Masalah-Masalah Dermatologi pada Wanita Lanjut Usia

Wanita yang berusia 65 tahun ke atas mewakili 7% dari populasi Amerika Serikat. Total populasi tua mencakup 35 juta, yang mewakili 12,4% dari semua penduduk Amerika. Wanita lanjut usia mewakili sebagian besar penduduk tua Amerika. Persentase pria dan wanita lanjut usia telah meningkat 100% antara 1960 sampai 1994. Peningkatan ini akan terus terjadi ketika kelompok baby boomer (mereka yang dilahirkan antara 1946 sampai 1964) mulai memasuki dekade ke-6 masa hidup. Pada tahun 2025, 20% dari populasi Amerika Serikat akan berusia 65 ke atas. Di negara maju dan negara berkembang, jumlah orang lanjut usia semakin meningkat. Dengan demikian isu-isu dalam dermatologi geriatri melintasi batas-batas kultural dan batas-batas etnis. Istilah geriatri lazimnya digunakan untuk kelompok tua yang berusia 65 tahun ke atas. Ketika kita hidup lebih lama dan memiliki gaya hidup yang aktif dan sehat, maka usia 50 sekarang ini sebanding dengan usia 40 di masa lalu, dan usia 70 masa kini sebanding dengan usia 60 di masa lalu. Masa hidup yang semakin meningkat telah melahirkan isu-isu dalam kesehatan kulit yang tidak diatasi ketika rata-rata cakupan hidup adalah 55 tahun.
   
Artikel ini berfokus pada wanita yang berusia 65 tahun keatas. Beberapa penyakit kutaneous yang lebih umum dan opsi pengobatan pada populasi ini direview dan isu-isu yang berkembang seputar wanita lanjut usia pada dekade ke-7 sampai ke-10 juga dibahas. Diagnosa-diagnosa dermatologi utama untuk lanjut usia ditunjukkan pada Box 1. Sebuah review terhadap literatur dermatologi umum menunjukkan bahwa perbedaan kejadian penyakit-penyakit ini pada wanita lanjut usia berbanding pria lanjut usia tidak begitu signifikan. Lingkungan kulit yang telah lama hidup merupakan sebuah faktor penting ketika mengevaluasi pasien lanjut usia. Kerusakan kulit akibat sinar matahari, keterpaparan radiasi, dan lingkungan kerja sering mengenai kulit yang sehat. Iklim memiliki imbas signifikan terhadap kulit lanjut usia. Xerosis dan pruritus lebih menjadi permasalahan di daerah beriklim panas dibanding di daerah lembap. Area-area yang panas dan lembap bisa menghasilkan lebih banyak kasus intertrigo. Iklim dingin dimana individu terpapar terhadap panas di dalam ruangan bisa menghasilkan asteatosis.

Perubahan-perubahan kulit pada wanita lanjut usia
   
Siklus sel yang normal pada epidermis adalah 26 sampai 42 hari dan menghasilkan deskuamasi sel-sel kulit. Dalam proses penuaan, lama siklus sel meningkat. Laju pergantian sel epidermal menjadi lambat 30% sampai 50% antara dekade ke-3 dan ke-8 masa hidup. Sel-sel dalam stratum korneum superfisial lebih tua dan bisa mengalami gangguan fungsi dan deskuamasi. Penuaan intrinsik kulit terkait dengan kelainan-kelainan berikut: homeostasis barrier abnormal, pengurangan biosintesis lipid stratum korneum, permeabilitas obat yang berubah, kerentanan yang meningkat terhadap pengiritasi dan alergen kontak, dan xerosis. Secara klinis, ini bermanifestasi sebagai tumpukan korneosit yang membuat permukaan kulit tampak pudar dan terasa kasar. Terjadi penurunan filaggrin epidermal pada epidermis kulit yang menua. Pertemuan epidermal-dermal secara histologis menunjukkan perataan rete ridges, dan pada wanita penurunan tajam jumlah interdigitasi rete ridge papilla dermal-epidermal terjadi antara usia 40 sampai 60. Terdapat lebih dari 50% pengurangan jumlah interdigitasi antara dekade ke-3 dan ke-9. Kelainan-kelainan biokimia yang diamati pada penuaan intrinsik kulit mencakup perubahan sifat-sifat biofisik dari kolagen dan serat-serat elastin. Ada peningkatan fibril kolagen disertai peningkatan rasio kolagen III:I, disregulasi sitokin, dan respons penyakit terhadap faktor-faktor pertumbuhan, khususnya dalam famili interleukin-1. Sebuah daftar perubahan kulit dan penyebabnya pada wanita geriatri ditunjukkan pada Tabel I.

Kulit tipis
   
Kulit wanita postmenopausal secara histologis menunjukkan epidermis yang menipis disertai pendataran rete ridges. Wanita yang berusia 65 tahun keatas menunjukkan kehilangan sekitar 20% ketebalan dermal. Saat ini diyakini bahwa pengurangan ketebalan kulit yang diamati seiring dengan penuaan disebabkan oleh efek-efek hormonal terhadap kolagen, serat-serat elastis, dan kandungan asam hyaluronat dermal. Perubahan-perubahan ini lebih dominan pada wanita dibanding pria dan telah diduga bahwa estrogen memiliki peranan penting dalam menentukan ketebalan kulit. Penurunan kolagen kulit berkurang 30% setelah 5 tahun pertama menopause. Pada penelitian-penelitian yang mengukur ketebalan kulit pada sebuah populasi wanita postmenopausal dengan dan tanpa terapi penggantian hormon (HRT), kelompok HRT memiliki kandungan kolagen kulit hingga sampai 48% lebih tinggi dibanding kelompok non-HRT. Disamping itu, HRT merestorasi pola rete pada pertemuan epidermal-dermal. Glikosaminoglikan, kontributor penting bagi ketebalan dermal, juga bisa meningkat dari kadar rendah menjadi tinggi pada wanita postmenopausal yang menjalani perawatan HRT. Disamping HRT, penelitian-penelitian menunjukkan bahwa estrogen-estrogen topikal bisa melindungi ketebalan kulit dengan meningkatkan kolagen dan glikosaminoglikan. Salah satu penelitian menunjukkan perbaikan elastisitas, kekencangan, dan kandungan kelembapan, dan kedalaman keriput yang berkurang. Walaupun penelitian-penelitian menunjukkan bahwa estrogen oral atau topikal bisa bermanfaat untuk mencegah penipisan kulit yang terjadi mengiringi menopause, kemungkinan ada efek samping bagi keduanya. Suplementasi estrogen bisa dikontraindikasikan pada beberapa wanita dan harus digunakan dengan pengawasan dokter.

Xerosis
   
Kekeringan kulit merupakan sebuah temuan umum baik pada wanita maupun pria yang berusia 65 tahun keatas. Ini merupakan temuan normal pada kulit yang menua. Xerosis, atau kekeringan kulit, mengenai sekurang-kurangnya 75% kelompok usia ini, sehingga menjadikannya sebagai gangguan kulit yang paling umum pada lansia. Kulit kering disebabkan oleh abnormalitas-abnormalitas dalam stratum korneum yang terjadi secara alami mengikuti penuaan. Kelembapan yang berkurang dalam stratum korneum disebabkan oleh peningkatan kehilangan air transepidermal stratum korneum (TEWL). TEWL yang meningkat disebabkan oleh gangguan batas permeabilitas yang memungkinkan air dalam jumlah banyak lepas ke udara ketimbang tinggal dalam stratum korneum. Batas permeabilitas dipengaruhi oleh pengurangan biosintesis lipid stratum korneum. Lipid stratum korneum adalah ceramida, trigliserida, dan asam-asam lemak. Lipid-lipid ini adalah bagian tak terpisahkan dari epidermis dan berfungsi untuk mencegah TEWL. Kekurangan salah satu dari lipid ini bisa menyebabkan kulit kering.
   
Abnormalitas stratum korneum berupa fillagrin epidermal yang berkurang mengarah pada penurunan faktor pelembap alami (NMF). NMF memiliki sifat pelembap kuat dan mempertahankan hidrasi lapisan terluar stratum korneum. Agar kulit tampak dan terasa normal kandungan air stratum korneum harus lebih dari 10%. Telah diketahui bahwa kelembapan lingkungan merupakan sebuah penentu utama untuk tingkat kehilangan air dari stratum korneum. Mandi berlebihan, khususnya dengan sabun yang keras, deterjen, dan produk-produk berbasis aseton atau alkohol bisa berkontribusi bagi gangguan batas stratum korneum. Beberapa wanita lanjut usia biasanya memiliki kebiasaan mandi yang tidak berbeda ketika mereka masih muda. Mandi berlebihan khususnya pada bulan-bulan musim dingin dan musim gugur bisa menyebabkan memburuknya xerosis. Telah ditunjukkan bahwa obat-obatan hipokolesterolemia bisa menghasilkan kekeringan kulit. Secara klinis, dengan xerosis lapisan terluar dari kulit menjadi teriritasi, terinflamasi dan gatal. Warna kulit yang buram-putih memudar disebabkan oleh hilangnya gaya kohesi stratum korneum dan disebabkan oleh kekasaran, yang mengarah pada ketidakmampuan untuk membiaskan cahaya. Perasaan tidak nyaman berupa kering, kasar, kulit bersisik dan pertimbangan estetik yang khususnya dimiliki wanita berkenaan dengan kondisi-kondisi ini telah mendorong maraknya pasar produk-produk pelembap di Amerika Serikat dengan penjualan yang mencapai $1 milyar.
   
Pengobatan xerosis didasarkan pada hidrasi kulit. Ini dicapai dengan dua cara. (1) Mencegah TEWL dengan melapisi stratum korneum dengan sebuah pelembap oklusif seperti produk yang berbasis petrolatum atau lanolin. (2) Meningkatkan serapan air epidermal dengan menggunakan humektan, yang merupakan senyawa-senyawa terlarut air yang terdapat dalam pelembab yang memiliki kapabilitas serapan air tinggi.
   
Pasien harus diberikan penyuluhan misalnya tentang pentingnya hidrasi dan kelembapan keseluruhan untuk kesehatan kulit dan fungsi kulitnya yang umum. Kulit yang dilembapkan lebih fleksibel dibanding kulit kering dan merespon lebih baik terhadap gangguan lingkungan. Pada cuaca kering yang memiliki kelembapan rendah para wanita harus didorong untuk melembapkan seluruh tubuh mereka dua kali per hari dengan sebuah produk yang memiliki sifat oklusif dan humektan. Pelembap yang meningkatkan kandungan air lingkungan sekitar bisa bermanfaat.

Pruritus
   
Pruritus, atau gatal-gatal, bisa menjadi gejala penyakit kulit yang paling umum, khususnya selama dekade ke-7 dan ke-8 masa hidup. Gatal-gatal didefiniskan sebagai sebuah sensasi yang menyebabkan seseorang menggaruk daerah yang bersangkutan. Pada pruritus klasik, gatal-gatal terjadi tanpa adanya temuan pada kulit. Pada wanita lanjut usia, pruritus pada awalnya sering terjadi akibat xerosis, dimana kulit kering dan kasar. Pruritus mungkin sering terjadi di malam hari atau pada waktu-waktu tenang lainnya. Siklus gatal-garuk ini berujung pada lichenifikasi, eksoriasi, infeksi, dan purpura traumatik (Gbr. 1). Ahli dermatologi harus mereview riwayat obat dan melakukan pemeriksaan kulit seluruh tubuh untuk mencari bukti-bukti kutaneous.
   
Pasien juga harus menyadari situasi-situasi lingkungan yang bisa memicu gatal-gatal. Ini bisa mencakup tekanan di rumah, kecemasan, tepung sari (pollen), rumput, intoleransi wol, hewan piaraan, dan selimut tidur. Intoleransi makanan tertentu bisa memicu pruritus tanpa adanya alergi. Pemeriksaan medis lengkap sangat dianjurkan pada pruritus yang penyebabnya tidak diketahui. Pruritus bisa terkait dengan penyakit sistemik, termasuk depresi dan kecemasan. Pada penyakit sistemik, pruritus bisa berupa gejala-gejala dari keganasan internal seperti limfoma dan leukemia. Pruritus juga terkait dengan abnormalitas-abnormalitas endokrin. Pemeriksaan fisiologis harus dipertimbangkan pada beberapa pasien lanjut usia yang mengalami pruritus kronis.
   
Emolien adalah batu-loncatan terapi dan harus direview dan diresepkan pada setiap pasien yang mengalami pruritus. Ada emolien yang memiliki agen tambahan untuk memberikan aksi anestetik dengan menekan reseptor-reseptor sensoris kutaneous. Ini mencakup mentol, camphor, fenol, dan doksepin. Anestesi lokal yang mengganggu transmisi impuls di sepanjang serat-serat saraf sensoris juga bisa digunakan untuk mengobati pruritus. Benzokain, tetrakain, lidokain, prilokain, dan turunan-turunan lainnya sangat baik digunakan dalam jumlah kecil pada daerah-daerah khusus untuk periode pengobatan jangka pendek dan tidak direkomendasikan untuk digunakan setiap hari pada daerah permukaan tubuh yang luas. Es untuk mendinginkan merupakan sebuah cara yang efektif dan murah untuk mengurangi pruritus. Kalamin, mandi lulur, mandi susu, dan preparasi-preparasi chamomil semuanya telah dilaporkan dapat meredakan berbagai tipe pruritus. Pruritus yang terkait dengan kecemasan atau gangguan depresif bisa merespon baik terhadap agen-agen terapeutik yang sesuai.

Keratosis seborheik
   
Keratosis seborheik (SK) merupakan tonjolan kulit yang paling umum pada wanita yang berusia 65 tahun ke atas. SK merupakan neoplasma epidermal jinak dengan banyak varian dan presentasi klinis. SK sering memerlukan kunjungan rumah sakit karena bisa berwarna coklat gelap, bentuk tidak beraturan, dan menonjol, sehingga menyerupai sebuah melanoma ganas. Pasien atau anggota keluarga mungkin sangat menginginkan agar lesi ini diperiksa. Ini sebenarnya memberikan peluang yang sangat baik bagi dokter untuk melakukan pemeriksaan seluruh tubuh, dengan memeriksa semua permukaan yang terpapar dan tertutup. Walaupun jinak, SK bisa mengganggu dari sudut pandang fungsional dan kecantikan. SK sering disertai oleh akrochordon dalam lokasi submamma dan aksillary. Penyebab SK yang paling umum adalah faktor genetik.
   
Opsi-opsi pengobatan untuk keratosis seborheik mencakup (1) Krioterapi nitrogen cair. (Manfaat: terjangkau, efektif. Risiko: abnormalitas pigmentasi postinflammatory khususnya pada kulit tipe III sampai VI, proses penyembuhan lambat pada semua tipe kulit.) (2) Elektrokauteri. (Manfaat: terjangkau, efektif, penyembuhan cepat. Risiko: prosedur yang lebih lama, hiperpigmentasi pada kulit tipe III sampai IV jika dilakukan terlalu kasar.) (3) Laser. (Manfaat: efektif, cepat sembuh kurang berisiko untuk abnormalitas pigmentasi. Risiko: mahal).
   
Varian-varian SK mencakup:

Stucco keratosis: Plak-plak abu-abu, putih pucat pada kaki bawah biasanya pada kulit Fitzpatrick tipe I,II yang merespon baik terhadap nitrogen cair. Follow-up dan pencegahan harus mencakup sebuah rencana faktor perlindungan matahari, keratolitik, dan prosedur-prosedur peremajaan, seperti cahaya berpulsasi intens atau peeling kimiawi.
Dermatosis Papulosa Nigra: papula-papula coklat halus di wajah dan leher pada kulit tipe III sampai VI yang merespon baik terhadap elektrokauteri dan laser. Pasien harus diingatkan terlebih dahulu bahwa hipo- atau hiperpigmentasi pasca prosedur bisa terjadi dan bersifat sementara.

Akrochordon: tempelan-tempelan kulit. Seringkali menyertai SK pada daerah tubuh yang sama. Paling baik dihilangkan dengan eksisi atau elektrokauteri; laser bisa digunakan.

Kebanyakan dari prosedur ini sangat baik dilakukan dengan anestesi topikal saja atau sebagai pendukung bagi injeksi lokal.
   
Pasien dan dokter harus menyadari bahwa Medicare dan banyak penanggung pihak ketiga bisa menolak mengganti rugi untuk pengobatan keratosis seborheik selama kebutuhan medis tidak ditemukan. Indikasi-indikasi yang sesuai untuk pengobatan, yang memerlukan dokumentasi grafik, termasuk gatal usus, nyeri, inflamasi, perdarahan, infeksi, jika lesi mengalami trauma rekuren, atau jika mengganggu penglihatan atau mulut.

Ruam yang tidak diketahui penyebabnya
   
Ruam bisa menjadi masalah yang menjengkelkan pada kulit orang lanjut usia karena biasanya tidak memiliki kenampakan klasik. Pengetahuan menyeluruh tentang diagnosis banding merupakan kunci untuk membantu mendiagnosa ruam. Dermatitis eczematous merupakan penyebab ruam yang paling umum pada wanita lanjut usia. Diagnosis yang paling umum mencakup dermatitis kontak, dermatitis numula, asteatotik eczema, dermatitis gravitasional (statis dermatitis), dan lichen simplex chronicus.

Dermatitis asteatotik (eczema craquele), juga dikenal sebagai gatal musim dingin
   
Dermatitis pruritus yang umum ini terjadi utamanya pada orang-orang lanjut usia. Kondisi ini bisa terkait dengan suhu tinggi dan kelembapan rendah terkait dengan rumah yang panas atau iklim padang pasir. Tempat-tempat utama yang terlibat adalah kaki, lengan, tangan, dan trunkus. Secara klinis kondisi ini tampak sebagai kulit yang kering, pecah-pecah, dan berfisur disertai scaling, pruritus, dan, pada tahap-tahap parah, memiliki kemiripan dengan lichen simplex chronicus. Pencegahan dan opsi pengobatan mencakup meningkatkan kelembapan lingkungan dengan pelembap ruangan, mengurangi frekuensi mandi dan pemakaian shower pada air bersabun hangat yang mengeringkan kulit, dan pengaplikasian emolien secara bebas. Disamping itu, kortikosteroid topikal untuk komponen eczematous parah bisa digunakan selama durasi waktu yang terbatas.

Erupsi-erupsi akibat obat
   
Selalu ada penyebab dan seorang ahli dermatologi dilatih untuk menemukannya. Dengan menggunakan riwayat, morfologi, dan lokasi, biang keladi biasanya diidentifikasi. Secara historis, sebuah ruam yang ditimbulkan obat bisa mulai terjadi kapanpun mulai dari beberapa menit (erupsi obat tetap) sampai beberapa bulan (hiperplasia gingiva akibat fenitoin) setelah keterpaparan terhadap obat pemicu. Secara morfologi reaksi-reaksi kebanyakan adalah eksantema dan urtikaria. Jarang seorang pasien mengalami pruritus dan tidak ada temuan-temuan kulit. Petunjuk klinis bisa berupa wheal positif dan reaksi suar. Lokasi sangat membantu dalam mendiagnosa dermatitis kontak dan reaksi-reaksi fotosensitifitas. Penyebab erupsi obat yang paling umum pada wanita lanjut usia adalah vitamin dan suplemen (formulasi chondroitin sulfat/glukosaminn); campuran herbal; formulasi hormonal; antibiotik termasuk penisilin, ampisilin, amoksisilin, trimethoprim-sulfametoksazol; beberapa statin; obat kardiovaskular (catopril, levamisol); dan agen-agen anti-inflammatory non-steroid.
   
Pendekatan-pendekatan untuk mengevaluasi erupsi obat yang mungkin adalah:
Telaah daftar obat lengkap dengan perhatian khusus pada ketepatan waktu obat yang sedang digunakan. Tanya pasien kapan masing-masing obat dimulai. Dorong pasien untuk membawa obat ke kantor pemeriksaan.
Telaah produk-produk yang dijual bebas. Mulai di pagi hari dan teruskan sampai seharian, akhiri dengan bantuan tidur.
Telaah kebiasaan makan, termasuk makanan-makanan baru. Seringkali membantu untuk menanyai pasangan/partner.
Wawancara pasien, pasangan/keluarga/perawat sekurang-kurangnya tiga kali pada kondisi berbeda untuk memungkinkan mengetahui ingatan.

Intertrigo
   
Intertrigo sering ditemukan pada wanita lanjut usia. Secara klinis kondisi ini tampak sebagai daerah-daerah bermaserasi eritematosa pada lipatan-lipatan kulit. Lesi ini bisa berupa lecur (burn) atau gatal, dan ketika berkembang, fisur, erosi, dan bahkan infeksi bisa terjadi. Area submamma merupakan tempat yang paling sering terlibat, tetapi daerah lain yang terkena mencakup kulit subaksillary, genitokrural, gluteal, dan kulit interdigital. Penyebab utama intertrigo adalah gesekan yang dihasilkan dari dua permukaan yang berhadapan. Disamping kulit yang redundan, faktor-faktor risiko untuk terjadinya intertrigo mencakup obesitas, panas, cuaca lembap, pakaian basah, sering berkeringat dan lama, dan diabetes. Daerah-daerah yang bermaserasi bisa diduduki oleh jamur dan dermatofita. Infeksi sekuder bisa terjadi dengan candida dan bakteri termasuk streptococci, stafilococci, pseudomonas, atau corunebakteria. Walaupun intertrigo memiliki gambaran klinis yang berbeda, diagnosa-diagnosa banding lainnya bisa diabaikan, termasuk eritrasma, dermatitis seborheik, psoriasis invers, tinea cruris, dan lichen simplex chronicus. Pengobatan untuk intertrigo melibatkan sebuah review lengkap terhadap sistem-sistem yang memiliki pertimbangan khusus tentang diabetes yang bersangkutan. Pengobatan difokuskan pada peredaan maserasi dan pengobatan setiap infeksi yang bersangkutan. Maserasi bisa dikurangi dengan agen-agen pengering, pakaian non-oklusif, pengaturan udara, dan penurunan berat badan. Sebuah telaah tentang pembersihan dan pengeringan yang baik harus dilakukan.
   
Pengering hembus udara hangat (tidak panas) bisa membantu mengeringkan area submamma pada wanita yang memiliki payudara berjumbai atau lipatan-lipatan kulit yang menonjol. Sabun-sabun antibakteri ringan sangat baik untuk pencegahan dan perawatan, tetapi bisa mengasari dan mengiritasi kulit yang terinflamasi akut. Antibiotik topikal yang sesuai atau agen antijamur bisa digunakan untuk mengobati intertrigo. Obat-obat sistemik mungkin diperlukan untuk kasus-kasus yang parah atau membandel.

Dermatitis seborheik
   
Dermatitis seborheik sering ditemukan dan salah didiagnosa atau diabaikan pada orang lanjut usia. Wanita lanjut usia yang mengeluhkan ruam wajah atau kemerahan sering diberikan diagnosis kulit kering atau rosasea, padahal sebenarnya mereka mengalami dermatitis seborheik. Walaupun dermatitis seborheik mengenai bayi dan orang-orang yang lebih muda, kondisi ini menjadi lebih umum seiring dengan menuanya usia. Dermatitis seborheik pada orang lanjut usia bisa terkait lebih sering dengan keterlibatan genitokrural yang menyerupai tinea cruris atau intertrigo. Keterlibatan kulit kepala sering terjadi. Gambaran klinis sangat bervariasi mulai dari plak-plak eritematosa ringan dengan scaling pada kelopak mata, glabella, dan daerah malar pada wajah, sampai pada skala-skala yang tebal, kuning, dan berminyak atau bercak-bercak eritematosa. Dermatitis seborheik bisa lebih umum pada orang-orang yang mengalami gangguan neurologik seperti penyakit Parkinson, infark ischemik, dan penyakit Alzheimer. Ini juga bisa terkait dengan diabetes mellitus. Kenampakannya yang tiba-tiba pada orang lanjut usia bisa menunjukkan masalah medis bersangkutan. Opsi-opsi pengobatan mencakup pembersihan dengan selenium sulfida, zink pyrithion, atau preparasi-preparasi yang mengandung ketokonazol, dan pengaplikasian krim ketokonazol topikal. Preparasi-preparasi kortikosteroid topikal cukup efektif, tetapi terkhusus ketika digunakan dalam konsentrasi tinggi atau selama periode waktu yang lama bisa menyebabkan rosasea steroid, telangiektasia, atau atropi, khusuanya ketika digunakan pada wajah perempuan. Krim pimekrolimus topikal dan salep takrolimus, baik sendiri maupun dikombinasikan dengan shampo ketokonazol atau krim, telah digunakan secara efektif untuk pengobatan dermatitis seborheik wajah.

Herpes zoster
   
Kejadian herpes zoster meningkat pada wanita dan pria lanjut usia. Komplikasi utama dari herpes zoster pada lanjut usia adalah terjadinya neuralgia post-herpetik, kejadian yang mencapai 20% pada orang yang berusia 60 tahun atau lebih. Erupsi dermatoma unilateral biasanya tampak sebagai papula-papula eritematosa atau vesikula-vesikula yang terkait dengan nyeri, lecur, atau gatal. Jarang pasien hanya mengeluhkan nyeri lecur atau gatal pada sebuah distribusi dermatoma (zoster sine herpete). Karena beberapa presentasi cukup tipikal atau temuan fisik minimal, diagnosis tepat memerlukan indeks kecurigaan yang tinggi. Diagnosis dan pengobatan dini untuk herpes zoster bisa meminimalisir itensitas dan durasi neuralgia postherpetik. Apakah lesi kulit ada atau tidak, terapi antiviral sistemik harus dimulai dengan cepat, dan paling efektif jika dimulai dalam 72 jam setelah onset gejala. Asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir semuanya adalah obat yang cocok, dan fungsi ginjal pasien harus dipertimbangkan ketika menentukan dosis. Penggunaan kortikosteroid topikal dalam pencegahan neuralgia postherpetik masih kontroversial, dan terkhusus pada pasien yang mengalami kondisi lainnya risiko dan manfaat harus dipertimbangkan secara cermat sebelum digunakan. Vaksinasi varisella yang sekarang ini rutin ditawarkan kepada anak-anak bisa membantu mengurangi kejadian herpes zoster pada generasi-generasi mendatang.

Aktinik keratosis
   
Aktinik keratosis (AK) merupakan lesi kulit pra-kanker yang paling umum. Lesi ini terjadi utamanya pada tipe kulit terang. Kondisi ini mengenai lebih dari 50% orang berkulit terang di iklim panas. Diagnosis AK telah meningkat di Amerika Serikat. Ini bisa dikaitkan dengan penuaan populasi yang meningkat dan kesadaran yang semakin meningkat tentang AK sebagai sebuah prekursor terhadap karsinoma sel skuamus. AK muncul pada permukaan-permukaan tubuh yang terpapar sinar matahari dan fotodamage menyertainya. Secara klinis, lesi-lesi ini bisa berupa skala-skala putih kasar yang mendasari sebuah makula atau papula coklat kemerahan atau berwarna seperti kulit. Lesi-lesi ini juga bisa didiagnosa paling baik dengan meraba pada permukaan kulit. Aktinik keratosis kemungkinan paling signifikan karena risiko progresinya menjadi kanker kulit. Terdapat bukti histologis yang didukung oleh korelasi patologi klinis yang menunjukkan progresi AK menjadi karsinoma sel skuamus invasif dan insitu (SCC). Aktinik keratosis juga bisa berfungsi sebagai penanda untuk orang-orang yang memiliki risiko meningkat untuk terjadinya melanoma ganas. Kenampakan kosmetik dan perasaan kasar dari AK bisa menjadi alasan mengapa pasien lansia mencari perhatian medis; pada beberapa kasus, pasien merasakan AK sebagai kulit kering. Ini memberikan peluang yang sangat baik untuk membahas perawatan kulit umum, prinsip-prinsip penghindaran sinar matahari, proteksi matahari ultraviolet (UV), dan kebutuhan akan pemeriksaan kulit secara reguler untuk mencegah kejadian dan pertumbuhan pra-kanker.
   
Pengobatan untuk AK harus diarahkan untuk usia dan kemampuan pasien dan harus mengatasi tiga hal penting: profilaksis, destruksi, dan perawatan preventatif. Ahli dermatologi terlatih dengan baik untuk memilih agen-agen dan merancang sebuah protokol pengobatan yang melibatkan ketiganya (Tabel 2).

Profilaksis
   
Profilaksis melibatkan penghindaran sinar matahari dan proteksi UV, termasuk penggunaan sunscreen secara reguler. Retinoid topikal telah terbukti mencegah pembentukan AK.

Destruksi lesi
   
Opsi-opsi pengobatan untuk AK pada wanita lanjut usia mencakup:

Kriosurgeri. Nitrogen cair kemungkinan merupakan pengobatan yang paling sering digunakan. Pengaplikasian dengan Q-tip atau dengan semprotan bisa menghasilkan keropeng scaling yang memerlukan waktu beberapa pekan untuk sembuh. Perawatan ini sangat baik digunakan pada lesi-lesi tersendiri. Hipopigmentasi bisa terjadi ketika digunakan pada tipe kulit gelap atau tersamak.
Kemoterapi topikal. 5-fluorourasil, imiquimod, dan diklofenat sodium yang diaplikasikan secara lokal menjadi pengobatan yang semakin banyak dipilih untuk AK. Produk-produk ini sangat cocok untuk berbagai AK, yang sering muncul di kulit dahi yang rusak akibat sinar matahari, juga pada dada dan lengan bawah.
   
Masing-masing agen memiliki mekanisme aksi sendiri dan sebuah review terhadap risiko-risiko potensial dan komplikasi agen-agen ini sangat direkomendasikan sebelum penggunaannya. Masalah yang paling sering adalah terjadinya reaksi berlebihan terhadap produk. Ini bisa terjadi setelah reaksi cepat dari berbagai lesi pra-kanker pada sebuah area kecil, atau bisa dihasilkan oleh dermatitis kontak terhadap agen itu sendiri atau salah satu dari agen wahana/vehicle. Reaksi-reaksi berlebihan selain dermatitis kontak bisa diobati dengan menghentikan agen selama beberapa hari dan melanjutkannya dengan jumlah dosis yang dikurangi. Preparasi-preparasi kortikosteroid topikal pasca-perawatan bisa mengurangi inflamasi akibat respon berlebihan. Untuk mengurangi kecemasan, pasien harus diberitahukan sebelum pengobatan mengenai respons-respons yang bisa diharapkan. Agen-agen ini bisa digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan kriosurgeri nitrogen cair.
Terapi fotodinami. Terapi fotodinami melibatkan pengaplikasian sebuah zat warna pemeka seperti asam 5-aminolevulinat, yang berakumulasi pada lesi-lesi pra-kanker. Setelah masa inkubasi yang sesuai, area ini dipaparkan terhadap cahaya dan lesi klinis dan subklinis dimusnahkan dengan radikal-radikal bebas oksigen yang terjadi dalam reaksi cahaya. Efek-efek samping bisa mencakup ketidaknyamanan selama pengobatan dan eritema pasca-prosedur.

Perawatan dan pencegahan
   
Rajin menggunakan sunscreen sangat diperlukan. Peel kimiawi, pengobatan topikal, dan terapi-terapi berbasis cahaya telah menunjukkan efektifitas dan menjanjikan.

Kanker kulit non-melanoma dan melanoma ganas
   
Karsinoma sel basal (BCC) dan  SCC adalah neoplasma ganas yang pertama dan kedua paling umum di kulit pada populasi kulit putih, dengan perkiraan 900.000 dan 200.000 kasus per tahun, masing-masing. Kejadian tumor-tumor ganas ini meningkat seiring dengan usia dan terkait langsung dengan keterpaparan terhadap radiasi UV dan derajat pigmentasi kulit bawaan. Kejadian lebih tinggi pada pria dibanding wanita; akan tetapi, kejadian pada wanita telah menjadi tetap belakangan ini. BCC dan SCC terjadi pada tipe-tipe kulit etnis termasuk Amerika Afrika, tetapi dengan prevalensi yang jauh lebih rendah. Kejadian melanoma ganas telah meningkat pada wanita. Melanoma maligna lentigo (LMM) merupakan varian yang paling tidak umum dari melanoma kutaneous, dengan mewakili 4% hingga 15% dari semua pasien melanoma. Ini didiagnosa paling sering pada pasien lanjut usia, dengan usia rata-rata pada diagnosis adalah 65 tahun. LMM merupakan sebuah lesi terselubung yang tumbuh dengan lambat yang bisa menyerupai bercak kecoklatan yang membesar. LMM memiliki kebanyakan gambaran atipikal (ABCD) yang terkait dengan melanoma. Agen-agen kemoterapeutik topikal terus diteliti untuk pengobatan kanker non-melanoma (NMSC) dan LMM. Penelitian awal cukup menjanjikan dan memberikan sebuah alternatif bagi pasien lanjut usia yang tidak ingin atau tidak dapat mentolerir prosedur bedah yang berpotensi lama. Pada populasi ini, debulking NMSC besar dengan menggunakan agen kemoterapeutik topikal sebelum bedah bisa menjadi pilihan. Walaupun terkadang tidak ditemukan, pemeriksaan kulit lengkap penting pada pasien-pasien lanjut usia, khususnya mereka yang berisiko tinggi untuk mengalami kanker kulit. Pemeriksaan kulit seluruh tubuh harus mencakup pemeriksaan kulit kepala, daerah submamma (Gbr. 2), dan ruang digital web dimana kanker kulit biasa dengan mudah tidak terdeteksi.

Purpura surya
   
Purpura surya yang paling sering ditemukan pada wanita lanjut usia disebabkan oleh trauma dan tekanan-tekanan torsional pada kulit yang rusak akibat cahaya. Penggunaan agen-agen pengurang darah seperti aspirin, NSAID, dan kumadin bisa berkontribusi bagi purpura (lihat bagian Kulit Tipis).

Alopesia pada wanita lanjut usia
   
Alopesia bukan merupakan temuan yang sering pada wanita lanjut usia. Walaupun obat, penyakit kronis, dan telogen effluvium bisa menyebabkan alopesia, kebanyakan alopesia pada kelompok umur ini disebabkan oleh kehilangan rambut pola wanita (FPHL). Frekuensi dan keparahan FPHL meningkat seiring dengan usia. FPHL dimulai kapan saja pada menarche sebelumnya dan cenderung memiliki salah satu dari dua pola: penipisan sentral difus atau penipisan frontal. Kebanyakan wanita yang mengalami FPHL tidak memiliki bukti biokimia tentang kelebihan androgen. Ada sekelompok wanita yang memiliki andogen berlebih yang terkait dengan hirsutisme, acne, dan haid tidak teratur. Ini biasanya ditemukan pada kelompok umur yang lebih muda. Uji screening mencakup testosteron bebas atau total testosteron dan dehidroepiandrosteron (DDHEA). Kadar abnormal dari testosteron lebih besar dibanding dua setengah kali normal, atau lebih dari 200 mg/dL. DHEA abnormal lebih besar dari dua kali normal atau 400 µg/dL. Kadar abnormal pada wanita postmenopausal memerlukan evaluasi untuk tumor yang terkait.
   
Ada beberapa pengobatan medis yang tersedia untuk FPHL. Saat ini larutan minoxidil 2% merupakan satu-satunya pengobatan yang disetujui FDA untuk alopesia androgenetik pada wanita. Larutan 5% juga efektif, meskipun tidak disetujui oleh FDA, dan bisa menghasilkan hipertrikosis wajah. Wanita yang berusia lebih dari 65 tahun yang mengalami hiperandrogenisme bisa merespon terhadap spironolakton, 100 sampai 200 mg/hari. Karena efek diuretik dari spironolakton, pasien harus diinstruksikan untuk tetap terhidrasi. Potasium darah harus dipantau. Finasterida 1 mg/d tidak terbukti efektif pada wanita postmenopausal yang mengalami FPHL, walaupun ada beberapa laporan tentang meningkatnya pertumbuhan rambut seiring dengan penggunaannya. Perawatan bedah untuk kerontokan rambut mencakup transplan rambut dan reduksi kulit kepala. Ini digunakan utamanya pada pria. Industri restorasi rambut komersial sedang dikembangkan. Wig, rambut palsu, sistem rambut (basa-basa adhesif dengan lembaran-lembaran rambut yang melekat), dan ekstensi rambut (seperti ombak rambut) bisa menutupi kulit kepala yang terbuka. Bubuk, semprotan, dan stik yang diwarnai untuk menyamarkan daerah-daerah yang tidak berambut juga sudah tersedia. Internet merupakan sumber yang sangat baik untuk bantuan-bantuan kosmetik ini.

Rosasea
   
Rosasea adalah gangguan kulit umum yang mencapai puncak pada dekade ke-3 dan ke-4. Wanita lebih sering terkena dibanding pria pada tahap-tahap awal dengan rasio 3:1 dan memiliki perjalanan yang lebih ringan. Mereka lebih besar kemungkinannya dibanding pria untuk mengalami rhinophyma tahap akhir. Rosasea terkait dengan elastosis surya. Sebuah sistem klasifikasi baru yang dikembangkan oleh National Rosacea Society bisa membantu seorang dokter dalam menentukan rencana pengobatan:

Subtipe 1: wajah kemerah-merahan; bisa merespon terhadap metronidazol topikal, asam azelaik, laser vaskular, sinar pulsa intens jika diperlukan.

Subtipe 2: papula dan pustula; pengobatan dengan terapi kombinasi yang bisa mencakup antibiotik topikal dan sistemik. Imunomodulator topikal bisa efektif.

Subtipe 3: Tonjolan kulit pada wajah, penebalan (rhinophyma); pengobatan dengan antibiotik sistemik dikombinasikan dengan laser-laser ablatif.

Subtipe 4: Rosasea okular; perujukan ke ofthalmologi, antibiotik sistemik, air mata buatan.
Pengobatan topikal yang bisa bermanfaat pada rosasea adalah asam azelaik, produk yang berbasis clindamycin/benzoil peroksidase, produk-produk retinaldehid, natirum sulfasetamida/sulfur, produk-produk vitamin C dan turunan-turunannya. Pengobatan sinar/laser saja atau dikombinasikan dengan obat topikal dan sistemik telah menunjukkan efikasi.

Isu-isu hukum pada wanita lanjut usia
   
Dengan jumlah populasi lanjut usia yang semakin meningkat, para ahli dermatologi akan dihadapkan pada pembuatan keputusan perawatan kesehatan yang akan berdampak terhadap pasien dan keluarga pasien dan perawatan pengasuhnya. Otoritas hukum untuk undang-undang keputusan kesehatan lanjut yang menjadi efektif pada tanggal 1 Juli 200, menentukan keputusan perawatan kesehatan sebagai setiap keputusan yang dibuat oleh pasien atau agen pasien, pengasuh, atau wali berkenaan dengan perawatan medis. Keputusan-keputusan ini mencakup:
Pemilihan dan penghentian penyedia perawatan kesehatan

Persetujuan atau penolakan uji diagnostik, prosedur bedah, dan program-program pengobatan
Arahan-arahan untuk menyediakan, menyita, atau menarik gizi buatan, hidrasi, dan perawatan, termasuk resusitasi kardiopulmonary.

Pasien-pasien lanjut usia yang tidak mampu berbicara atau berkomunikasi untuk diri mereka sendiri harus mendapatkan arahan perawatan kesehatan lanjutan (AHCD). Arahan ini mencakup instruksi perawatan kesehatan individu dan kuasa pengacara untuk perawatan kesehatan. AHCD tidak hanya untuk situasi kritis; juga bisa diperlukan untuk ketidakmampuan sementara, yang bisa terjadi bagi setiap orang pada usia berapapun.
   
Kuasa Pengacara untuk Perawatan Kesehatan (PAHC) merupakan sebuah dokumen tertulis yang menunjuk seorang agen untuk membuat keputusan perawatan kesehatan. Dokumen ini sebelumnya dikenal sebagai kuasa pengacara untuk kesehatan yang berlaku lama. Pasien-pasien lanjut usia yang hidup lebih lama dari keluarga atau teman atau yang terisah secara geografis dari keluarga harus memiliki instruksi perawatan kesehatan individual.  Ini menjelaskan kemampuan pasien untuk membuat arahan-arahan lisan atau tulisan untuk nya dan kesehatannya sendiri tanpa harus menyebutkan sebuah agen atau PAHC.
   
Tanpa adanya PAHC dokter biasanya beralih ke keluarga berikutnya untuk membuat keputusan perawatan kesehatan bagi orang-orang yang memiliki ketidakmampuan, selama belum ada ketidaksetujuan dari keluarga. PAHC juga penting untuk pasangan yang belum menikah dan partner domestik. California mengakui dan memberlakukan sebuah pengarah kesehatan tertulis atau PAHC. Tidak semua negara bagian mengakui PAHC California. Untuk pasien yang pada saat musim panas atau musim dingin berada di luar negara, sebuah format luar-negara yang disetujui harus digunaan. Penjagaan merupakan standar baku yang diberikan oleh pengadilan untuk individu yang cacat. Mandat dari pengadilan lah yang memberikan otoritas penuh kepada seseorang untuk membuat keputusan medis.

Ringkasan
   
Wanita saat ini hidup lebih lama, dengan terdiri dari kebanyakan orang yang berusia 65 tahun ke atas. Kebutuhan dermatologi mereka cukup berbeda dan lintas batas etnis dan budaya. Harapan hidup yang meningkat telah meningkatkan kejadian gangguan kulit. Identifikasi dan pengobatan kondisi-kondisi ini cukup penting untuk dokter yang melakukan praktek.

Comments

Popular posts from this blog

Kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis pemfigus vulgaris

Sintesis Kolagen

Hubungan antara Penggunaan DMPA (Depot Medroksiprogesteron) dengan Perdarahan Uterin yang Meningkat pada Wanita yang Memiliki Berat-badan-berlebih dan Gemuk