Keratosis lichenoid kronika pada seorang anak India setelah terjadinya eritroderma

Seorang anak laki-laki usia 4 tahun berkunjung ke klinik kami dengan keluhan lesi kulit linear yang sedikit gatal pada trunkus, lengan, dan wajahnya yang telah dialaminya selama 3 bulan. Sebelumnya dia berkunjung ke rumah sakit swasta karena eksfoliasi kulit menyeluruh yang dialaminya setelah meminum obat untuk demam dan nyeri otot. Sifat-sifat obat tersebut tidak diketahui. Dermatitis eksfoliatif diobati dengan predinosolon oral, 10 mg setiap hari, yang dosisnya terus dikurangi selama 3 pekan. Tidak ada obat topikal atau oral lainnya yang diberikan. Lesi kulit yang baru dialami ini bermula 1 bulan setelah dia menghentikan pemakaian steroid. Tidak ada riwayat keluarga untuk lesi kulit, perubahan suara, atau keluhan-keluhan sistemik.
   
Pemeriksaan kutaneous menunjukkan ridges linear retikulat yang berwarna keunguan dengan scaling adheren pada dada, punggung dan leher. Terdapat papula-papula bersisik dengan permukaan datar pada bagian pipi (Gbr. 1A-d dan 2a,b). Kulit kepala menunjukkan scaling berminyak difus. Tidak ada lesi oral, genital, aksilary, atau lesi mata. Kuku terlihat normal. Pemeriksaan sistemik tidak menunjukkan adanya temuan abnormal.
   
Pemeriksaan hematologi rutin, uji fungsi hati dan ginjal, uji untuk hepatitis B dan C, dan uji ELISA untuk HIV menunjukkan hasil normal. Histopatologi lesi-lesi kulit pada punggung menunjukkan hiperkeratosis, parakeratosis tidak-sempurna, plugging folikular, acanthosis ireguler dan penipisan epidermal, degenerasi sel basal, dan infiltrat limfosit inflammatory mirip pita, histiosit, dan beberapa sel plasma (Gbr. 3). Berdasarkan gambaran klinis klasik dan histopatologi, keratosis licenoides kronika didiagnosa, dan krim hidrokortison asetat 1%, dua kali sehari, diberikan. Terjadi sedikit pemulihan pruritus pada kunjungan follow-up setelah 3 pekan; akan tetapi, pasien selanjutnya tidak datang lagi untuk follow-up.

Diskusi
   
Istilah “keratosis lichenoides kronika” dicetuskan pada tahun 1972 oleh Margolis dkk. yang menunjuk pada seorang pasien dengan papula lichenoid berpola retiformis, suara yang parau, dan lesi-lesi mirip dermatitis pada kulit kepala dan wajah. Pada tahun 1895, Kaposi menggunakan istilah “lichen rubber accuminatus verrucosus et reticularis.” Beberapa sinonim digunakan untuk kondisi ini termasuk porokeratosis striata lichenoides, penyakit Nekam, lichen rubber accuminatus, dan licenoid trikeratosis.
   
Keratosis licenoides kronika terjadi paling sering antara usia 20 sampai 40 tahun (usia rata-rata pada saat onset, 28 tahun), masih sedikit laporan yang melibatkan anak-anak. Kecenderungan familial telah dilaporkan hanya satu kali. Seorang pasien berusia 24 tahun yang dilaporkan oleh Lang memiliki onset penyakit selama masih bayi, dan ada riwayat penyembuhan spontan seiring pertambahan usia dan setelah keterpaparan sinar matahari.
   
Lesi ini biasanya tidak menunjukkan gejala (asimptomatik), dan pruritus tidak umum terjadi. Papula-papula lichenoid yang tersebar simetris pada penyakit ini tertata dalam pola retikulat linear khas pada lengan bawah, trunkus, dan antecubital dan politeal fossae. Dua per tiga kasus telah dilaporkan menunjukkan scaling mirip dermatitis seborheik pada kulit kepala dan wajah. Varian vaskular dengan telangiektasia juga telah dilaporkan. Manifestasi yang tidak lazim lainnya mencakup keratoderma palmoplantar, perubahan kuku, keterlibatan okular yang mengarah pada gangguan penglihatan, dan erosi oral dan genital.
   
Diagnosis banding mencakup lichen planus hipertropikus, variegate parapsoriasis, keratosis folikularis, dan epidermolisis bulosa pruriginosa. Hubungan yang dilaporkan antara penyakit ini dengan amiloidosis kutaneous serta temuan gambaran-gambaran yang menunjukkan histopatologi porokeratotik telah diduga menandakan bahwa penyakit ini tidak terkait dengan lichen planus.
   
Beberapa orang menganggapnya sebagai varian dari lichen planus. Pada pasien yang disajikan disini, manifestasi penyakit ini pada masa kanak-kanak, tidak adanya striae Wickham, dan gambaran klinis dengan pola retiformis dari lesi kulit merupakan indikasi-indikasi bagi diagnosis. Histopatologi terkadang bisa disalahartikan sebagai lichen planus. Dalam kasus ini, keberadaan parakeratosis focal, area acanthosis yang silih berganti dan penipisan epidermal, infiltrat dermal atas yang lebih berat relatif terhadap lichen planus, dan keberadaan sel-sel plasma memungkinkannya dibedakan dari lichen planus. Baru ada satu laporan tentang terjadinya penyakit ini setelah eritorderma imbas obat, yang merespons terhadap steroid oral. Kasus kali ini, yang juga memiliki riwayat eritroderma imbas obat, kemungkinan merupakan laporan pertama tentang presentasi penyakit ini pada anak.
   
Keratosis lichenoides kronika telah dilaporkan dalam kaitannya dengan tuberkulosis, penyakit ginjal, diabetes, limfoma, toksoplasmosis, mikosis fungoides, sklerosis berganda, hipotiroidisme, dan hepatitis. Lesi-lesi kulit yang menyerupai syfilis sekunder verrucous telah dilaporkan baru-baru ini.
   
Pengobatan kondisi kronis ini cukup sulit, walaupun laporan tentang manfaat terapi PUVA saja, atau kombinasikan dengan etertinat, terlihat menjanjikan. Kalsipotriol topikal, isotretinoin oral, dan kombinasi takalsitol dan asitretin juga telah dilaporkan bermanfaat.

Comments

Popular posts from this blog

Kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis pemfigus vulgaris

Sintesis Kolagen

Hubungan antara Penggunaan DMPA (Depot Medroksiprogesteron) dengan Perdarahan Uterin yang Meningkat pada Wanita yang Memiliki Berat-badan-berlebih dan Gemuk