Peranan ekspresi antibodi FHIT, CTNNB1, dan MUC1 dalam prognosis kanker paru-paru sel non-small

Ringkasan

Analisis ekspresi secara komprehensif dengan menggunakan microarray telah mengidentifikasi beberapa gen yang diekspresikan secara berbeda pada kanker paru-paru sel non-small (NSCLC) dan epithelium bronkial yang terpapar-asap. Untuk meneliti hubungan prognostik antara protein-protein ini pada NSCLC, kami menggunakan metode immunohistokimia untuk meneliti ekspresi β-katenin (CTNNB1), dickkopf, Xenopus, homolog 3 (gen DKK2), reseptor faktor pertumbuhan fibroblast 3 (FGFR3), tiga-serangkai histidin fragil (GHIT), protein p53 tumor (TP53), mucin1 (MUC1), topoisomerase II α (TOP2A), dan glutathion S-transferase-Pi (GST) dalam sebuah kohort pasien (n=125). Kami mengkorelasikan data ekspresi ini dengan gambaran klinikopatologik dan manifestasi klinis. Disamping itu, uji berganda SNaPshot dan analisis polimorfisme panjang fragmen restriksi digunakan untuk menscreening mutasi-mutasi titik pengaktivasi pada titik-titik utama FGFR3 dalam sebuah kohort yang terdiri dari 30 sampel NSCLC.
Dengan menggunakan analisis Kaplan-Meier, kami mengamati kelangsungan hidup yang jauh lebih baik pada adenokarsinoma dibanding pada kanker sel squamous (P = 0,049). Kehilangan ekspresi FHIT menunjukkan hubungan kuat dengan kelangsungan hidup keseluruhan pada tipe-tipe histologi dari NSCLC (kanker sel squamous, P < 0,001; adenokarsinoma, P = 0,001). Pada adenokarsinoma, ekspresi β-katenin dalam sitoplasma terkait dengan kelangsungan hidup yang lebih singkat (P = 0,012); ekspresi MUC1 terkait dengan prognosis yang lebih buruk pada pasien kanker squamous (P = 0,049). Staining nuklear dari TP53 (P = 0,008) dan TOP2A (P = 0,059) terkait dengan kanker-kanker yang tidak memiliki metastase limfonodal. Sebuah korelasi dengan staining positif dari TOP2A (P = 0,03) dan kepositifan FGFR3 (P = 0,057) ditemukan pada adenokarsinoma pasien pria. Staining MUC1 yang positif terkait dengan kanker sel squamous pasien pria (P = 0,03). Ekspresi DKK3 tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan manifestasi klinis atau gambaran patologis. Screening urutan FGFR3 pada kanker paru-paru hanya menunjukkan urutan-urutan tipe-liar dan tidak mendeteksi mutasi-mutasi pada titik-titik penting yang diketahui untuk mutasi FGFR3. Kami menyimpulkan bahwa kehilangan ekspresi FHIT dan kepositifan untuk β-katenin dan MUC1 pada NSCLC adalah penanda prognosis, sedangkan ekspresi yang bervariasi dari TP53, TOP2A, dan FGFR3 dalam kaitannya dengan tipe histologis berbeda dari NSCLC dan jenis kelamin pasien merupakan petunjuk untuk jalur-jalur molekuler bersangkutan yang berbeda.

1. Pendahuluan

Karsinogen-krasinogen utama seperti hidrokarbon-hidrokarbon aromatik polisiklik, N-nitrosamin, dan amina-amina aromatik bertanggungjawab bagi kebanyakan kanker paru-paru yang terdapat dalam asap rokok. Akan tetapi, mekanisme pasti yang menyebabkan perubahan molekuler dalam epithelium bronkial dan selanjutnya menjadi kanker paru-paru pada perokok masih belum dipahami dengan baik. Pada penelitian-penelitian terdahulu yang telah kami lakukan, kami tidak mampu mengidentifikasi pada para perokok sebuah tanda yang cocok untuk gen-gen yang diekspresikan berbeda dan kehilangan-kehilangan alel dalam jaringan tumor dan jaringan-jaringan paru-paru yang tidak menarik perhatian dalam permeriksaan histologi. Penelitian-penelitian yang baru ini memberikan pengetahuan baru tentang mekanisme molekuler dari karsinogenesis paru-paru dan mendukung hipotesis yang mengatakan bahwa pada perokok, ketidakseimbangan antara tekanan oksidatif dan sistem protektif xenobiotik bertanggungjawab bagi akumulasi kerusakan-kerusakan DNA. Delapan antibodi digunakan untuk mendeteksi kenampakan produk-produk gen pada tingkat protein, yang terlibat dalam karsinogenesis kanker paru-paru yang dipicu oleh asap rokok (β-katenin [CTNNB1]; dickkopf, Xenopus, homolog 3 [gen DKK-3]; faktor pertumbuhan fibroblast 3 [FGFR3]; tiga-serangkai histidin fragil [FHIT]; protein p53 tumor [TP53]; mucin1 [MUC1]; topoisomerase II α [TOP2A]; dan glutation S-transferase-Pi [GST]). GST memegang peranan penting dalam detoksifikasi (penetralan racun) dengan mengkatalisis proses konyugasi antara senyawa-senyawa hidrofob dan senyawa-senyawa elektrofil yang kekurangan glutation dan terganggu keberadaanya dalam kanker paru-paru. TOP2A mengkatalisis proses relaksasi DNA supercoiled dan terkait dengan proliferasi DNA dan reparasi DNA. GST dan TOP2A terlibat dalam sistem-sistem protektif molekuler sel. Selama riwayat merokok, ketidakseimbangan antara tekanan oksidatif yang ditimbulkan asap rokok dan lemahnya sistem protektif selular xenobiotik mengarah pada akumulasi kerusakan-kerusakan DNA yang tidak bisa diperbaiki. Lokus genomik dari gen FHIT adalah salah satu tempat paling rapuh dalam genom manusia dan terlokalisasi pada daerah kromosom 3p14.2. Penelitian-penelitian terdahulu yang kami lakukan dan beberapa peneliti lain menemukan kehilangan alel pada daerah kromosom 3p14.2 pada pasien yang memiliki riwayat merokok lama, paling sering pada epithelium bronkial dan kanker paru-paru yang bersangkutan. Walaupun fungsi biologis yang pasti dari protein FHIT masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa FHIT memegang sebuah peranan dalam proliferasi sel dan dianggap sebagai lesi molekuler dini pada perokok. Berbagai penelitian lain telah menunjukkan adanya hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dan mutasi p53. Dalam perjalanan karsinogenesis, mutasi gen p53 tampak lebih awal tetapi lebih lambat dari kehilangan 3p pada lesi-lesi preneoplastis yang dapat diamati secara histologi dan pada jaringan kanker. Profil-profil ekspresi gen juga telah menunjukkan bagian-bagian jalur Wnt yang tidak diregulasi dengan baik. Jalur Wnt bisa terjadi pada berbagai tingkatan berbeda, termasuk pada komponen-komponen ekstraseluler dari pensinyalan. Baru-baru ini, kami dapat menemukan WIF, sebuah komponen jalur Wnt, yang terganggu keberadaannya dalam kanker paru-paru. Dickkopf 3 merupakan protein lain yang juga memiliki kemampuan untuk mengikat protein Wnt. DKK3 terlokalisasi pada daerah kromosom 11p15. Antibodi ini dikenal sebagai penginduksi dalam perkembangan struktur kepala amfibi dan memberikan efek dengan cara melawan pensinyalan Wnt. Pada kanker paru-paru sel non-small (NSCLC), kehilangan alel dan metilasi promoter abnormal dideteksi pada daerah kromosom 11p15, dimana gen DKK3 terlokalisasi. Β-katenin adalah anggota dari komponen pensinyalan Wnt dan terkait dengan sistem perlekatan dua sel yang diperantarai cadherin. Pada kanker paru-paru, ditemukan kehilangan staining bermembran dan sitoplasmik positif atau staining nuklear dari β-katenin. Disamping itu, profil-profil ekspresi gen yang ditemukan pada FGFR3 terupregulasi pada jaringan paru-paru yang terpapar asap dan kanker paru-paru; dan baru-baru ini, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa oksidan dalam asap rokok memediasi pensinyalan sel dalam saluran-saluran udara dan epithelium paru-paru yang meregulasi pola ekspresi mucin.

Ekspresi 2 dari gen-gen ini berdasarkan uji immunohistokimia (DKK3, FGFR3) tidak diketahui pada kanker paru-paru. Enam gen yang digunakan lebih lanjut menunjukkan hasil yang bertentangan dengan yang terdapat dalam literatur. Hanya satu pemeriksaan immunohistokimia tunggal yang menemukan peningkatan ekspresi GST sesuai dengan volume tumor yang meningkat dan dediferensiasi seluler progresif. Berbeda dengan temuan tersebut, penelitian kami telah menunjukkan kadar-kadar RNA yang tidak teregulasi untuk GST pada lesi-lesi awal karsinogenesis dan jaringan paru-paru yang terpapar asap. Penelitian kami dan penelitian lainnya mendukung bahwa perubahan-perubahan molekuler pada daerah FHIT adalah target awal untuk karsinogenesis yang ditimbulkan asap rokok. Akan tetapi, hasil yang bertentangan dengan ini masih ada tentang relevansi klinis dan prognostik dari kehilangan FHIT pada kanker paru-paru. Kehilangan atau pengurangan ekspresi FHIT dalam jumlah banyak telah menunjukkan variasi antara tipe-tipe tumor, tetapi beberapa penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kelangsungan-hidup lebih buruk dari kanker paru-paru. Berbeda dengan ini, peneliti-peneliti lain melaporkan tentang kegunaan prognostik negatif dari kehilangan FHIT. Hasil-hasil yang bertentangan juga diberikan untuk p53. MUC1 dan CTNNB1 ditemukan sebagai penanda prognosis yang lebih buruk. Tujuan dari penelitian kali ini adalah untuk mengklarifikasi relevansi gen-gen ini dalam prognosis kanker paru-paru pada kohort yang kami teliti.

1.Pasien dan sampel jaringan

Penelitian kami ini dirancang untuk mengklarifikasi relevansi prognostik dari gen-gen yang diekspresikan secara berbeda pada 125 sampel jaringan NSCLC melalui metode immunohistokimia pada tingkat protein (78 pria, 47 wanita; usia rata-rata pada saat diagnosis, 67 tahun; rentang 43-87 tahun) dari pasien yang mengalami terapi bedah di Rumah Sakit Universitas Regensburg, Jerman (1993-2003), atau di Departemen Bedah Toraks, Rumah Sakit Berlin-Buch, Berlin, Jerman (2001-2003). Tahapan tumor, tipe histologis, dan kelasnya ditentukan berdasarkan petunjuk dari Internasional Union terhadap Kanker dan sistem penentuan kelas tumor dari WHO. Sebanyak 68 persen (85/125) pasien memiliki riwayat merokok yang sangat positif (rata-rata 51 pak per hari). Pada 40 pasien, informasi pasti tentang riwayat merokok tidak tersedia. Tidak ada pasien yang secara klinis disebut sebagai non-perokok. Periode perekrutan adalah mulai dari tahun 1994 sampai 2005; data follow-up klinis didokumentasikan oleh pencatatan tumor klinis daerah di Regensburg dan Berlin, dan kontrol follow-up klinis dicatat di Departemen Bedah Toraks, Chest Hospital Berlin-Buch. Data klinikopatologis dimuat pada Tabel 1. Pada kanker sel squamous, nilai median kelangsungan hidup keseluruhan adalah 28,6 bulan (laki-laki, 29,8 bulan; wanita, 17,1 bulan; media, 19 bulan; rentang, 12,9 – 23,0 bulan). Pada adenokarsinoma, nilai median kelangsungan hidup keseluruhan adalah 35,2 bulan (pria, 36,2 bulan; wanita, 32,2 bulan; media, 37 bulan; rentang 2-74,7 bulan). Dengan 60 kanker sel squamous, 44 adenokarsinoma, dan 21 kanker paru-paru yang memiliki diferensiasi lain, distribusi tipe-tipe tumor histologis yang berbeda mencerminkan perkiraan frekuensi epidemiologi dari tipe-tipe NSCLC yang berbeda. Karena banyaknya prosedur immunohistokimia dan terbatasnya jaringan tumor untuk analisis mutasi FGFR3, maka kami menggunakan jaringan tumor yang ditanam dalam parafin dari 30 NSCLC tambahan (14 kasinoma sel squamous, 16 adenokarsinoma; 23 pria, 7 wanita; usia rata-rata pada diagnosis, 60 tahun; riwayat merokok, rata-rata 49 pak per tahun) yang dikumpulkan dari tahun 2000 sampai 2003 di rumah sakit Universitas Regesburg. Pemeriksaan histologis independen terhadap jaringan-jaringan tumor dilakukan menurut kriteria WHO untuk menentukan tahapan tumor-nodus-metastasis.

2. Bahan dan metode

2.1 Immunohistokimia dan pengisolasian DNA

Untuk masing-masing kasus, salah satu jaringan wakil diambil dan irisan-irisan parafin 8-µm dipersiapkan untuk immunohistokimia. Pemeriksaan immunohistokimia menggunakan sebuah metode avidin-biotin peroksidase dengan sebuah kromatogen diaminobenzidin. Irisan-irisan 2-mikrometer dari sampel jaringan tertanam parafin yang sudah diperlakukan dengan parafin diinkubasi selama satu malam; dan setelah penarikan antigen (oven mikrowave selama 35 menit pada 250 W), immunohistokimia dilakukan dengan immunostainer NEXES (Ventana, Tucson, AZ) mengikuti prosedur yang disebutkan oleh pabrik yang membuat. Antibodi-antibodi utama berikut digunakan: GST (1:5), TOP2A (1:100), TP53 (1:1000), FHIT (1:50), β-katenin (1:50) DKK3 (1:50), FGFR3 (1:50), dan MUC1 (1:4000). Kontrol-kontrol negatif tanpa antibodi primer dimasukkan dalam masing-masing eksperimen. Staining-staining immunohistokimia menunjukkan staining yang cukup homogen pada kebanyakan kanker. Pengurangan sel-sel positif 5% digunakan untuk semua protein yang diamati untuk menganggap sebuah timor positif karena kami juga menemukan distribusi yang heterogen khususnya pada jaringan yang disimpan selama periode waktu yang lebih lama.

Irisan-irisan jaringan yang dideparafinisasi (5 µm) dari 30 NSCLC tambahan distaining dengan metilen biru selama 15 detik dan selanjutnya dipotong kecil baik secara manual maupun dengan laser oleh seorang patologis untuk mengisolasi sel-sel tumor murni. DNA diekstrak menggunakan MagNa Pure LC DNA Isolation Kit II dan MagNa Pure LC dengan software yang sesuai mengikuti prosedur petunjuk. Probe-probe DNA ini digunakan untuk uji SNaPshot. Irisan-irisan sesuai untuk staining immunohistokimia bagi FGFR3 dilakukan. Seperti yang disebutkan di atas, irisan-irisan parafin 4-µm dibuat untuk immunohistokimia FGFR3.

2.2 Analisis mutasi FGFR 3 dengan uji SNaPshot

Uji berganda SNapShot yang ditemukan sebelumnya digunakan untuk menscreening mutasi titik FGFR3 yang paling dominan mengaktivasi (R248C, S249C, G372C, Y375C, G283R, A393E, K652E, K652M, K652Q, K652KT; Gbr. 3). Kodon-kodon diberi nomor berdasarkan kerangka pembacaan terbuka dari isoform FGFRIIIb, yang dominan ditemukan dalam sel-sel epitelial. Dua primer antisens baru ditambahkan ke uji awal untuk menscreening mutasi-mutasi S373C (5'-T19-GAGGATGCCTGCATACACAC-3') dan G382R (5'-T56-GAACAGGAAGAAGCCCACCC-3'). Konsentrasi primer-primer baru yang digunakan dalam uji ini masing-masing adalah 1,0 dan 0,6 pmol/µL. Mutasi G697 yang baru-baru ini ditemukan ditentukan dengan menggunakan analisis RFLP (polimorfisme panjang fragmen restriksi). Sebuah fragmen PCR (209 pasangan basa) yang mengandung kodon 697 diidentifikasi dengan menggunakan primer-primer sens: 5'-AGGTGTCTGTCCTGGGAGTCTC-3' dan 5'-GGCCAGGGATGCCACTCACAGG-3' (suhu penguatan  64,8oC). Urutan tipe-liar mengandung satu tempat MspI, dan pencernaan dengan MspI menghasilkan 2 berkas (109 bp + 100 bp). Untuk mutasi pada kodon 697, fragmen tidak bisa dicerna dengan MspI. Setelah pencernaan, fragmen-fragmen dipisahkan pada gel-gel agarosa 3% dan divisualisasikan dibawah sinar ultraviolet dengan menggunakan 0,05% ethidium bromida.

2.3. Analisis statistik

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 13.0. Uji eksak Fisher digunakna untuk menguji data kategori, sedangkan uji Wilcoxon digunakan untuk menguji data kontinyu. Semua uji yang memiliki signifikansi 2-sided, dan nilai P yang kurang dari 0,05 dianggap signifikan. Uji x2 Pearson dan uji eksak Fisher 2-sided digunakan untuk meneliti hubungan statistik antara data klinikopatologi, immunohistokimia, dan data molekuler. Kurva-kurva kelangsungan hidup yang membandingkan pasien yang memiliki atau tidak memiliki faktor-faktor ini dihitung dengan menggunakan metode Kaplan-Meier, dengan signifikansi yang dievaluasi menggunakan statistik log-rank 2-sided. Untuk kelangsungan hidup yang spesifik tumor, pasien-pasien disensor pada saat perjanjian follow-up klinis bebas-tumor terakhir atau data kematinannya apakah terkait dengan tumor atau tidak.

3. Hasil

3.1. Ekspresi GST, TOP2A, TP53, FHIT, β-katenin, DKK3, MUC1, dan FGFR3 dan kaitannya dengan gambaran klinikopatologi

Pengamatan ini memberikan hasil-hasil informatif untuk GST pada 72% (91/125; 87 kasus positif, 4 kasus negatif), TOP2A pada 78% (98/125; 70 kasus positif, 28 kasus negatif). TP53 pada 76% (95/125; 40 kasus positif, 55 kasus negatif), FHIT pada 66% (83/125; 70 kasus positif, 13 kaus negatif), β-katenin pada 70% (88/125; 79 kasus positif, 9 kasus negatif), DKK3, pada 64% (80/125; 56 kasus positif, 24 kasus negatif), MUC1 pada 76% )96/125; 73 kasus positif, 23 kasus negatif), dan FGFR3 pada 65% (82/125; 39 kasus positif, 43 kasus negatif) dari tumor-tumor yang diamati. Staining immnohistokimia representatif ditunjukkan pada Gbr. 1A sampai F.

Kelangsungan-hidup keseluruhan yang secara signifikan lebih besar diamati pada adenokarsinoma (n = 44 kasus, 24 kematian; kelangsungan hidup rata-rata, 35 bulan; media, 37 bulan) dibandingkan dengan kanker sel squamous (n = 60 kasus; 45 kematian; kelangsungan hidup rata-rata 28 bulan; median, 18 bulan) (P = 0,049, Gbr. 2A). Analisis statistik menunjukkan bahwa ekspresi MUC1 positif secara signifikan terkait dengan prognosis yang lebih buruk pada karsinoma sel squamous (P = 0,03, Gbr. 2B). Ekspresi sitoplasmik positif dari β-katenin (CTNNB) pada adenokarsinoma terkait dengan kelangsungan hidup yang lebh singkat (P = 0,01). Pada karsinoma sel squamous dan adenokarsinoma, kehilangan ekspresi FHIT sangat terkait dengan kelangsungan hidup keseluruhan yang lebih lambat (kanker sel squamous, P < 0,001; adenokarsinoma, P = 0,001; Gbr. 2C, D). Karsinoma positif terkait dengan kelangsungan hidup yang lebih singkat (P = 0,01, Gbr. 2F), sedangkan ekspresi β-katenin pada kanker sel squamous tidak berkorelasi dengan manifestasi klinis (Gbr. 2E). Hasil analisis Kaplan-Meier ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gbr. 2A sampai F.

Staining TP53 positif lebih sering ditemukan pada adenokarsinoma tanpa metastasis nodus limfa dibanding pada pasien yang memiliki metastase (P = 0,008, Tabel 3). Disamping itu, ada kecenderungan kuat untuk staining TOP2A positif pada pasien-pasien yang memiliki adenokrasinoma negatif-limfonodal dibanding dengan pasien yang positif limfonodal (P = 0,095, Tabel 3). Ekspresi MUC1 secara signifikan lebih sering dapat dideteksi pada adenokrasinoma dibanding pada kanker sel squamous (P = 0,002, Tabel 3).

Dalam kaitannya dengan jenis kelamin pasien, kepositifan TOP2A pada NSCLC lebih sering pada pria (P = 0,04, Tabel 3). Disamping itu, staining DKK3 positif utamanya ditemukan pada NSCLC pria dibanding wanita (P = 0,057). Hasil-hasil immunohistokimia dari FGFR3 menunjukkan tidak ada perbedaan terkait jenis-kelamin yang signifikan.

Perhitungan hanya diulangi untuk pasien yang memiliki status pT1/pT1/N0. Sesuai dengan hasil kami terdahulu, kami menemukan prognosis yang lebih buruk terkait dengan kehilangan ekspresi FHIT (P < 0,001). Kecenderungannya cukup mirip: tetapi kemungkinan utama disebabkan oleh jumlah kasus yang berkurang, nilai P dari staining lain tidak mencapai signifikansi statistik (CTNNB1, P = 0,07; MUC1, P=0,19; p53, P = 0,78; DKK3, P = 0,78; TOPA1, P = 0,73; GST, tidak diketahui).

Disamping itu, dilakukan model regresi Cox multivariabel yang mencakup status pT; status pN; dan staining FHIT, CTNNB1, dan MUC1. Perhitungan menunjukkan bahwa ekspresi FHIT (P = 0,002; 95% CI, 10,38-1,70; rasio risiko, 4,211) dan tahap pT (tahap pT1; P = 0,003; 95% CI, 2,00-0,052; rasio risiko, 0,32) secara signifikan terkait dengan kelangsungan hidup yang berkurang. Variabel-variabel lain tidak signifikan.

3.2 Analisis mutasi FGRF3 dengan uji SNapShot

Semua kasus berhasil dianalisis untuk mutasi FGFR3 dengan uji SNapShot dan analisis RFLP. Tidak ada mutasi yang dideteksi; semua kasus menunjukkan urutan tipe-liar. Staining immunohistokimia yang dilakukan secara independen untuk FGFR3 ditunjukkan dalam 21 kasus informatif, 5 positif dan 5 negatif pada adenokarsinoma dan 8 positif dan 3 negatif pada kasus kanker sel squamous (Gbr. 3A dan B).

4. Pembahasan

Analisis microarray yang baru-baru dilakukan telah mengidentifikasi beberapa gen yang diekspresikan secara berbeda pada jaringan kanker paru-paru dan paru-paru yang terekspos asap rokok. Penelitian kami kali ini bertujuan untuk mengamati apakah beberapa dari gen ini terkait dengan manifestasi klinis pada NSCLC. Sebuah kohort pasien NSCLC dengan karsinoma sel squamous dan adenokarsinoma  diamati. Dengan membandingkan tingkat kelangsungan hidup keseluruhan antara sub-sub kelompok NSCLC histologis utama, kami menemukan adenokarsinoma terkait dengan prognosis yang lebih baik dibanding dengan kanker sel squamous (P = 0,049). Kebanyakan kanker sel squamous umumnya muncul secara memusat dengan koneksi-koneksi awal ke pembuluh-pembuluh daerah limfatik bercabang pada radiks paru-paru, sedangkan adenokarsinoma lebih sering diamati sebagai nodula-nodula perifer yang tidak memiliki kondisi seperti ini. Baru-baru ini, penelitian klinis lebih lanjut mengidentifikasi status merokok sebagai faktor prognostik lebih buruk untuk pasien yang mengalami NSCLC. Antibodi-antibodi yang kami gunakan mendeteksi produk-produk gen pada tingkat protein, yang terlibat dalam tahap-tahap awal karsinogenesis yang ditimbulkan rokok. Sesuai dengan ini, kami dan peneliti lain telah menemukan perubahan-perubahan molekuler pada tingkat DNA dan RNA pada jaringan kanker paru-paru dan jaringan paru-paru terpapar asap. Staining immunohistokimia menunjukkan staining yang cukup homogen pada kebanyakan kanker. Akan tetapi, kami juga menemukan distribusi yang heterogen khususnya pada sampel jaringan yang disimpan selama periode waktu yang lebih lama. Beberapa penelitian melaporkan tentang immunoreaktivitas yang berkurang dari waktu ke waktu. Masih sedikit yang diketahui tentang proses-proses yang bertanggungjawab untuk kehilangan antigenesitas. Oksidasi dan pengeringan adalah mekanisme yang diduga. Untuk dimasukkan dalam penelitian kami, penelitian retrospektif seperti sampel jaringan yang lama disimpan dengan antigenesitas yang berkurang, kami menggunakan patikan rendah yakni 5% sel positif untuk semua protein yang semua diamati untuk dapat dianggap positif tumor. Skoring tambahan untuk intensitas immunohistokimia tidak terlihat valid karena immunoreaktivitas yang bervariasi menurut lamanya waktu penyimpanan sampel parafin yang digunakan.

Walaupun kami menemukan tahapan pT terkait dengan prognosis yang lebih buruk, penelitian-penelitian lain yang berdasarkan pada sinar-x dan CT scan dosis-rendah, tidak menemukan pengurangan kematian akibat kanker paru-paru pada tahapan-tahapan tumor yang lebih dini. Pembahasan masih terus berlanjut tentang masalah ini, dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyebaran awal dari sel-sel tumor paling relevan dalam perilaku biologis tipe-tipe tumor agresif. Dengan demikian, kami berpendapat bahwa akan bermanfaat jika mengamati efek staining immunohistologi tidak hanya pada kohort yang kecil (yang terdiri dari pasien dengan status pT sama) tetapi juga pada kohort pasien yang memiliki banyak tahapan kanker. Akan tetapi, kami juga mengulangi perhitungan secara terpisah untuk pasien yang memiliki status pT1/pT2/N0. Sesuai dengan hasil-hasil sebelumnya, kami menemukan prognosis lebih buruk terkait dengan kehilangan ekspresi FHIT (P < 0,01). Kemungkinan utamanya karena jumlah kasus yang berkurang, nilai P dari staining lain tidak mencapai signifikansi statistik; tetapi kecenderungan cukup mirip.

Disamping tipe histologis dari NSCLC, kehilangan ekspresi FHIT dalam immunohistokimia terkait dengan kelangsungan hidup yang secara signifikan lebih lambat pada kanker sel squamous dan pada adenokarsinoma. Hasil-hasil identik dilaporkan oleh kelompok lain, tetapi juga ada hasil yang bertentangan. Ketidaksesuaian ini bisa dijelaskan dengan lebih sedikitnya jumlah pasien pada penelitian-penelitian tersebut. Hasil-hasil ini juga dikuatkan oleh regresi Cox multivariabel. Daerah pengkode untuk FHIT terletak pada 3p14.2 dan merupakan salah satu tempat rapuh yang paling penting dari genom manusia. Berbagai penelitian mendukung asumsi yang mengatakan bahwa FHIT adalah sebuah target molekuler awal dari karsinogen asap rokok; tetapi baru-baru ini, kehilangan alel pada 3p14.2 dan kehilangan staining FHIT juga ditemukan pada pasien yang mengalami penyakit paru-paru interstitial lazim dan tidak memiliki riwayat merokok. Walaupun kehilangan FHIT bisa disebabkan oleh berbagai peristiwa molekuler, namun hubungan kuat dari ekspresi FHIT negatif dengan prognosis yang buruk, yang ditunjukkan dalam penelitian kami ini, menunjukkan bahwa perubahan FHIT pada tingkat molekuler merupakan sebuah jalur molekuler yang relevan dalam karsinogenesis NSCLC. Baru-baru ini kami menemukan bahwa kehilangan alel di 3p14.2 pada NSCLC dan epithelia bronkial di sekitarnya terkait dengan akumulasi perubahan kromosomal. Juga ditunjukkan bahwa ada sebuah sinergisme antara penekanan tumor termediasi FHIT dan termediasi p53 dengan pengstabilan termediasi-FHIT dari protein p53, yang bisa menjadi sebuah penjelasan yang mungkin untuk akumulasi kejadian-kejadian genetik tambahan setelah kehilangan FHIT selama karsinogenesis dalam paru-paru.

Ekspresi β-katenin (CTNNB) yang berkurang pada membran dan akumulasi abnormal dalam sitoplasma dan/atau inti sel tumor pada adenokarsinoma paru-paru terkait dengan kelangsungan hidup yang lebih singkat (P = 0,012). Hasil kami sesuai dengan temuan penelitian lain yang menemukan ekspresi β-katenin abnormal terkait dengan prognosis NSCLC yang lebih buruk. Transduksi sinyal abnormal dari jalur Wnt bisa bertanggungjawab untuk akumulasi patologik dan ekspresi β-katenin pada NSCLC. DKK3 diketahui sebagai sebuah inhibitor jalur pensinyalan Wnt. Kehilangan alel dan metilasi promoter abnormal di daerah kromosomal 11p15 dimana gen DKK3 terlokalisasi baru-baru ini diidentifikasi pada NSCLC. Sesuai dengan temuan ini, kami menemukan staining negatif untuk DKK3 pada banyak NSCLC. Akan tetapi, tidak ada korelasi yang signifikan secara statistik ditemukan dengan kelangsungan hidup keseluruhan.

Walaupun penelitian kami hanya mencakup sepasang kasus yang memiliki staining negatif MUC1, namun analisis statistik menunjukkan MUC1 secara signifikan terkait dengan prognosis buruk dari kanker sel squamous (P = 0,002). Hubungan ekspresi MUC1 dengan dediferensiasi seluler progresif pada NSCLC juga disebutkan oleh penelitian-penelitian lain.

Seperti diamati untuk kadar RNA, kami menemukan FGFR3 diupregulasi pada tingkat immunohistokimia tetapi tidak menemukan hubungan dengan prognosis buruk atau gambaran klinikopatologi lainnya. Screening untuk mutasi titik FGFR3 pengaktivasi paling sering dengan uji SNaPshot dan analisis RFLP pada NSCLC tidak menunjukkan perubahan apapun, sehingga menunjukkan bahwa penyebab selain mutasi titik bertanggungjawab untuk up-regulasi FGFR3 dalam kanker paru-paru.

Staining nuklear TP53 secara signifikan lebih sering dapat dideteksi pada tahapan T lanjutan dari NSCLC. Frekuensi kepositifan TP53 tidak menunjukkan perbedaan signifikan antara berbagai tipe NSCLC. Walaupun TP53 diketahui terlibat dalam berbagai mekanisme molekuler dari karsinogenesis dan perkembangan tumor sesuai dengan penelitian-penelitian lain, kami tidak dapat menunjukkan hubungan dengan kelangsungan hidup keseluruhan.

Immunohistokimia positif untuk TOP2A ditemukan pada adenokarsinoma tanpa metastase, tetapi TOP2A juga tidak menunjukkan adanya korelasi dengan kelangsungan hidup keseluruhan dari pasien. Walaupun kenampakan TOP2A ditemukan berkorelasi erat dengan proliferasi sel, namun kami tidak menemukan adanya hubungan dengan prognosis yang lebih buruk.

Baru-baru ini, pada sebuah analisis berbasis proteomik, GST ditemukan diupregulasi dan sebagai penanda potensial untuk pendeteksian NSCLC. Sesuai dengan ini, kami menemukan ekspresi GST yang kuat pada semua kanker paru-paru pada tingkatan protein dengan immunohistokimia tetapi tidak ada korelasi signifikan dengan data klinikopatologi.

Jalur-jalur molekuler yang berbeda dengan mutasi-mutasi reseptor faktor pertumbuhan epidermal  pengaktivasi diidentifikasi pada subjek-subjek pria yang memiliki adenokarsinoma dan riwayat merokok negatif. Pada pasien kami yang memiliki riwayat merokok positif, kami menemukan staining positif untuk TOP2A, DKK3, FGFR3, dan MUC1 lebih sering pada NSCLC pria dibanding wanita. Hasil ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah distribusi ekspresi protein yang bervariasi khususnya pada subjek pria yang memiliki riwayat merokok mencerminkan jalur-jalur molekuler berbeda atau hanya merupakan hasil dari kerusakan molekuler yang disebabkan rokok.

Ringkasnya, kami telah mengidentifikasi kehilangan ekspresi FHIT dan kepositifan sitoplasmik immunohistokimia untuk β-katenin dan MUC1 terkait dengan prognosis NSCLC yang buruk. Ekspresi yang bervariasi dari TP53, TOP2A, FGFR3, dan DKK3 dalam kaitannya dengan tipe-tipe histologi berbeda dari NSCLC dan jenis kelamin pasien adalah tanda dari jalur-jalur molekuler yang berbeda. Mutasi titik pengaktivasi dari FGFR3 pada kanker paru-paru, yang diidentifikasi pada kanker di bagian tubuh lain, tidak terdapat pada NSCLC.

Comments

Popular posts from this blog

Kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis pemfigus vulgaris

Sintesis Kolagen

Herpes Genital