Ligan CD40 Terlarutkan Pada Sindrom-Sindrom Koroner Akut

Abstrak

Latar belakang. Ligan CD40 diekspresikan pada trombosit-trombosit dan dilepaskan dari trombosit-trombosit ini pada saat aktivasi. Kami meneliti kemungkinan penggunaan ligan CD40 terlarutkan sebagai penanda (marker) hasil klinis dan efek terapeutik dari inhibisi reseptor glikoprotein IIb/IIIa pada pasien yang mengalami sindrom-sindrom koroner akut.

Metode: Kadar ligan CD40 terlarutkan dalam serum diukur pada 1088 pasien yang mengalami sindrom koroner akut yang sebelumnya telah terdaftar dalam sebuah trial acak yang membandingkan absiksimab dengan plasebo sebelum angioplasti koroner dan pada 626 pasien yang mengalami nyeri dada akut.

Hasil. Kadar ligan CD40 terlarutkan meningkat (di atas 5.0 ug per liter) pada 211 pasien yang mengalami sindrom koroner akut (40,6 persen). Diantara pasien yang mendapatkan plasebo, ligan CD40 terlarutkan yang meningkat menandakan risiko kematian atau infarksi myokardial non-fatal yang meningkat signifikan selama enam bulan follow-up (hazard ratio tersesuaikan sebagaimana dibandingkan dengan pasien yang memiliki kadar ligan rendah [≤5,0 ug per liter] adalah 2,71; 95 persen interval kepercayaan, 1,51 hingga 5,35; P=0,001). Manfaat prognostik dari penanda ini dibuktikan pada pasien yang mengalami nyeri dada, yang pada mereka peningkatan kadar ligan CD40 terlarutkan mengidentifikasi yang mengalami sindrom koroner akut yang memiliki risiko tinggi untuk kematian atau infarksi miokardial non-fatal (hazard ratio tersesuaikan sebagaimana dibandingkan dengan yang memiliki kadar ligan rendah adalah 6,65; 95 persen interval kepercayaan, 3,18 hingga 13,89; P<0,001). Risiko yang meningkat pada pasien yang memiliki kadar ligan CD40 terlarutkan yang meningkat berkurang signifikan dengan pengobatan abciximab (hazard ratio tersesuaikan sebagaimana dibandingkan dengan yang mendapatkan plasebo adalah 0,37; 95 persen interval kepercayaan, 0,20 sampai 0,68; P=0,001), sedangkan tidak ada efek pengobatan signifikan dari abciximab pada pasien yang memiliki kadar ligan CD40 terlarutkan yang tinggi.

Kesimpulan. Pada pasien yang mengalami penyakit arteri koroner tidak stabil, peningkatan kadar ligan CD40 terlarutkan menandakan peningkatan risiko kejadian-kejadian kardiovaskular. Peningkatan kadar CD40 terlarutkan merupakan ciri khas dari sekelompok kecil pasien berisiko tinggi yang kemungkinannya terbantu oleh pengobatan anti-trombosit dengan abciximab.
   
Penegakan diagnosis yang tepat dan pelaksanaan pengobatan yang tepat pada pasien sindrom koroner akut yang tidak memiliki peningkatan segmen-ST bisa sangat memberikan tentangan tersendiri. Penanda (marker) yang sensitif dan spesifik untuk nekrosis sel-miokardial, utamanya troponin kardiak, telah menjadi sarana yang bermanfaat dalam pemeriksaan pasien sindrom koroner akut. Akan tetapi, troponin tidak secara aktif terlibat dalam patofisiologi sindrom koroner akut dan, justru, merupakan sebuah penanda alternatif untuk pembentukan trombi yang rapuh. Penanda aktivasi trombosit yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas penyakit bahkan sebelum nekrosis miokardial terjadi bisa memberikan informasi pelengkap yang penting untuk kepuasan diagnostik dan terapeutik pasien sindrom koroner akut.
   
Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa ligan CD40 memegang peranan penting dalam perkembangan penyakit dan destabilisasi plak. Sistem ligan CD40-CD40 tersebar luas pada berbagai sel leukosit dan non-leukosit, termasuk sel-sel endotelium dan sel-sel otot halus, dan pada trombosit-trombosit yang teraktivasi. Ligan CD40 juga terdapat dalam bentuk yang dapat larut (soluble) yang sangat aktif biologis, disebut ligan CD40 terlarutkan, yang keluar dari limfosit-limfosit terstimulasi dan secara aktif dilepaskan setelah stimulasi trombosit. Ligan CD40 terlarutkan bersifat proinflammatory untuk sel-sel endotelium dan mempromosikan koagulasi dengan menginduksi ekspresi faktor jaringan pada monosit dan sel-sel endotelium. Lebih daripada itu, ligan CD40 terlarutkan mengandung satu urutan KGD, sebuah motif pengikatan yang spesifik untuk integrin trombosit utama αIIbβ3. Ligan CD40 telah ditunjukkan sebagai ligan αIIbβ3 (glikoprotein IIb/IIIa) dan agonis trombosit dan diperlukan untuk stabilitas trombi arterial.
   
Data-data ini menunjukkan bahwa ligan CD40 terlarutkan memegang peranan penting dalam patofisiologi sindrom koroner akut. Wanita-wanita sehat dengan kadar ligan CD40 terlarutkan dalam plasma yang meningkat telah dibuktikan berisiko meningkat untuk mengalami penyakit-penyakit kardiovaskular. Peningkatan kadar ligan CD40 terlarutkan dapat dideteksi dalam serum pasien yang mengalami sindrom-sindrom koroner akut. Demikian juga, kami meneliti manfaat prediktif kadar ligan CD40 terlarutkan dalam serum dalam kaitannya dengan penyakit-penyakit kardiak dan efek inhibitor glikoprotein IIb/IIIa abciximab pada pasien yang mengalami sindrom koroner akut yang terdaftar dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya (c7E3 Fab Antiplatelet Therapy in Unstable Refractory Angina [CAPTURE]).

Metode

Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
   
Penelitian dengan nama CAPTURE (c7E3 Fab Antiplatelet Therapy in Unstable Refractory Angina) yang dilakukan sebelumnya merekrut 1265 pasien dengan sindrom koroner akut yang mengalami nyeri dada rekuren saat istirahat terkait dengan perubahan-perubahan elektrokardiografi. Sebelum pengacakan, semua pasien didokumentasikan dengan angiografi koroner mengalami penyakit arteri koroner substansial, dengan stenosis sekurang-kurangnya 70 persen dari diameter arteri-koroner pada lesi biang yang cocok untuk angioplasti. Pasien diacak untuk mendapatkan abciximab atau plasebo, dan angioplasti koroner dijadwalkan 19 hingga 24 jam setelah perlakuan penelitian dimulai. Hasil akhir utama gabungan adalah kematian atau infarksi myokardial non-fatal selama 30 hari dan 6 bulan follow-up.

Pasien dengan Nyeri Dada Akut
   
Sebuah sampel validasi terpisah terdiri dari 636 pasien (465 laki-laki dan 161 perempuan; usia rata-rata [+SD] 62 +/-12 tahun) yang mengalami nyeri dada akut kurang dari 12 jam (mean, 5,1 +/-3,6) dan tidak memiliki peningkatan segmen ST pada elektrokardiografi. Keberadaan penyakit arteri koroner didokumentasikan berdasarkan salah satu dari beberapa kriteria berikut: bukti elektrokardiografi dari sichemia myokardial (perubahan segmen-ST baru atau inversi gelombang-T) atau sebuah riwayat penyakit jantung koroner (infarksi myokardial, revaskularisasi koroner, uji stress gerakan positif, atau stenosis dengan ukuran lebih dari 50 persen diameter luminal arteri koroner utama pada angiogram sebelumnya). Semua pasien ditindaklanjuti selama 30 hari untuk kejadian kematian atau infarksi myokardial nonfatal. Protokol penelitian disetujui oleh komite etika Badan Medis Hamburg, dan izin tertulis didapatkan dari masing-masing pasien.

Analisis Biokimia
   
Ligan CD40 terlarutkan, P-selektin terlarutkan, faktor nekrosis tumor dengan sensitifitas tinggi (TNF-alfa), dan molekul adhesi intra-seluler 1 diukur dengan uji ELISA (R&D Systems). Tropinin T diukur dengan uji ELISA elektroluminesensi (Elecsys 2010, Roche Diagnostics), and protein C-reaktif diukur dengan nefelometri (Behring BN II Nefelometer, Dade-Behring).

Aktivasi Trombosit In Vivo

Pada sebuah sub-kelompok yang terdiri dari 161 pasien dengan nyeri dada (131 pasien dengan sindrom koroner akut, 20 pasien dengan penyakit jantung koroner stabil, dan 10 pasien tanpa penyakit jantung koroner), aktivasi trombosit dinilai dengan sitometri alir dengan menggunakan antibodi-antibodi monoklonal spesifik-glikoprotein IIb terkonyugasi fikoerithrin (CD41, Dako) dan antibodi monoklonal spesifik P-selektin terkongyugasi fluorescein isotiosianat (FITC) (BD Pharmingen). Agregat-agregat trombosit monosit yang didefinisikan sebagai monosit yang positif untuk glikoprotein IIIa, dan nilai-nilainya dinyatakan sebagai persentase monosit-monosit agreagat.

Analisis Statistik
   
Untuk membedakan antara pasien yang memiliki tingkat risiko kardiak berbeda, sebuah analisis data eksplorasi dipilih. Model regresi proportional-hazard Cox digunakan untuk memperkirakan risiko relatif kejadian-kejadian kardiovaskular, dan pasien-pasien dikelompokkan menurut kuintil kadar ligan CD40 terlarutkan. Kami menganalisis efek karakteristik dasar dan penanda biokimia lain pada setiap hubungan yang diamati antara kadar ligan CD40 dan kejadian-kejadian kardiovaskular, dengan menggunakan model propotional-hazard Cox (dengan nilai P=0,01 yang diperlukan untuk memasukkan sebuah variabel ke dalam model). Semua hasil untuk variabel kontinyu dinyatakan sebagai nilai mean +/-Sd. Perbandingan antara kelompok dianalisis dengan uji-t two-sided. Variabel-variabel kategori dibandingkan dengan uji chi-square Pearson. Analisis Post hoc dilakukan dengan menggunakan model regresi propotional-hazard Cox, dengan kuintil untuk lidan CD40 terlarutkan sebagai sebuah variabel kategori dan kelompok kuintil dengan kadar terendah dari ligan  CD40 yang berfungsi sebagai kelompok referensi. Nilai P di bawah 0,05 dianggap mengindikasikan signifikansi statistik. Semua analisis dilakukan dengan software SPSS (versi 11.0).

Hasil

Pasien dengan sindrom koroner akut
   
Sampel-sampel awal tersedia untuk 1088 dari 1265 pasien dengan sindrom koroner akut (86 persen). Kadar ligan CD40 terlarutkan tidak berkorelasi dengan kadar troponin T terukur (r=0,14) atau protein C-reaktif (r=0,11).
Ligan CD40 terlarutkan dan risiko kardiovaskular
   
Sebanyak 544 pasien dalam kelompok plasebo penelitian ini dikelompokkan berdasarkan kadar ligan CD40 terlarutkan yang diukur pada awal penelitian, sebagai berikut: 100 dalam kuintil pertama (<1,93 ug per liter), 102 dalam kuintil kedua (1,93 sampai 3,50 ug per liter), 1,21 dalam kuintil ketiga (3,52 sampai 5,00 ug per liter), 114 dalam kunintil ke-empat (5,01 sampai 6,30 ug per liter), dan 106 dalam kuntil ke-lima (>6,30 ug per liter). Untuk periode 24-jam pertama sebelum angioplasti koroner, kejadian kematian atau infarksi myokardial nonfatal tidak berbeda signifikan diantara pasien-pasien pada kelompok-kelompok ini (P=0,13). Untuk waktu follow-up selanjutnya (72 jam, 30 hari, dan 6 bulan), jumlah kejadian secara signifikan lebih tinggi pada kuintil ke-empat (P=0,01, P=0,02, dan P=0,003, masing-masing) dan kuntil kelima (P=0,009, P=0,005, dan P=0,002, masing-masing) (Gambar 1).

Gambar 1. Hubungan antara kadar ligan CD40 terlarutkan dan jumlah kejadian kardiak (kematian atau infarksi myokardial nonfatal) pada 24 jam, 72 jam, 30 hari, dan 6 bulan diantara 544 pasien yang mendapatkan perlakuan plasebo.
   
Pasien dibagi ke dalam kuintil menurut kadar ligan CD40 terlarutkan dalam serum, sebagai berikut: kuintil pertama, dibawah 1,93 ug per liter; kuintil kedua, 1,93 sampai 3,50 ug per liter; kuintil ketiga, 3,51 sampai 5,00 ug per liter; kuintil ke-empat, 5,01 sampai 6,30 per liter; dan kuintil ke-lima, diatas 6,30 ug per liter. Nilai P adalah untuk tren pada masing-masing titik waktu.
   
Demikian juga, sampel pasien dibagi menjadi dua kelompok dengan kadar ligan CD40 terlarutkan yang lebih besar dari 5,0 ug per liter atau 5,0 per liter atau kurang; 221 pasien (40,6 persen) dikelompokkan memiliki kadar ligan CD40 terlarutkan yang tinggi dan 323 pasien dikelompokkan memiliki kadar rendah, tidak ada perbedaan utama untuk karakteristik awal kedua kelompok (Tabel 1). Kejadian kematian atau infarksi myokardial nonfatal lebih tinggi pada pasien yang memiliki kadar ligan CD40 terlarutkan meningkat sebelum angioplasti koroner (4,1 persen, berbanding 0,9 persen diantara pasien yang memiliki kadar ligan CD40 terlarut yang rendah; P=0,02) setelah 72 jam, sebuah periode dimana angioplasti koroner dilakukan pada semua pasien (13,1 persen berbanding 4,3 persen, P<0,001), setelah 30 hari (14,5 persen berbanding 5,3 persen, P<0,001), dan setelah 6 bulan (18,6 persen berbanding 7,1 persen, P<0,001) (Gambar 2 dan Gambar 3). Nilai prediktif dari ligan CD40 terlarutkan tidak tergantung pada ada atau tidak adanya nekrosis myikardial sebagaimana dibuktikan dengan kadar troponin T (Tabel 2). Diantara pasien yang negatif untuk troponin T, kadar ligan CD40 terlarutkan yang tinggi menandakan sebuah sub-kelompok yang berisiko meningkat untuk kejadian-kejadian kardiak (13,6 persen) yang secara signifikan tidak berbeda dari risiko pada pasien yang positif troponin T (14,0 persen, P=1,00).

Tabel 1. Karakteristik awal pasien dengan sindrom koroner akut yang secara acak dimasukkan ke dalam kelompok plasebo, berdasarkan adar ligan CD40 terlarutkan.

Gambar 2. Kurva Kaplan-Meier yang menunjukkan kejadian kumulatif kematian atau infarksi myokardial nonfatal selama enam bulan follow-up, menurut kadar ligan CD40 terlarutkan awal dalam kelompok plasebo (544 pasien) dan kelompok abciximab (544 pasien).

Kadar ligan CD40 terlarutkan yang tinggi didefinisikan sebagai kadar yang lebih besar dari 5,0 ug per liter, dan kadar rendah sebagai 5,0 ug per liter atau kurang.

Tabel 2. Hazard ratio untuk kematian atau infarksi myokardial nonfatal selama enam bulan follow-up diantara pasien yang mendapatkan plasebo.

Pengobatan abciximab dan ligan CD40 terlarutkan
   
Diantara pasien dalam tiga kuintil pertama untuk ligan CD40 terlarutkan, tidak ada perbedaan berarti pada risiko kardiak yang diamati antara mereka yang mendapatkan plasebo dan mereka yang mendapatkan abciximab (Gambar 4). Diantara pasien dalam dua kuintil paling tinggi, pengurangan risiko kardiak secara signifikan, yang tidak berbeda diantara kedua kuintil, didokumentasikan untuk mereka yang mendapatkan abciximab.   Perubahan hazard rasio secara tiba-tiba dari 1,12 dalam kuintil ketiga menjadi 0,35 dalam kuintil ke-empat menunjukkan kadar ambang manfaat dalam rentang kadar ligan CD40 terlarutkan ini. Demikian juga, kurva-kurva untuk kejadian kematian atau infarksi myokardial non-fatal dihasilkan dengan kadar ambang 5,0 ug CD40 terlarutkan per liter. Diantara pasien yang memiliki kadar ligan CD40 terlarutkan rendah, tidak ada perbedaan kejadian yang signifikan diamati antara pasien-pasien yang mendapatkan abciximab dengan mereka yang mendapatkan plasebo (1,2 persen berbanding 0,9 persen pada 24 jam, dan 3,8 persen berbanding 4,3 persen pada 72 jam) (Gambar 2). Berbeda dengan itu, jumlah kematian atau infarksi myokardianl non-fatal secara signifikan lebih tinggi diantara pasien-pasien dengan kadar ligan CD40 tinggi yang mendapatkan plasebo dan dikurangi efektif oleh pengobatan dengan abciximab sebelum angioplasti koroner (rasio bahaya, 0,12; 95 persen interval kepercayaan, 0,01 sampai 0,92; P=0,01); hal yang sama juga berlaku untuk kejadian-kejadian terkait angioplasti (rasio bahaya, 0,19; 95 persen interval kepercayaan, 0,08 sampai 0,49; P<0,001). Manfaat ini terus berlangsung selama enam bulan follow-up (rasio bahaya, 0,37; 95 persen interval kepercayaan, 0,20 hingga 0,68; P=0,001) (Gambar 3). Diantara pasien-pasien yang negatif troponin T, kadar ligan CD40 terlarutkan ang tinggi menandakan sebuah sub-kelompok yang memiliki risiko kejadian kardiak yang menurun signifikan dengan pengobatan abciximab (5,5 persen berbanding 13,6 persen untuk mereka yang mendapatkan plasebo; P=0,03).

Gambar 4. Rasio Bahaya Tersesuaikan (segi empat hitam) dan 95 persen interval kepercayaan (garis datar) terkait dengan pengobatan dengan abciximab, sebagaimana dibandingkan dengan plasebo, menurut kuintil ligan CD40 terlarutkan.

Kadar ligan CD40 terlarutkan adalah sebagai berikut: kuintil pertama, <1,93 ug per liter; kuintil kedua, 1,93 sampai 3,50 per liter; kuintil ketiga, 3,51 sampai 5,00 ug per liter; kuintil ke-empat , 5,01 sampai 6,30 ug per liter; dan kuintil ke-lima, lebih dari 6,30 ug per liter. Efek pengobatan dengan abciximab diukur sebagai pengurangan jumlah kematian atau infarksi myokardial nonfatal selama enam bulan follow-up. Hazard ratio telah disesuaikan untuk karakteristik-karakteristik dasar.

Pasien-Pasien dengan Nyeri Dada Akut
   
Dari 626 pasien yang mengalami nyeri dada akut, 308 mengalami sindrom koroner akut (117 diantaranya mengalami infarksi myokardial tanpa peningkatan segmen ST). Dari pasien yang tersisa angina stabil didiagnosa pada 91 pasien, embolisme pulmonary pada 10, gagal jantung kongestif pada 11, dan myokarditis pada 7. Tidak ada bukti serangan jantung yang ditemukan pada 199 pasien. Kadar ligan CD40 terlarutkan secara signifikan lebih tinggi pada 308 pasien dengan sindrom koroner akut (nilai mean,  4,53 ug per liter; 95 persen interval kepercayaan, 3,19 sampai 5,87) dibanding dengan angina stabil (nilai mean, 2,41 ug per liter; 95 persen interval kepercayaan, 1,99 sampai 3,52; P<0,001) dan pasien tanpa bukti penyakit jantung (nilai mean, 1,57 ug per liter; 95 persen interval kepercayaan, 0,88 sampai 1,76; P<0,001). Persentil ke-97,5 adalah 6,2 ug per liter. Kadar ligan CD40 terlarutkan tidak berkorelasi dengan penanda nekrosis (kadar troponin T), penanda inflamasi (kadar protein C-reaktif dan faktor nekrosis tumor alfa), atau molekul adhesi (molekul adhesi intraseluler terlarutkan 1).
   
Diantara 308 pasien dengan sindrom koroner akut, 43,5 persen memiliki kadar ligan CD40 terlarutkan di atas batas referensi teratas persentil ke97,5. Ketika nilai ambang yang telah ditentukan untuk ligan CD40 sebesar 5,0 ug per liter digunakan, pasien dengan kadar meningkat secara signifikan berisiko lebih tinggi untuk kematian atau infarksi myokardial nonfatal dibanding yang memiliki kadar lebih rendah (hazard ratio tersesuaikan, 3,00; 95 persen interval kepercayaan, 1,35 hingga 6,71; P=0,009). Diantara seluruh populasi heterogen yang terdiri dari 626 pasien yang mengalami nyeri dada, nilai ambang 5,0 ug per liter juga secara terpercaya mengidentifikasi pasien-pasien yang berisiko paling tinggi untuk kematian atau infarksi myokardial (hazard ratio tersesuaikan, 6,65; 95 persen interval kepercayaan, 3,18 sampai 13,89; P<0,001).

Hubungan kadar ligan CD40 terlarutkan dengan aktivasi trombosit
   
Pada sebuah sub-kelompok yang terdiri 161 pasien dengan nyeri dada, kami mengamati sebuah korelasi kuat antara aktivasi trombosit, sebagaimana dibuktikan oleh persentase monosit-monosit yang dikumpulkan dengan platelet (agregat trombosit monosit), dan kadar ligan CD40 terlarutkan (r=0,75, P<0,001) (Gambar 5). Hasil-hasil serpa diperoleh untuk eksperi P-selektin pada platelet (P<0,001; data tidak ditunjukkan). Pasien dibagi menjadi tiga kelompok yang kurang lebih sama berdasarkan kadar ligan CD40 terlarutkan yang terukur: 55 dengan kadar dibawah 2,5 ug per liter, 50 dengan kadar 2,5 ug per liter, dan 56 dengan kadar di atas 4,5 ug per liter. Untuk pasien-pasien dalam kelompok yang memiliki kadar terendah, persentase rata-rata agregat monosit-platelet adalah 11,3 +/-6,1 persen. Untuk mereka yang berada pada kedua kelompok yang lain, aktivasi platelet secara signifikan lebih tinggi, dengan agregat monosit-platelet 22,3 +/- 8,9 persen (P<0,001) dan 34,1 +/- 15,6 persen ({<0,001), masing-masing.

Gambar 5. Korelasi antara kadar ligan CD40 terlarutkan dan aktivasi tomrbosit dan ligan CD40 terlarutkan pada 161 pasien dengan nyeri dada.

Aktivasi trombosit diekspresikan sebagai persentase monosit yang berkumpul dengan platelet (agregat monosit-trombosit). Garis-garis putus-putus menunjukkan klasifikasi pasien kedalam tiga kelompok yang kira-kira sama berdasarkan tingkat aktivasi trombosit (<15 persen, 15 sampai 30 persen, dan >30 persen) dan berdasarkan kadar ligan CD40 terlarutkan (<2,5 ug per liter, 2,5 sampai 4,5 ug per liter, dan >4,5 ug per liter).

Pembahasan
   
Penelitian-penelitian sekarang menunjukkan bahwa ligan CD40 terlarutkan merupakan sebuah penanda biokimia yang baik untuk aktivitas trombotik inflammatory pada pasien-pasien dengan sindrom koroner akut. Kadar-kadar ligan CD40 terlarutkan secara terpercaya mengindentifikasi sub-kelompok pasien dengan sindrom koroner akut yang berisiko paling tinggi untuk kejadian-kejadian kardiak dan yang mendapatkan manfaat susbtansial dari pengobatan dengan abciximab antagonis reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Sehingga, ligan CD40 terlarutkan tidak hanya berkontribusi penting bagi patofisiologi sindrom koroner akut tetapi juga mewakili sebuah penanda klinis yang terpercaya dan kuat dalam mengindentifikasi pasien-pasien yang memiliki lesi-lesi atherosklerotik, trombosis koroner, atau keduanya.
   
Ligan CD40 terlarutkan merupakan sebuah penanda prognostik kuat yang memberikan informasi selain bukti yang diberikan oleh troponin T, protein C-reaktif penanda inflammatory, faktor nekrosis tumor alfa, dan molekul adhesi intraseluler terlarutkan 1. Dalam sebuah model regresi Cox multivariat, troponin T, protein C-reaktif, dan ligan CD40 terlarutkan memberikan informasi prognostik inkremental dan independen (Tabel 2). Troponin-troponin adalah penanda nekrosis myokardial; mereka tidak secara aktif terlibat dalam patofisiologi sindrom koroner akut tetapi, justru, merupakan penanda alternatif untuk pembentukan trombi fragil. Penelitian-penelitian postmortem pada pasien-pasien dengan sindrom koroner akut mengidentifikasi erosi atau kerusakan balutan plak atherosclerosis, yang mengarah pada aktivasi trombosit, karena sifat patofisiologis yang bersangkutan. Tromboembolisme arterial koroner, dengan perfusi mikrovaskular dan nekrosis, merupakan sebuah bagian integral dari sindrom-sindrom koroner akut. Demikian juga, penanda sensitif untuk pendeteksian cedera myokardial kecil, utamanya troponin, berfungsi sebagai penanda alternatif untuk tromboembolisme yang berasal dari sebuah proses trombotik aktif pada lesi biang.
   
Berbeda dengan itu, ligan CD40 terlarutkan bisa secara langsung terlibat dalam berbagai mekanisme dalam patofisiologi sindrom koroner akut. Bukti-bukti terbaru menunjukkan bahwa ligan CD40 terlarutkan berkontribusi penting bagi progresi atherosclerosis dan, selanjutnya, terhadap destabilitas plak-plak athersoclerotik, dengan menginduksi ekspresi sitokin, chemokin, faktor pertumbuhan, metalloproteinase matriks, dan faktor-faktor prokoagulan dalam berbagai tipe sel yang terkait atheroma. Trombosit-trombosit teraktivasi menghasilkan dan melepaskan banyak ligan CD40. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa bypass kardiopulmonary menyebabkan peningkatan kadar ligan CD40 dalam plasma, dengan disertai penurunan kandungan ligan CD40 trombosis, sehingga menunjukkan bahwa ligan CD40 terlarutkan yang utamanya diperoleh dari trombosit dan bisa berkontribusi bagi komplikasi-komplikasi trombotik yang terkait dengan bypass kardiopulmonary. Kadar ligan CD40 terlarutkan berkorelasi positif dengan kadar P-selektin terlarutkan dalam plasma dan kadar 11-dehidro-tromboksan B2 uriner. Disamping itu, penelitian-penelitian eksperimental menunjukkan bahwa ligan CD40 diperlukan untuk stabilisasi trombus arterial.
   
Hasil kami memberikan bukti lebih lanjut bahwa ligan CD40 terlarutkan merupakan sebuah penanda aktivitas trombotik inflammatory. Aktivasi trombosis, sebagaimana sitometri alir pada pasien-pasien dengan sindrom koroner akut, berkrelasi dekat dengan kadar ligan CD40 terlarutkan (Gambar 5). Temuan-temuan ini didukung oleh fakta bahwa inhibisi reseptor glikoprotein IIb/IIIa oleh abciximab menghilangkan risiko yang meningkat pada pasien yang mengalami sindrom koroner akut dan kadar ligan CD40 terlarutkan yang meningkat. Sehingga, sekalipun kepositivan untuk troponin bisa mengindikasikan propensitas trombus untuk embolisasi, mengarah pada nekrosis myokardial, kadar ligan CD40 terlarutkan meningkat pada pasien yang mengalami sindrom koroner akut tampaknya menunjukkan aktivitas trombotik inflammatori dari lesi biang dalam perekrutan dan pengaktivasi trombosit.
   
Pada sebuah analisis data sub-kelompok sebelumnya dari percobaan CAPTURE, kami menunjukkan bahwa pengobatan tambahan dengan abciximab antagonist reseptor glikoprotein Iib/IIIa mengurangi risiko kematian atau infarksi myokardial nonfatal diantara pasien-pasien positif-troponin sampai tingkat risiko diantara pasien-pasien yang negatif troponin. Pasien-pasien seperti ini mewakili sekitar sepertiga dari mereka yang mengalami sindrom koroner akut. Temuan-temuan mirip untuk troponin T dan troponin I telah muncul dari penelitian lain, dan pengukuran troponin selanjutnya dimasukkan ke dalam panduan-panduan sebagai bagian dari stratifikasi risiko pasien dengan sindrom koroner akut. Disini, kami menunjukkan bahwa manfaat terapi anti-trombosit juga terbukti pada pasien dengan kadar ligan CD40 terlarutkan yang meningkat. Temuan kami menunjukkan bahwa pasien dengan sindrom koroner akut yang memiliki kadar ligan CD40 yang meningkat telrindungi secara efektif dari kejadian-kejadian kardiak berbahaya dengan abciximab antagonis reseptor glikoprotein Iib/IIIa (Gambar 2 dan Gambar 3).
   
Troponin T dan ligan CD40 terlarutkan memiliki nilai prediktif independen dengan memperhatikan risiko kejadian ischemik dan manfaat glikoprotein Iib/IIIa oleh abciximab. Pasien-pasien tanpa bukti cedera myokardial (seperti, tanpa peningkatan kadar troponin), tetapi dengan kadar ligan CD40 terlarutkan, memiliki risiko meningkat untuk peristiwa kardiovaskular dan mendapatkan manfaat substansial dari pengobatan dengan abciximab Iib/IIIa glikoprotein. Demikian juga, pasien yang berisiko tinggi untuk trombosis koroner, sebagaimana dibuktikan oleh peningkatan ligan CD40 terlarutkan atau kadar troponin T, yang mewakili 45 persen pasien yang mendaftar dalam penelitian CAPTURE, mendapatkan manfaat utama dari pengobagan abciximab, sebagaimana dibandingkan dengan kelompok plasebo, dengan hazard ratio yang disesuaikan untuk kematian atau infarksi myokardial sebesar 0,38 (95 persen interval kepercayaan, 0,21 sampai 0,72; P<0,001) (data tidak ditunjukkan). Sehingga, pengukuran troponin dan ligan CD40 terlarut, yang terpisah tetapi berinteraksi dengan komponen-komponen proses patofioslogis mendasar pada pasien yang mengalami sindrom koroner akut, memberikan wawasan penting tentang aktivitas penyakit, risiko kardiak, dan efek penghambatan dari glikoprotein IIb/IIIa dengan abcizimab yang leih baik dari yang diperoleh dengan penggunaan penanda tunggal. 

Judul Asli: Soluble CD40 Ligand in Acute Coronary Syndromes
Penulis: Christopher Heeschen, M.D., Stefanie Dimmeler, Ph.D., Christian W. Hamm, M.D., Marcel J. Van den Brand, M.D., Eric Boersma, Ph.D., Andreas M. Zeiher, M.D., Maarten L. Simoons, M.D.
Tahun: Maret 2003
Sumber: New England Journal of Medicine
Kata kunci: ligan CD40,sindrom koroner akut,trombosit,platelet

Comments

Popular posts from this blog

Kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis pemfigus vulgaris

Sintesis Kolagen

Herpes Genital