Karakterisasi in situ limfosit T dan B pada karsinoma sel basal di daerah kepala dan leher

Abstrak

Sebanyak 20 kasus karsinoma sel basal (BCC) pada daerah kepala dan leher diperiksa secara imunohistokimia untuk mendeteksi limfost T dan B. Hasilnya menunjukkan bahwa infiltrat limfosit padat di sekitar sel-sel neoplastis BCC sebagian besar terdiri dari limfosit T. Infiltrat limfosit sebagian menunjukkan pola folikel limfosit kecil disertai sel-sel T yang terletak di daerah perifer dan sel-sel B di daerah sentral. Dominasi limfosit T pada BCC menunjukkan adanya respons imun berperantara sel lokal. Akan tetapi, keberadaan limfosit B menandakan kemungkinan reaksi imun humoral. Sel-sel T bisa bertanggungjawab untuk meregulasi proliferasi, sehingga juga pertumbuhan, dari sel-sel epitelium ganas pada BCC.

Pendahuluan
   
Karsinoma sel basal (BCC) adalah sebuah neoplasma epitelium ganas dan merupakan kanker yang paling umum pada daerah kepala dan leher. Walaupun tumor ini termasuk tumor yang lambat pertumbuhannya sehingga jarang bermetastasis, namun mampu menyebabkan destruksi jaringan lokal yang ekstensif. Tumor ini dikenal sebagai neoplasma kulit; akan tetapi, terkadang ada kasus BCC yang muncul pada membran mukosa mulut. Tumor ini paling umum pada bagian-bagian kulit yang terpapar sinar matahari, yang mana dianggap sebagai salah satu faktor etiologi yang mungkin. Kebanyakan kasus yang dilaporkan muncul pada wajah dan leher, khususnya pada hidung, pipi dan lipatan nasiolabial.
   
BCC kulit pada umumnya diyakini muncul dari lapisan sel basal epitelium yang terkait dengan struktur-struktur adneksal epidermal. Asal-usul kasus BCC yang terjadi pada mulut masih belum pasti, tetapi diduga berasal dari sel-sel pluripotensial dalam lapisan basal atau dari kelenjar sebasea hipertropi.
   
Infiltrasi limfosit jaringan tumor pada BCC merupakan sebuah temuan mikroskopis yang umum diamati dan dianggap sebagai bukti dari respons imunologi “host versus tumor”. Mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi sel-sel kompeten imunologis diantara infiltras sel mononuklear karena sel-sel ini bisa menambah reaksi imunologi terhadap tumor. Akan tetapi, pengidentifikasian fenotip in situ terhadap dua sel utama sistem imun ini tidak bisa dilakukan secara meyakinkan berdasarkan morfologinya sebab keduanya identik secara morfologi. Teknik imunohistokimia dengan menggunakan pengenalan antibodi monoklonal sel B dan T telah terbukti dapat mengatasi masalah ini pada berbagai kondisi patologik.
   
Untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan tentang hubungan antara tumor dan host, penelitian kali ini dilakukan untuk menentukan fenotip infiltrat limfosit secara in situ di sekitar jaringan tumor BCC melalui penggunaan antibodi-antibodi monoklonal terhadap populasi sel T dan B.

Pembahasan
   
Pada penelitian kali ini, penggunaan antibodi monoklonal melalui teknik imunohistokimia memungkinkan untuk membedakan antara sel T dan sel B dalam infiltrat-infiltrat limsoti pada irisan-irisan jaringan berparafin. Ini tidak mungkin dilakukan dengan irisan-irisan jaringan yang diberi tanda secara konvensional (H&E).
   
Dominasi limfosit T yang lebih besar dibanding limfosit dari sel B merupakan ciri yang jelas dari infiltrat limfosit pada BCC. Ini menunjukkan bahwa infiltrat sel mononuklear di sekitar BCC sebagian besar mewakili respon imun berperantara sel, sebagaimana disebutkan dalam penelitian-penelitian lain.
   
Hasil ini sejalan dengan penelitian-penelitian tentang hipersensitifitas tertunda yang telah menunjukkan populasi sel T bersirkulasi yang sangat berkurang, yang menandakan imunitas berperantara sel yang tertekan pada neoplasma kepala dan leher. Konsentrasi sel T in situ bisa berkontribusi bagi sirkulasi tipe sel sama yang relatif berkurang.
   
Dengan berdasar pada pendapat bahwa insiden sinar ultraviolet pada kulit menyebabkan gangguan sel-sel Langerhans dan menginduksi sel-sel T penekan, maka dominasi sel T dapat dijelaskan sebagai sebuah faktor-tambahan dalam terjadinya neoplasma. Walaupun sub-sub kelompok sel T tidak diidentifikasi pada penelitian kali ini, namun dominasi sel T yang diidentifikasi sebagian mendukung pendapat ini. Jika dominasi sel-sel T ditemukan sebagai sub-kelompok penekan T, ini bisa menjelaskan mengapa sel B hanya sedikit ditemukan dalam jaringan tumor, begitu juga dengan sel-sel plasma.
   
Akan tetapi, anggapan ini tidak absah jika diterapkan pada kasus-kasus BCC yang terjadi pada mulut. Salah satu faktor etiologi alternatif yang mungkin dalam kasus-kasus ini didasarkan pada hipotesis bahwa gangguan sistem imun tampak memungkinkan patogenesis kanker kulit pada pasien-pasien yang imunodefisien. Akan tetapi, data klinis tentang keadaan imunologi pasien tidak memungkinkan dibuktikannya hipotesis ini.
   
Pendeteksian limfosit-limfosit yang menginfiltrasi tumor secara interepitelium tidak mungkin tanpa menggunakan teknik imunohistokimia. Limfosit-limfosit ini tidak bisa dibedakan secara meyakinkan dari sel-sel tumor yang padat dengan menggunakan irisan-irisan yang diberi tanda H&E karena kedua sel ini (sel tumor dan limfosit) menunjukkan inti yang padat.
   
Seperti yang dilaporkan oleh peneliti lain, kedekatan sel-sel T ke sel-sel neoplastis menunjukkan bahwa sel-sel ini bisa dianggap sebagai sel-sel efektor. Usulan ini didasarkan pada temuan yang dilaporkan sebelumnya bahwa sel-sel T yang mengekspresikan antigen-antigen aktivasi sering berdekatan dengan sarang tumor (tumour nest). Lebih daripada itu, sel-sel epitelium yang terletak di daerah perifer pada banyak tumor telah ditunjukkan bereaksi dengan antigen-antigen aktivasi pertumbuhan yang disekresikan oleh sel-sel T seperti OKT9. Berdasarkan data-data ini, diduga bahwa sel-sel T intraepitelium yang terdapat di daerah perifer bisa memegang sebuah peranan dalam meregulasi aktivitas proliferatif dari sel-sel tumor epitelium periferal. Sebelumnya telah diduga bahwa sel-sel tumor ini bertanggungjawab atas pertumbuhan tumor dan proliferasinya di dalam sarang tumor tersebut.
   
Sebuah penelitian terbaru tentang antigen histokompatibilitas utama kelas II (HLA-DR) pada BCC menunjukkan reaksi kuat dengan antigen ini pada sel-sel epitelium neoplastis serta dalam infiltrat inflammatory, dimanapun mereka terdapat berdekatan satu sama lain. Telah diduga bahwa ini bisa menjadi bukti dari partisipasi sel-sel T dalam sebuah respons imun seluler terhadap proliferasi BCC.
   
Walaupun dalam penelitian ini sel-sel B kurang sering ditemukan dibanding sel T, namun keberadaannya bisa menandakan sebuah peranan sel B yang mungkin dalam reaksi imun dalam hubungan antara tumor dan host. Ini sesuai dengan pendapat bahwa tumor-tumor spontan bisa menimbulkan respons antibodi terhadap antigen-antigen yang terkait tumor.
   
Pengidentifikasian folikel-folikel limfoid pada beberapa kasus dengan distribusi sel B dan limfosit T periferal yang normal bisa mewakili sebuah reaksi imun yang terorganisir parsial terhadap antigen-antigen tumor. Data yang serupa telah memberikan dukungan tambahan terhadap pendapat ini.
   
Dua mekanisme yang digunakan oleh antibodi untuk berpartisipasi dalam destruksi sel tumor telah diusulkan. Pertama, aktivasi komplemen melalui antibodi-antibodi pengikat komplemen yang terikat ke membran sel tumor, menyebabkan lisis sel tumor tersebut. Mekanisme alternatif dari destruksi sel adalah sitotoksisitas berperantara sel dependen-antibodi oleh sel-sel NK.
   
Sebelumnya telah dilaporkan bahwa limfosit B adalah salah satu diantara berbagai sel penampil antigen karena mengekspresikan molekul MHC kelas II, yang berinteraksi dengan sel-sel reseptor sel T dan sel-sel T CD4 atau CD4+. Sebagai sel-sel penampil antigen, mereka juga terikat ke antigen spesifik, menginternalisasinya dan kemudian mendegradasi antigen menjadi peptida-peptida, yang terkait dengan molekul MHC kelas II. ini adalah fragmen-fragmen penting yang terlibat dalam memicu sel-sel T, yakni menyebabkan diferensiasi dan proliferasi sel T. Karena sel T tidak bisa dipicu oleh antigen-antigen bebas, presentasi antigen harus ada untuk induksi imunitas berperantara sel.
   
Kedekatan limfosit B dengan tumor yang diamati dalam penelitian ini bisa mewakili kedekatan yang penting untuk kinerja mekanisme yang dijelaskan di atas.
   
Penelitian-penelitian lain telah melaporkan bahwa, dengan tumor yang diinduksi oleh retrovirus, imunisasi dengan virus bisa menimbulkan sebuah respons antibodi yang melindungi terhadap perkembangan tumor yang disebabkan oleh virus, tetapi respons antibodi hanya berkontribusi sedikit bagi pengendalian tumor yang telah diinduksi sebelumnya. Akan tetapi, antibodi-antibodi yang memiliki aktivitas minimal terhadap tumor primer bisa terikat ke sel-sel tumor yang bersirkulasi dan bisa mengganggu terjadinya metastasis jarak jauh.
   
Demikian juga, limfosit-limfosit B yang diamati dalam penelitian ini diantara pulau-pulau tumor bisa memberikan sebuah penjelasan tentang sifat BCC yang terlokalisasi, dengan menjadi tumor yang lambat tumbuh dan umumnya tidak bermetastasis.

Kesimpulan
   
Sebanyak 20 kasus karsinoma sel basal pada daerah kepala dan leher diteliti secara imunohistokimia untuk pendeteksian limfosit T dan B dengan antibodi-antibodi monoklonal.
   
Hasilnya menunjukkan bahwa infiltrat limfosit padat di sekitar sel-sel neopastis BCC sebagian besar terdiri dari limfosit T. Lebih sedikit imfosit B positif yang ditemukan. Sebagian infiltrat limfosit menunjukkan pola folikel lifmositik kecil dengan sel T yang terletak di daerah perifer dan sel B di daerah sentral. Disamping itu, pola-pola distribusi lain dari sel T dan B ditemukan dalam kaitannya dengan sel-sel neoplastis epitelial. Berdasarkan hasil penelitian kali ini, bisa disimpulkan bahwa:

Karakterisasi in situ infiltrat limfosit menjadi metode tambahan untuk penyelidikan reaksi imun dalam hubungan antara tumor dan host pada BCC.

Dominasi limfosit T pada BCC menunjukkan respons imun berperantara sel lokal.
Keberadaan limfosit B menandakan bahwa reaksi-reaksi imun humoral juga bisa memegang sebuah peranan imunologik yang bisa diabaikan pada tumor-tumor seperti ini.

Sel-sel T yang berdekatan dengan sel-sel epitelium neoplastis bisa bertanggung jawab untuk meregulasi proliferasi dan pertumbuhan sel-sel epitelium ganas semacam ini pada BCC.

Limfosit-limfosit B in situ diantara pulau-pulau tumor bisa berkontribusi bagi sifat BCC yang terlokalisasi dan umumnya tidak bermetastasis.

Comments

Popular posts from this blog

Kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis pemfigus vulgaris

Sintesis Kolagen

Herpes Genital