Kasus mysetoma yang berhasil diobati dengan itraconazol dan ko-trimoksazol

Ringkasan

Seorang wanita 29 tahun dengan banyak nodul yang membesar dan sinus-sinus berair pada kaki kanannya disajikan dalam penelitian ini. Salah satu nodul pada telapak kakinya dieksisi 15 tahun yang lalu dan sejak itu dia kembali mengalami sinus yang membesar dan berair yang dapat sedikit diredakan dengan antibiotik. Pemeriksaan MRI menunjukkan adanya massa dengan intensitas sinyal rendah pada citra T2W. Dalam granulomata, dideteksi berbagai fokus tidak-terang, dengan sinyal T1W dan T2W rendah yang kemungkinan besar mewakili bola-bola atau butiran-butiran jamur. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan kelompok-kelompok mikroorganisme yang menyerupai hifa jamur dan bakteri, yang dikelilingi oleh sel-sel infiltrat inflammatory bercampur dan distaining positif dengan PAS dan stain methenamin perak Gomori. Karena sedikit perubahan yang ditimbulkan oleh pengobatan itrakonazol selama 4 bulan (200 mg per hari), maka ko-trimoksazol (160 TMP/800 SMX 2x1) ditambahkan ke dalam resim pengobatan. Penyembuhan sempurna dideteksi dengan pemeriksaan MRI setelah 10 bulan dengan terapi kombinasi ini.

Studi Kasus
   
Seorang wanita 29 tahun mengeluhkan banyak nodul yang membesar dan sinus berair pada kaki kanannya. Penyakit ini telah mulai dideritanya 15 tahun yang lalu sebagai nodul tunggal pada permukaan plantar setelah tusukan kuku. Nodul ini telah dieksisi oleh seorang ahli bedah dan pemeriksaan histologis diinterpretasi sebagai “infeksi jamur”. Pada tahun-tahun berikutnya, dia mengalami serangan rekuren dari sinus yang membesar dan berair yang sedikit membaik dengan antibiotik seperti cefuroksim aksetil atau siprofloksasin.
   
Permeriksaan dermatologi menunjukkan pembengkakan kaki kanan dengan banyak sinus berair dan kerak pada permukaan dorsal dan plantar (Gbr. 1). Pemeriksaan bakteriologi dan jamur dari lubang-lubang sinus menunjukkan hasil negatif. Pemeriksaan sinar-X menunjukkan penebalan jaringan lunak tanpa keterlibatan tulang. Pemeriksaan MRI menunjukkan massa dengan intensitas sinyal rendah pada citra T2W. Granulomata terlihat hipointens pada citra-citra T1W dan menunjukkan perbaikan heterogen setelah pemberian material kontras intravenous (Gd-DTPA). Dalam granulomata, dideteksi berbagai fokus tidak terang, dengan sinyal rendah pada citra T1W dan T2W yang kemungkinan besar menunjukkan bola-bola atau butiran-butiran jamur (Gbr. 2a). Pemeriksaan mikologi langsung dan kultur-kultur jamur pada material biopsi bedah menunjukkan hasil negatif, tetapi Enterobacter cloacae tumbuh dalam kultur bakteriologi. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan kelompok-kelompok mikroorganisme besar yang menyerupai hifa jamur dan bakteri, yang dikelilingi oleh sel-sel infiltrat inflamatory bercampur, utamanya neutrofil (Gbr. 3a). Kelompok mikroorganisme ini menunjukkan hasil staining positif dengan PAS dan stain methenamin perak Gomori (Gbr. 3b).
   
Ciprofloxacin (500 mg 2x1) digunakan selama 15 hari terhadap Enterobacter cloacae. Intraconazol (200 mg per hari) digunakan selama 4 bulan; pemeriksaan MRI kontrol menunjukkan regresi minimal. Selanjutnya, kotrimaksol (160 TMP/800 SMX dua kali sehari) ditambahkan ke pengobatan. Setelah itu, pasien tidak mengalami lagi pembentukan sinus dan pembengkakan dan perbaikan signifikan diamati dengan pemeriksaan MRI setelah 6 bulan. Pasien menggunakan obat-obatan untuk 4 bulan tambahan dan remisi lengkap dicapai dengan pemeriksaan MRI (Gbr. 2b). Selama jalannya pengobatan, uji hematologi dan biokimia dilakukan setiap bulan; tidak ada efek samping yang diamati.

Pembahasan
   
Misetoma merupakan sebuah infeksi granulomatous pada jaringan dermal dan epidermal yang bisa meluas ke otot atau bahkan tulang. Tiga sub-tipe berbeda telah diidentifikasi: misetoma actinomycotik (yang disebabkan oleh organisme erobik dan anaerob berfilamen), misetoma eumikotik (yang disebabkan oleh fungi sejati) dan botriomikosis (yang disebabkan oleh bakteri sejati). Ketiga sub-tipe ini bisa memiliki gambaran klinis yang mirip.
   
Penyakit ini lebih umum pada negara-negara tropis dan sub-tropis, termasuk Timur Tengah. Agen-agen kausatif biasanya ditransmisikan dari tanah atau tanaman kepada pekerja luar rumah yang telanjang kaki. Evolusi misetoma berlangsung lambat, kebanyakan tidak nyeri dan prosesnya progresif sehingga kebanyakan pasien yang ditemukan adalah dewasa, yang mengalaminya beberapa tahun setelah infeksi terjadi. Pada saat presentasi, sering terjadi kerusakan jaringan yang ekstensif, terkadang disertai keterlibatan tulang.
   
Kultur jamur merupakan metode standar dalam diagnosis penyakit ini, akan tetapi, teknik ini cukup rumit, memakan banyak waktu dan ada kemungkinan terjadi kontaminasi yang dapat mempengaruhi hasil. Disamping itu, pengalaman diperlukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab. Terkadang evaluasi histopatologi bisa memungkinkan pembedaan organisme kausatif. Kultur jamur menunjukkan hasil negatif dan kami tidak bisa mengidentifikasi mikroorganisme penyebab dalam kasus yang kami sajikan. Tetapi pada irisan-irisan jaringan yang diperiksa secara histopatologi, butiran-butiran dengan bentuk bulat yang tersusun atas basilus berfilamen ditemukan. Basilus sangat tipis dan lebarnyak kurang dari 1 mikrometer, sehingga menandakan aktinomisetoma.
   
Teknik-teknik pencitraan, khususnya pemeriksaan dengan teknik MR sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan dalam penilaian terapi. Lesi-lesi kecil dengan intensitas sinyal rendah pada gambar-gambar T1W dan T2W dilaporkan pada misetoma. Temuan-temuan MRI untuk pengobatan yang berhasil mencakup pengurangan volume jaringan inflamatory, transformasi jaringan inflamatory menjadi fibrosis dan destruksi tulang yang berkurang. MRI dalam kasus kami menunjukkan massa dengan intensitas sinyal rendah pada citra T2W; dideteksi berbagai fokus tidak terang, dengan sinyal T1W dan T2W kemungkinan besar mewakili bola-bola atau butiran-butiran jamur. Efikasi pengobatan dievaluasi dengan pemeriksaan MRI periodik.
   
Agen-agen anti-jamur seperti ketoconazol atau itrakonazol digunakan dalam pengobatan misetoma eumisetik. Trimethoprim-sulfamethoksazol saja atau bersama dengan dapson merupakan pengobatan yang dipilih untuk aktinomisetoma. Amikacin digunakan untuk kasus-kasus resisten yang parah; bedah jarang digunakan untuk aktinomisetoma. Karena agen yang berperan dalam kultur tidak diidentifikasi, terapi kombinasi dengan itraconazol dan ko-trimoksazol diberikan, dan penyembuhan lengkap dicapai pemeriksaan MRI.

Comments

Popular posts from this blog

Kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis pemfigus vulgaris

Sintesis Kolagen

Herpes Genital