Pengaruh jenis-jenis pupuk nitrogen terhadap penyerapan arsenik oleh tanaman padi

Abstrak

Sebuah eksperimen dilakukan untuk meneliti efek jenis-jenis pupuk N terhadap penyerapan As oleh tanaman padi. Jika dibandingkan dengan sebuah kontrol yang tidak diberi perlakuan, penambahan konsentrasi Fe(II) tereduksi nitrat dalam larutan tanah, meskipun perlakuan dengan amonium meningkatkan reduksi Fe(III), kemungkinan bisa digabungkan dengan oksidasi NH4+ dalam zona non-rhizosfer. Enumerasi MPN (most-probable-number) menunjukkan kepadatan mikroorganisme pengoksidasi Fe(II) dependen nitrat yang tinggi. Penambahan nitrat mengurangi pembentukan plak Fe pada permukaan akar, yang dicapai dengan konsentrasi Fe(II) yang lebih encer pada larutan tanah rhizosfer dibanding dengan kontrol yang tidak dikembangkan. Penambahan nitrat juga mengurangi penyerapan As oleh tanaman padi. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa nitrat bisa menghambat reduksi Fe(III) dan/atau menstimulasi oksidasi Fe(II) yang dependen-nitrat, sehingga mengarah pada presepitasi As bersama dengan mineral-mineral Fe(III) dalam tanah. Walaupun pembentukan plak Fe pada permukaan akar berkurang, stimulasi oksidasi Fe(II) dependen-nitrat dan/atau inhibisi reduksi Fe(III) dalam tanah curah menyita As dalam tanah, menghasilkan berkurangnya penyerapan As oleh tanaman padi.

Pendahuluan
   
Arsenik merupakan sebuah logam toksik yang banyak tersebar di kerak bumi, utamanya pada air tanah di Asia tenggara, dimana air dari sumur-sumur tabung sering digunakan untuk mengairi sawah. Penggunaan air dari penampung yang terkontaminasi As secara intensif telah mengarah pada penumpukan As pada tanah-tanah persawahan dan menghasilkan peningkatan kadar As 10 kali lipat pada biji padi. Dengan demikian, transfer As pada sistem sawah bisa meningkatkan risiko As bagi orang-orang yang tinggal di daerah tersebut.
   
Akumulasi arsenik pada tanaman padi dikendalikan oleh beberapa faktor, termasuk bioavailabilitas, proses rhizosfer, dan metabolisme pada tanaman padi. Kimia arsenik pada tanaman padi sangat kompleks, karena tanah sering mengalami siklus redoks. Siklus besi diyakini sebagai faktor penting dalam meregulasi bioavailabilitas As. Pada kondisi-kondisi banjir, As dilepaskan setelah reduksi Fe(III) ketika O2 pada tanah persawahan dokunsumsi dengan cepat oleh bakteri aerobik dan oleh proses oksidasi kimiawi. Nitrat merupakan akseptor elektron alternatif pertama dalam daerah anoksik, dan reduksi Fe(III) bisa dihambat dengan denitrifikasi melalui proses biotik dan abiotik. Dengan demikian, penambahan nitrat ke areal tanaman padi bisa menghambat pelepasan As ke dalam larutan tanah.
   
Oksidasi Fe(II) kembali menjadi Fe(III) akan mempengaruhi bioavailbilitas As melalui ko-presipitasi dan/atau adsorpsi terhadap mineral-mineral Fe(III). Jika dibandingkan dengan oksidasi Fe(II) abiotik oleh oksigen, oksidasi kimiawi Fe(II) oleh nitrat berlangsung lambat tanpa adanya sebuah katalis (Cu terlarut). Potensi untuk oksidasi Fe(II) biotik pada kondisi anoksik telah dianjurkan dengan penemuan bakteri pengoksidasi Fe yang tergantung nitrat. Pengoksidasi Fe(II) yang tergantung nitrat banyak tersebar pada habitat-habitat berbeda, seperti sedimen-sedimen air tawar, sistem lumpur limbah, dan tanah sawah. Disamping itu, beberapa bakteri pendenitrifikasi yang diketahui ditemukan mengoksidasi Fe(II) secara simultan. Tersebarnya oksidasi Fe(II) dependen nitrat dalam lingkungan tersebut menunjukkan bahwa bakteri bisa memegang sebuah peranan penting dalam siklus redoks Fe dan N pada habitat-habitat ini. Oksidasi Fe(III) anaerobik yang dikatalisis dengan bantuan mikroba mewakili sebuah mekanisme biologis yang mempromosikan reoksidasi Fe(II) dalam lingkungan anoksik, yang berpotensi berkontribusi bagi sebuah siklus redoks Fe anoksik, yang diperantarai oleh mikroba, dan dinamis. Oksidasi Fe(II) dependen-nitrat secara signifikan mempengaruhi tanah dan mineralogi sedimen dan geo0kimia. Presipitasi oksida Fe(III) biogenik memberikan sebuah mekanisme untuk imobilisasi logam-logam berat dan metaloid melalui ko-presipitasi atau perkembangan fisik dan memberikan permukaan reaktif dengan afinitas adsorptif untuk anion (seperti, PO43-) dan kation-kation (seperti Zn2+). Senn dan Hemond menunjukkan bahwa nitrat sangat mempengaruhi siklus As pada kondisi anoksik di sebuah danau perkotaan dengan mengoksidasi Fe(II) untuk menghasilkan oksida ferrat berhidrat yang menyerap As. Walaupun potensi untuk oksidasi Fe(II) dependen nitrat biotik pada tanah persawahan telah ditunjukkan, namun konsekuensi oksidasi Fe untuk perjalanan As belum dipahami sama sekali.
   
Lebih lanjut, dalam rhizosfer, Fe(II) bisa dioksidasi, menghasilkan endapan oksida Fe yang berwarna seperti karat besi pada permukaan akar (pla Fe). Plak besi telah diketahui terdiri sebagian besar dari mineral Fe(III) dengan kristal tidak sempurna dan mempengaruhi distribusi P, As, dan beberapa logam berat. Liu dkk. menyarankan bahwa As bisa disita pada plak Fe di permukaan akar tanaman padi. Pada peneliti ini juga menemukan bahwa besarnya pembentukan plak Fe diatur oleh status P dan sehingga pembentukan plak ini mengurangi penyerapan As ke dalam padi. Telah diduga bahwa oksidasi Fe(II) dalam rhizosfer dan pembentukan plak Fe selanjutnya pada permukaan akar utamanya disebabkan oleh oksidasi Fe(II) secara kimiawi. Walaupun juga telah dilaporkan bahwa ruang interstitial antara plak dan permukaan akar sering dihuni oleh mikroorganisme, peranan oksidasi Fe(II) dengan mikroba dalam pembentukan plak Fe dan biogekimia As dalam rhizosfer masih belum jelas.
   
Penelitian-penelitian yang disebutkan sebelumnya semuanya mengindikasikan bahwa penggabungan ketat antara N, Fe, dan As bisa terjadi pada sistem sawah dan sehingga penambahan N bisa mempengaurhi perjalanan As dalam sistem. Penelitian kali ini dilakukan untuk menilai imbas penambahan N terhadap sifat kimia Fe dan As dalam larutan tanah, pembentukan plak Fe, dan akumulasi As oleh tanaman padi. Kami berhipotesis bahwa bakteri pengoksidasi Fe(II) yang tergantung nitrat melimpah pada tanah sawah dan sehingga penambahan NO3- menstimulasi oksidasi Fe(II) bersama dengan reduksi NO3- sehingga secara tidak langsung mempengaruhi pembentukan plak dan geokimia As. Dengan demikian tujuan penelitian kali ini adalah untuk meneliti pelepasan Fe(II) terlarut pada saat penambahan N, untuk menghitung distribusi dan spesiasi As pada larutan tanah sawah, untuk menentukan apakah As yang terakumulasi dalam plak Fe dipengaruhi oleh penambahan bentuk-bentuk N berbeda, dan untuk mengetahui apakah akumulasi As pada tanaman padi berubah dengan penambahan jenis-jenis N yang berbeda.

BAHAN DAN METODE

Eksperimen pot
   
Tanah sawah diambil dari sebuah sawah yang terkontaminasi dengan As (84,92 mg/kg tanah) di daerah sekitar tambang Pb/Zn di Shangyu (Zhejiang, China). Konsentrasi As disini secara signifikan lebih tinggi dibanding konsentrasi As yang lazimnya ditemukan pada tanah persawahan di negara-negara Asia tenggara (India dan Bangladesh), dimana konsentrasi As dalam tanah bisa mencapai 80 mg/kg setelah irigasi dengan air yang terkontaminasi. Sebelum eksperimen, tanah dikeringkan dan diayak melalui saringan dengan ukuran lubang 2-mm. Tanaman dibiarkan tumbuh dengan tiga perlakuan pupuk berbeda: tanah yang tidak diberi perlakuan (kontrol), penambahan KNO3, dan penambahan NH4Cl dan Kcl untuk mengkompensasi penambahan K. Nitrogen (baik 1 mM/kg nitrat tanah atau amonium) ditambahkan setiap pekan. Untuk mengevaluasi pengaruh tanaman padi terhadap geokimia tanah, eksperimen kontrol dengan tanah yang disterilkan atau tidak disterilkan tanpa padi dikembangkan dengan pupuk seperti dijelaskan sebelumnya.
   
Biji padi (Oryza sativa L) cv. Jiahua-1 didisinfeksi pada larutan 30% H2O2 (w/w) selama 10 menit, diikuti dengan pencucian menyeluruh menggunakan air terdeionisasi. Biji digerminasi pada perlit lembab. Setelah tiga pekan, semaian merata diseleksi dan ditransplantasi ke dalam kantung yang sudah diisi dengan 0,2 kg tanah ayakan. Kantung-kantung ini disimpan di tengah pot 1,5 kg, dan celah antara kantung nilon dan pot PVC diisi dengan 0,8 kg tanah. Ini memungkinkan pemisahan bagian akar/rhizosfer dari sebuah bagian tanah. Sebuah alat rhizo-sampler dengan sebuah penyaring pada salah satu sisi dan sebuah pipa semprot dihubungkan pada sisi lain merupakan sebuah alat pengambilan sampel yang cepat, nyaman, berurutan, simultan dan tidak merusak tanaman untuk ekstrasi air pori tanah dan memberikan teknik pemantauan in situ. Dua rhizo-sampler ditanam di dalam dan di luar kantung, masing-masing, pada kedalaman ama untuk masing-masing pot. Untuk menghambat fiksasi N2 oleh sianobakteria, bagian atas pot ditutupi dengan nilon hitam dengan sebuah celah untuk memungkinkan padi tumbuh.
   
Setelah ditransplantasi ke dalam pot PVC, tanaman padi tumbuh selama lima pekan dalam rumah kaca dengan foto-periode 10:14 jam siklus terang:gelap. Suhu dibiarkan pada 25oC selama siang hari dan 16oC selama malam hari, dengan kelembaban relatif 70%.

Analisis spesies Fe/As dalam larutan tanah
   
Untuk penentuan nitrat, total As (As(tot)), Fe(II) dan Fe(III), sampel-sampel tanah diekstraksi dengan pipa semprot melalui tabung-tabung PVC setiap 2 hari (Gbr. 1). Spesies As anorganik dianalisis sekali sepekan. Nitrat ditentukan dengan metode kromatografi ion. Pada ekstraksi dengan pipa semprot melalui tabung PVC, larutan tanah diasamkan dengan HCl (1 mM) untuk menghambat oksidasi Fe(II) selama penyimpanan (biasanya 2-4 jam sebelum analisis). Total konsentrasi Fe dan Fe(II) dianalisis menurut metode yang disebutkan oleh Ratering dan Schnell. As total dihitung dengan fotometer fluoresen atomik. Spesies arsenik dalam larutan tanah asam dipisahkan dengan menggunakan catridge spesies As yang didapatkan dari X.G. Meng yang menghilangkan arsenat dan tidak menyerap arsenit. Perbedaan antara konsentrasi As(tot) pada larutan tanah mentah dan konsentrasi As(III) pada larutan tanah tersaring melalui cartidge diidentifikasi sebagai konsentrasi As(V) pada larutan tanah.

Ekstraksi dan penentuan plak Fe dari akar
   
Pada saat dipanen, akar-akar dicuci perlahan dengan air keran untuk menghilangkan setiap partikel tanah yang melekat pada permukaan akar dan kemudian dieksisi pada nodus basal. Material akar segar diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar (20-25oC) dalam 30 ml larutan ditionit sitrat bikarbonat (DCB)yang mengandung 0,03 M sodium sitrat dan 0,125M sodium bikarbonat, dengan penambahan 0,5 g sodium ditionat. Akar dicuci tiga kali dengan air terdeionisasi, dan larutan cuci ditambahkan ke ekstrak DCB. Larutan yang dihasilkan diisi sampai 50 mL dengan air terdeionisasi. Setelah ekstraksi DCB, akar dan tunas  dikeringkan dalam oven pada 70oC selama 3 hari dan kemudian ditimbang. Konsentrasi total Fe dan P dalam ekstrak DCB diukur dengan spektrometer emisi optik plasma yang digabungkan secara induktif, dan As dianalisis dengan fotometer fluoresen atomik.

Kelimpahan bakteri pengoksidasi Fe yang tergantung nitrat
   
Mikroorganisme-mikroorganisme pengoksidasi Fe yang tergantung nitrat dihitung dengan menggunakan metode MPN (most-probable-number) seperti yang dijelaskan oleh Ratering dan Schnell. Untnuk melepaskan bakteri dari partikel-partikel tanah, tanah non-rhizofer dan tanah rhizofer diencerkan (1:100) dan diinkubasi dalam 2 mM sodium pyorofosfat dengan manik gelas dan kemudian dikocok selama 1 jam. Tabung kaca triplikat yang mengandung medium mineral berbuffer bikarbonat anaerobik dan steril (30 mM, pH 7,0), dikembangkan dengan 2 mM asetat, 4 mM nitrat, dan 2 mM besi sulfat dari larutan baku anaerobik steril, diinokulasi dengan pencampuran air tanah encer secara berurutan mulai dari 10-3 sampai 10-8. Tabung-tabung diinkubasi secara statik dalam ruang gelap pada suhu 30oC selama 10 pekan. Pembentukan endapan oranye menandakan oksidasi Fe(II) dan keberadaan mikroorganisme pengoksidasi Fe(II) yang tergantung nitrat. Sebuah sub-kelompok tabung-tabung positif diperiksa secara mikroskopis untuk mengkonfirmasikan pertumbuhan sel. Perkiraan MPN didapatkan dengan menggunakan kalkulator MPN.

Analisis data
   
Semua data mengalami analisis varians dengan menggunakan program SPSS.

HASIL

Biomassa tanaman
   
Berat kering tunas dan akar tanaman padi dengan perlakuan N berbeda masing-masing adalah 0,51 ± 0,04 dan 0,13 ± 0,01 g, dengan empat pengulangan dari masing-masing perlakuan. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara perlakuan-perlakuan (data tidak ditunjukkan).

Efek NO3- terhadap konsentrasi Fe dan As dalam larutan tanah
   
Pada tanah non-rhizosfer, untuk setiap perlakuan konsentrasi dan tren Fe)II) yang berubah dari waktu ke waktu ditunjukkan pada Gambar 2A. Tidak ada Fe(III) terlarut yang dapat dideteksi pada semua perlakuan (data tidak ditunjukkan). Sedangkan konsentrasi Fe(II) dalam perlakuan dengan nitrat berada dalam rentang konsentrasi yang sama seperti yang ada pada kontrol tersebut, tanah-tanah yang dikembangkan dengan amonium menunjukkan nilai yang lebih tinggi untuk Fe(II). Perubahan konsentrasi Fe(II) dalam larutan tanah non-rhizofer dari waktu ke waktu bisa dibagi menjadi tiga fase: fase peningkatan (<10 hari), fase yang tidak bervariasi (11-21 hari), dan sebuah fase dengan penurunan Fe(II) dan konsentrasi Fe total (22-34 hari).
   
Konsentrasi Fe(II) terlarut dari waktu ke waktu dalam larutan tanah rhizosfer ditunjukkan pada Gambar 2B. Berbeda dengan larutan tanah rhizosfer, dalam rhizosfer konsentrasi Fe(II) dalam larutan tanah pada perlakuan dengan amonia cukup mirip dengan yang terdapat pada kontrol, dan nilai yang jauh lebih rendah ditemukan perlakuan dengan nitrat. Juga kelihatannya ada fase peningkatan (< 10 hari), fase tidak berubah (11-16 hari), dan sebuah fase dengan pengurangan konsentrasi Fe(II) (>16 hari).
   
Konsentrasi As(tot) terlarut pada larutan tanah non-rhizosfer meningkat pada fase awal tanpa memperhitungkan penambahan N (gbr. 3). Konsentrasi As(tot) terlarut pada larutan tanah dengan penambahan amonia sedikit lebih tinggi dibanding pada perlakuan lain pada fase awal (<16 hari) dan menurun konstan setelah itu. Konsentrasi As(tot) terlarut pada larutan tanah rhizosfer dalam perlakuan dengan nitrat berfluktuasi selama periode eksperimental. Konsentrasi As(III) terlarut pada larutan tanah non-rhizosfer dari kontrol hampir konstan selama periode eksperimental (Gbr. 3C). Pada perlakuan dengan nitrat, konsentrasi As(III) terlarut pada larutan tanah non-rhizosfer meningkat pertama kali (<17 hari), kemudian menurun cepat dalam perlakuan dengan nitrat, yang mengikuti pola sama seperti As(tot) terlarut.
   
Pada larutan tanah rhizosfer, konsentrasi As9tot) terlarut juga meningkat pada fase pertama (<11 hari), kemudian menurun konstan dengan perlakuan nitrat (Gbr. 3). Konsentrasi As(tot) terlarut pada larutan tanah rhizosfer untuk perlakuan dengan nitrat berkurang lebih cepat dan jauh lebih rendah dibanding pada perlakuan kontrol dan amonia selama pekan terakhir (28-34 hari). Lebih lanjut, konsentrasi As(III) terlarut pada larutan tanah rhizosfer dengan perlakuan nitrat cukup konstan sebelum 17 hari dan kemudian menurun dengan cepat.

Efek NO3- pada pembentukan plak Fe
   
Tanpa tergantung pada perlakuan N, akar tanaman padi pada saat dipanen menunjukkan lapisan berwarna coklat kemerahan, sebuah warna yang menunjukkan adanya oksida besi. Jumlah plak Fe secara signifikan lebih rendah (~50%) pada akar dalam perlakuan dengan penambahan nitrat sebagaimana dibandingkan dengan jumlah pada akar untuk kontrol dan perlakuan amonia yang menunjukkan jumlah endapan Fe sebanding pada permukaan akar (Gbr. 4).
   
Jumlah P dan As yang diserap ke plak meningkat signifikan seiring dengan jumlah plak (Gbr. 4). Konsentrasi fosfor dan As dalam ekstrak-ekstrak DCB akar mengikuti pola plak Fe, dengan lebih sedikit P dan As dalam perlakuan nitrat dibanding pada kontrol dan perlakuan amonia. Korelasi positif ditemukan antara P dan As yang diserap pada plak Fe dan jumlah plak Fe (data tidak ditunjukkan).

Penyerapan P dan As oleh tanaman padi
   
Konsentrasi arsenik pada akar padi dan tunas menunjukkan korelasi jelas dengan jumlah plak Fe, dengan konsentrasi As yang lebih tinggi pada akar/tunas ketika plak Fe lebih melimpah (Tabel 1). Penyerapan arsenik oleh beras dalam perlakuan dengan nitrat secara signifikan lebih rendah dibanding pada kontrol ~40% pada akar dan tunas). Tanpa tergantung perlakuan N, akumulasi P dalam akar tidak menunjukkan perbedaan signifikan antara perlakuan-perlakuan, sedangkan konsentrasi P pada tunas secara signifikan lebih tinggi untuk kontrol dibanding untuk perlakuan N (Tabel 1).

Penghitungan MPN
   
Jumlah sel dari mikroorganisme pengoksidasi Fe(II) yang tergantung nitrat pada tanah non-rhizofer dan tanah rhozosfer setelah penambahan nitrat atau amonium dibadningkan dengan tanah yang tidak diberi perlakuan ditunjukkan pada Tabel 2. Penghitungan MPN menunjukkan keberadaan populasi bakteri pereduksi nitrat, pengoksidasi Fe(II) yang signifikan (~104 – 106) sel/berat kering) dalam tanah. Pada umumnya, kelimpahan pengoksidasi Fe(II) nitrat mendekati satu orde lebih tinggi dalam tanah non-rhizosfer dibanding pada tanah rhizosfer tanpa tergantung pada perlakuan.
   
Penghitungan MPN menunjukkan bahwa penambahan nitrat mengarah pada sedikit peningkatan jumlah mikroorganisme pengoksidasi Fe(II) yang tergantung nitrat pada tanah non-rhizosfer (mulai dari 1,1 x 106 sampai 2,0 x 106 sel/g berat kering), sedangkan pada tanah rhizosfer, jumlah sedikit berkurang. Tanah padi dengan penambahan amonia menunjukkan jumlah mikroorganisme pengoksidasi Fe(II) dependen nitrat yang lebih rendah baik pada rhizosfer (2,1 x 104 sel/g berat kering) dan non-rhizosfer (2,8 x 106 sel/g berat kering) dibanding dengan dua perlakuan lainnya.

PEMBAHASAN

Inhibisi reduksi Fe(III) dengan penambahan nitrat
   
Setelah mengairi sawah padi, sebagian besar tanah menjadi anoksik, dan mineral Fe(III) menjadi berkurang. Data eksperimental awal kami menunjukkan bahwa Fe(II) yang kurang terlarut dilepaskan dari waktu ke waktu dari tanah yang steril dibanding dengan tanah yang tidak disterilkan, sehingga menandakan transformasi Fe biotik aktif pada tanah yang tidak disterilkan (data tidak ditunjukkan). Dalam penelitian kali ini, kami mengamati bahwa setelah flooding, Fe(II) dilepaskan, dan sebagai konsekuensinya, konsentrasi Fe(II) dalam larutan tanah meningkat dengan cepat selama pekan pertama setelah diairi. Akan tetapi, konsentrasi Fe(II) terlarut pada mikrokosmos yang dikembangkan dengan nitrat jauh lebih rendah dibanding pada kontrol dan perlakuan amonia. Walaupun hasil penghitungan MPN pengoksidasi Fe(II) tergantung nitrat dalam rhozosfer dan non-rhizosfer menunjukkan bahwa penambahan nitrat tidak menstimulasi proliferasi bakteri secara signifikan, hasil MPN masih menunjukkan kelimpahan pengoksidasi Fe(II) dependen-nitrat yang cukup tinggi pada tanah padi dan sehingga akatalisis oksidasi Fe(II) dependen nitrat dengan bantuan mikroba kemungkinan terjadi pada tanah curah. Bukti untuk oksidasi Fe(II) dependen-nitrat pada tanah padi juga baru-baru ini diberikan oleh Matocha dan Coyne. Mereka menunjukkan bahwa Fe(II) terlarut dan Fe(II) terekstraksi-oksalat (oksalat digunakan untuk mengekstraksi fase mineral Fe(II) seperti magnetit dan siderit dan mineral Fe(III) kristal buruk dan Fe(II) terserap) tidak konstan selama reduksi NO3- tetapi, turun di bawah level tersebut pada kontrol sesuai, sehingga menunjukkan bahwa Fe(II) dioksidasi selama reduksi NO3- dan sehingga nitrat menghambat produksi Fe(II). Sulit untuk memisahkan kontribusi oksidasi oksidasi Fe(II) anoksik yang dikatalisis mikroba dengan autografi atau miksiotropi, oksidasi Fe(II) dependen-NO3- dari reoksidasi kimiawi Fe(II) oleh NO2- yang dihasilkan selama reduksi NO3- bersamaan berdasarkan data kami. Akan tetapi, pada perlakuan dengan amonia, tahap pertama dari proses nitrifikasi adalah oksidasi NH4+ menjadi NO2- dan kemudian menjadi NO3-. Oksidasi bisa terjadi hanya pada rhizosfer dan lapisan permukaan, dan NO3- yang dihasilkan diserap dengan cepat oleh tanaman atau digunakan untuk denitrifikasi mikroba. Dengan demikian, tidak ada inhibisi reduksi Fe(III) yang bisa terjadi pada nonrizosfer dalam perlakuan dengan amonia, seperti diamati pada penelitian kali ini (Gbr. 2A). Perbedaan profil-profil Fe(II) terlarut dalam larutan tanah dengan perlakuan N berbeda menunjnukkan tiga zona mungkin untuk oksidasi Fe(II) pada eksperimen pot ini, yaitu: rhizosfer, non-rhizosfer, dan permukaan akar padi. Data kami menunjukkan bahwa tanaman padi yang tumbuh pada tanah yang diairi mempengaruhi profil Fe karena pelepasan oksigen secara difusif dari akar ke dalam tanah rhizosfer. Ion besi mengalami oksidasi kimia spontan oleh O2 terlarut pada pH dekat netral dalam rhizosfer, yang menghasilkan plak Fe pada permukaan akar. Dalam eksperimen kami, plak Fe kemerahan ditemukan pada permukaan akar tanpa tergantung pada penambahan jenis-jenis Nitrogen. Jumlah plak Fe yang menumpuk pada permukaan akar untuk perlakuan nitrat, akan tetapi, jauh lebih kecil dibanding pada kontrol dan perlakuan amonia, sehingga menunjukkan zona oksidasi Fe(II) lainnya disamping rhizosfer dan permukaan akar. Liesack dkk juga mengamati sebuah zona oksidasi Fe, seperti diindikasikann oleh konsentrasi Fe(III) yang tinggi di bawah kedalaman tanah 3 mm, dimana oksigen berkurang dan oksidasi Fe bisa terjadi hanya dengan proses yang tidak tergantung oksigen. Pada zona ini, akseptor elektron yang digunakan untuk oksidasi Fe(II) mikroba bisa berupa nitrat. Hasil kali ini lebih memperkuat anjuran bahwa pengoksidasi Fe(II) dependen-nitrat terdapat pada tanah padi, sehingga oksidasi Fe(II) bersama dengan reduksi nitrat terjadi pada tanah non-rhizosfer, dan selanjutnya, lebih sedikit Fe(II) mobile yang bisa berdifusi menuju permukaan akar dan menghasilkan lebih sedikit mineral Fe(III) yang mengendap di atas permukaan akar.

Dampak oksidasi Fe(II) mikroba untuk As dan P
   
Pada penelitian kali ini, dengan penambahan NO3- jumlah plak Fe yang terbentuk pada permukaan akar serta As dan P yang terkait dengan plak Fe jauh lebih kurang dibanding pada kontrol dan perlakuan amonium. Ini bisa dikaitkan dengna pengurangan Fe(II) terlarut dalam larutan tanah karena oksidasi Fe(II) yang dikatalisis oleh mikroba dalam tanah curah yang distimulasi dengan penambahan NO3- selama inkubasi dan/atai inhibisi reduksi Fe(III) oleh nitrat. Apabila Fe(II) dioksidasi digabungkan dengan reduksi NO3- selama inkubasi dan/atau penghambatan reduksi Fe(III) oleh nitrat,  arsenat diharapkan secara efisien bergabung dengan Fe ferrat yang dihasilkan oleh reaksi ini, karena Fe (hidr)oksida mempertahankan As(V) dan As(III) sehingga sering mengontrol konsentrasi As dalam larutan tanah. Kami mengharapkan bahwa oksidasi Fe(II) menjadi Fe(III) pada zona non-rhizosfer mengarah pada kopresipitasi As, sehingga mengurangi konsentrasi Fe(II), As, dan kemungkinan, P dalam larutan tanah, sehingga juga mengurangi mobilitas/bioavailabilitas As (dan Fe(II)) dalam tanah. Disamping itu, senyawa-senyawa Fe teroksidasi yang menumpuk pada akar, dengan sifat-sifat kimiawi dan fisik yang mirip dengan oksida-oksida Fe dalam tanah, juga memiliki kapasitas tinggi untuk pengikatan P dan As. Keseimbangan total Fe dan As dalam larutan tanah dan yang terkait dengan  plak Fe/Oksida Fe mengendalikan penyerapan P dan As oleh tanaman. Jumlah As yang ditransport ke dalam tunas hanya sebagian kecil (1,28 – 1,72%) dari As(tot) pada plak Fe dan akar, sehingga menunjukkan bahwa plak Fe pada akar dan mineral Fe yang mengendap dalam tanah curah mewakili buffer As utama dalam sistem tanah–padi. Pada perlakuan amonia, konsentrasi Fe(II) yang lebih tinggi menghasilkan pembentukan plak Fe yang lebih tinggi pada akar tanaman padi, yang diharapkan menyita As dan membatasi penyerapan As oleh tanaman. Penyerapan As yang tinggi oleh tanaman yang kami amati kemungkinan disebabkan oleh adanya konsentrasi As yang jauh lebih tinggi pada larutan tanah, sehingga mengurangi efek plak Fe. Disisi lain, penyerapan As yang lebih rendah oleh tanaman padi yang ditumbuhakn dengan perlakuan nitrat kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi As lebih rendah dalam larutan tanah (karena pemindahan As sebelumnya pada tanah curah). Dalam hal ini, pembentukan plak Fe lebih rendah pada akar, yang juga membatasi penyerapan As, kemungkinan kurang penting untuk penyerapan As lebih rendah oleh tanaman padi. Hasil-hasil ini menunjukkan sebuah cara untuk meregulasi pembentukan plak Fe, kemungkinan dengan menstimulasi oksidasi Fe(II) dependen-nitrat, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi spesiasi As dalam lingkungan alam dan mobilitas serta toksisitasnya. Ini juga ditunjukkan pada sebuah sistem danau perkotaan oleh Senn dan Hemond, yang menemukan bahwa siklus redoks Fe-N mempengaruhi oksidasi dan ko-presipitasi Fe(III) dan As(V) pada sedimen danau. Disini, kami menunjukkan bahwa siklus Fe-N pada tanah padi mempengaruhi pembentukan plak, dan selanjutnya, Penyerapan As oleh padi.

Siklus redoks Fe-N pada tanah padi
   
Oksidasi Fe(II) bersama dengan reduksi nitrat memberikan potensi untuk penggabungan ketat antara siklus-siklus redoks N dan Fe pada tanah padi. Penambahan NO3- bisa menghambat reduksi Fe(III) dan/atau menstimulasi oksidasi Fe(II) pada tanah curah, sehingga mengurangi transport Fe(II) ke rhizosfer, mengarah pada lebih berkurangnya pembentukan plak Fe pada akar tanaman padi. Berbeda dengan itu, penambahan NH4+ meningkatkan konsentrasi Fe(II) dalam larutan tanah non-rhizosfer, dan lebih banyak Fe(II) berdifusi ke rhizosfer, mengarah pada lebih banyaknya pembentukan plak Fe pada permukaan akar. Penggabungan Fe dan N bisa memiliki implikasi praktis. Nitrogen biasanya disuplai sebagai urea untuk meningkatkan hasil pertumbuhan padi; akan tetapi, penelitian-penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa pengaplikasian beberapa NO3 -N ke tanah padi bisa bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman padi. Disamping pengaplikasian sumber-sumber N berbeda, proses abiotik dan aerobik/anaerobik mempromosikan siklus N di sawah. Tidak ada NO3- signifikan yang dideteksi dalam larutan tanah rhizosfer atau non-rhizosfer pada eksperimen pot kami, sehingga menandakan bahwa NO3- dikonsumsi dengan cepat. Beberapa penelitian telah menunjukkan tingkat nitrifikasi-denitrifikasi yang tinggi pada zona rhizosfer, dan bahkan tingkat nitrifikasi yang lebih tinggi diduga pada permukaan tanah yang baru-baru dipupuk. Nitrifikasi terjadi dalam bagian oksik dari tanah padi, seperti interfase tanah-genangan air dan rhizosfer oksik, dan nitrat yang dihasilkan pada proses-proses ini akan berdifusi ke tanah anoksik. Reduksi No3- pada tanah yang diairi didominasi oleh amonifikasi dan denitrifikasi, yang dihambat oleh oksigen, dan pada umumnya terjadi dalam non-rhizosfer anoksik. Baru-baru ini, Clement dkk mengukur produksi nitrit dan Fe yang tidak diharapkan dibawah kondisi anoksik dan kemudian berhipotesis bahwa sebuah proses biologis menggunakan Fe ferrat sebagai sebuah akseptor elektro disamping mengoksidasi amonia menjadi nitrit untuk produksi energi. Dengan demikian, penggabungan siklus N dan Fe secara ketat diharapkan pada tanah padi yang diairi. Nitrat dan Fe(II) bisa berakumulasi pada pertemuan zona oksik dan anoksik (seperti pada permukaan akar) atau setelah difusi nitrat dengan zona-zona anoksik pada area yang bebas O2. Meskipun pada zona-zona anoksik, oksidasi Fe(II) dependen nitrat bisa dikatalisis secara biotik, dan rhizosfer merupakan sebuah tempat untuk siklus Fe mikroba aktif yang tidak lazim.
Disamping efek abiotik nitrat terhadap siklus redoks Fe, siklus Fe-N cepat pada tanah padi juga disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme (seperti bakteri pereduksi Fe(III) bersama dengan nitrifikasi dan bakteri pengoksidasi Fe(II) dependen nitrat) dan akar padi. Siklus besi-nitrogen pada tanah padi memiliki potensi untuk mempengaruhi dinamika As dan Fe dalam tanah padi, dan selanjutnya mempengaruhi penyerapa As oleh padi. Penelitian lebih lanjut tentang kelompok fungsional bakteri yang dominan dalam siklus ini masih diperlukan.

Comments

Popular posts from this blog

Kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis pemfigus vulgaris

Sintesis Kolagen

Hubungan antara Penggunaan DMPA (Depot Medroksiprogesteron) dengan Perdarahan Uterin yang Meningkat pada Wanita yang Memiliki Berat-badan-berlebih dan Gemuk