terbentuk.

Penting untuk diperhatikan bahwa pola hasil sekarang ini tidak dimoderasi oleh keberadaan atau keparahan delusi yang ada. Ini menegaskan bahwa bias penerimaan liberal (liberal acceptance) bukanlah sebuah epifenomena dari simptomatologi delusi, tetapi bisa merupakan sebuah karakteristik schizophrenia paranoid, dan secara lebih spesifik, bisa menjadi sebuah faktor risiko untuk munculnya delusi. Dengan memperhatikan pengamatan ini, perlu ditekankan bahwa jumlah pasien yang tidak delusi lebih kecil, sehingga peringatan interpretatif diperlukan. Disamping itu, penelitian-penelitian longitudinal diperlukan untuk secara langsung mengatasi pertanyaan keadaan dan sifat.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, bias penerimaan liberal (liberal acceptance) bisa berkontribusi bagi munculnya keyakinan yang salah: pada banyak situasi yang relevan dengan delusi, pemikiran awal tentang “hipotesis yang tepat” bisa selanjutnya mempromosikan penerimaan terhadap interpretasi yang keliru, khususnya ketika interpretasi yang tepat sulit diverifikasi. Ketika hipotesis “tidak berarti” atau tidak mungkin dipertimbangkan bersama dengan interpretasi alternatif, maka terkadang lebih mudah untuk mengumpulkan dukungan bagi hipotesis yang tidak mungkin.

Menariknya, hasil penelitian kali ini menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan dosis agen antipsikotik lebih tinggi menerima lebih sedikit interpretasi dibanding pasien yang mendapatkan dosis rendah. Sehingga agen-agen neuroleptik bisa melindungi pasien dari pertimbangan skenario yang tidak mungkin.

Pasien schizophrenia dan kontrol yang sehat menunjukkan sebuah efek keunggulan (primacy): interpretasi yang diberikan pertama memiliki manfaat yang jelas dan mendapatkan skor kewajaran yang lebih tinggi dibanding interpretasi yang disebutkan kemudian. Karena interpretasi diacak dan tetap tidak bisa dilihat selama trial, maka efek untuk isi dan memori dikontrol. Kami menginterpretasikan hasil ini sebagai petunjuk efek gangguan yang analog dengan yang ditemukan pada tugas ingatan. Masing-masing kartu interpretasi menunjukkan ungkapan yang berbeda baik dengan tidak mempedulikan beberapa rincian gambar, atau menyajikan informasi tambahan yang tidak terdapat dalam gambar. Untuk masing-masing interpretasi baru yang disajikan, aspek-aspek interpretasi sebelumnya harus dihilangkan dari memori yang sedang bekerja, sehingga, yang tersisa bisa lebih sulit memberikan pertimbangan sama dengan interpretasi yang baru. Dengan demikian, interpretasi yang lebih dulu diberikan akan memiliki manfaat jelas relatif terhadap interpretasi yang ditunjukkan selanjutnya. Hasil ini bisa sangat penting untuk pemahaman kita tentang pembentukan delusi, karena ada bukti bahwa orang yang mengalami delusi memiliki kerentanan yang meningkat terhadap informasi yang relevan delusi. Apabila hipotesis seperti ini dipikirkan pertama kali, maka akan memiliki dominasi yang jelas sehingga pengaruh hipotesis selanjutnya akan menjadi lemah.

Terakhir, diperlukan untuk mengakui beberapa kekurangan dari penelitian kali ini, yaitu (a) masih perlu ditentukan apakah bias penilaian yang ditemukan pada pasien shizophrenia spesifik terhadap kelompok diagnostik ini, atau bisa juga ditemukan pada kontrol psikiatrik, (b) tes kali ini tidak memerlukan pasien untuk memberikan opsi pilihan sendiri. Dengan demikian diperlukan meneliti apakah hasil-hasil yang mirip akan didapatkan ketika pasien diminta untuk memberikan sendiri alternatif. Sebagai contoh, bisa dikatakan bahwa karena skill intelektual yang terganggu pasien bisa menghasilkan lebih sedikit interpretasi dibanding dengan kontrol. Jika ini benar, pertentangan yang lebih besar tidak akan terjadi. Akan tetapi, pada sebuah penelitian baru kami telah menguji hal ini secara langsung dan tidak menemukan hubungan kuat antara kelompok-kelompok tentang jumlah respon yang dihasilkan sendiri. (c) penelitian kali ini hanya mengamati kelompok kecil dari partisipan yang tidak mengalami delusi, sehingga penelitian ini tidak memiliki kekuatan statistik tinggi untuk menunjukkan perbedaan antara partisipan yang delusi dan yang tidak. Akan tetapi, temuan bahwa pasien schizophrenia, tanpa tergantung status delusi sekarang, terlalu tinggi dalam menilai kewajaran skenario yang tidak mungkin sehingga menguatkan kesimpulan yang ada sekarang. Sesuai dengan ini, tak satupun perbandingan langsung antara dua sub-kelompok yang mendekati level trend, dan semua korelasi tidak signifikan.

Comments

Popular posts from this blog

Kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis pemfigus vulgaris

Sintesis Kolagen

Herpes Genital