Saline hipertonik untuk edema serebri dan peninggian tekanann intrakranial

Edema serebri dan peninggian tekanan intrakranial (ICP) merupakan masalah penting dan sering terjadi pada pasien yang sakit saraf kritis. Kedua masalah ini bisa disebabkan oleh berbagai gangguan pada otak. Edema serebri yang meningkat dan ICP yang berkurang terkait dengan hasil akhir yang membaik. Akan tetapi, semua modalitas perawatan sekarang ini masih jauh dari sempurna dan terkait dengan efek-efek samping berbahaya seperti: hiperventilasi indiskriminat bisa mengarah pada ischemia otak; mannitol bisa menyebabkan penurunan volume intravaskular, ketidakcukupan ginjal, dan peningkatan ICP rebound; barbiturat terkait dengan depresi kardiovaskular dan respirasi dan koma berkepanjangan; dan drainase cairan serebrospinal (CSF) melalui penyisipan kateter intraventrikular bisa menghasilkan perdarahan intrakranial dan infeksi.
   
Modalitas pengobatan lain telah diselidiki, dan saline hipertonik (HS) khususnya cukup menarik untuk menjadi tambahan bagi metode terapeutik yang ada sekarang ini untuk edema serebri. Artikel ini secara ringkas mereview beberapa konsep dasar dan mekanisme aksi HS (saline hipertonik)  dan membahas beberapa pengaplikasiannya yang mungkin.

ASPEK FISIOLOGIS

Sawar darah–otak
   
Sawar darah-otak (BBB) merupakan sebuah struktur anatomik dan fisiologis. BBB tersusun atas pertemuan-pertemuan ketat antara sel-sel endotelium dari kapiler-kapiler serebri. Ada banyak mekanisme yang digunakan senyawa-senyawa untuk melintasi BBB, mencakup transport aktif, difusi, dan pergerakan berperantara karier. Karena transport melalui BBB merupakan sebuah proses selektif, gradien osmotik yang bisa dibentuk oleh sebuah partikel juga tergantung pada seberapa terbatas permeabilitas nya terhadap sawar tersebut. Keterbatasan ini dinyatakan dalam koefisien refleksi osmotik, yang berkisar antara 0 (untuk partikel yang bisa berdifusi bebas) sampai 1,0 (untuk partikel yang dikeluarkan secara efektif dan sehingga paling aktif secara smosis).
   
Koefisien refleksi untuk sodium klorida adalah 1,0 (mannitol adalah 0,9), dan pada kondisi-kondisi normal sodium (Na+) telah ditransport secara aktif ke dalam CSF. Penelitian-penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa pada kondisi-kondisi dimana BBB utuh, konsentrasi Na+ dalam CSF meningkat ketika ada gradien osmotik tetapi tidak meningkat pada konsentrasi plasma selama 1 sampai 4 jam. Sehingga, peningkatan Na+ serum akan menghasilkan gradien osmotik efektif dan mengambil air dari otak ke dalam ruang intravaskular.

Edema serebri dan dinamika intrakranial
   
Edema serebri didefinisikan sebagai peningkatan cairan otak yang mengarah pada peningkatan total massa otak. Ada tiga kategori utama edema otak:

Edema vasogenik, yang disebabkan oleh permeabilitas sel-sel endotelium kapiler otak yang meningkat dan ditemukan pada pasien-pasien yang mengalami neoplasma otak.

Edema sitotoksik, yang dihasilkan oleh aliran masuk air ke dalam sel. Tipe edema ini bisa disebabkan oleh pengurangan energi dengan kegagalan pompa Na+-K+ yang tergantung ATP (yakni, infarksi serebri) atau kandungan Na+ ekstraseluler yang rendah (yakni, hiponatremia).

Edema interstitial, dimana CSF berdifusi melalui dinding ependymal dari ventrikel ke dalam zat putih periventrikular. Tipe edema  ini ditemukan pada hidrosefalus.

Penting untuk disebutkan bahwa tipe-tipe edema yang berbeda bisa terjadi bersamaan pada pasien yang sama. Sebagai contoh, ischemia otak terkait dengan edema sitotoksik dan edema vasogenik.
   
Keberadaan edema serebri, dengan peningkatan massa otak yang terjadi selanjutnya, merubah kandungan intrakranial (otak, darah, dan CSF). Sedikit peningkatan volume dalam otak bisa didimbangi oleh perubahan volume CSF dan volume darah vena. Peningkatan massa otak yang lebih dari itu, yakni perubahan volume intrakranial (ΔICP) akan menghasilkan perubahan ICP (ΔICV), yang telah disebut kompliansi (ΔICP/ ΔICP). Apabila kompliansi otak berkurang, seperti ketika volume intrakranial meningkat, ICP akan meningkat. Akan tetapi, penting untuk diketahui bahwa edema serebri fokal bisa membentuk gradien-gradien ICP dan menyebabkan pergeseran jaringan tanpa adanya peningkatan ICP secara global.

LARUTAN-GARAM HIPERTONIK: MEKANISME AKSI
   
Saline hipertonik kemungkinan bisa mempengaruhi volume struktur intrakranial melalui berbagai mekanisme. Semua atau beberapa dari mekanisme ini kemungkinan saling berinteraksi untuk mencapai mencapai hasil akhir terapi HS: yakni pengurangan edema serebri dan ICP yang meningkat. Mekanisme-mekanisme ini dirangkum sebagai berikut:
Dehidrasi jaringan otak melalui pembentukan gradien osmotik, sehingga mengambil air dari parenchyma dan membawanya kedalam ruang intravaskular. Seperti yang disebutkan diatas, ini akan memerlukan BBB yang utuh. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa sifat-sifat saline hipertonik yang mengurangi cairan otak dicapai dengan mengorbankan hemisfer normal.
Visokistas berkurang. Larugan garam hipertonik meningkatkan volume intravaskular dan mengurangi viskositas. Mekanisme-mekanisme regulatory dari vaskulatur otak telah ditunjukkan merespon bukan hanya terhadap perubahan tekanan darah tetapi juga perubahan viskositas. Sehingga, pengurangan viskositas darah menghasilkan vasokonstriksi untuk mempertahankan aliran darah serebri yang stabil (CBF).

Tonisitas plasma yang meningkat. Telah diusulkan, berdasarkan data eksperimental pada hewan, bahwa tonisitas plasma yang meningkat, seperti yang ditemukan setelah pemberian saline hipertonik, mendukung penyerapan CSF yang lebih cepat.
Perfusi jaringan otak regional yang meningkat, kemungkinan akibat dehidrasi sel endotelium serebri dan eritrosit, memfasilitas aliran melalui kapiler-kapiler.

Output kardiak yang meningkat dan tekanan darah aterial, dengan augmentasi tekanan perfusi yang dihasillkan, kemungkinan besar karena perbaikan volume plasma dan efek inotropik positif.

Respons inflamasi yang berkurang terhadap cedera otak, yang telah ditunjukkan dengan pemberian saline hipertonik.
Restorasi potensial membran normal melalui normalisasi sodium intraseluler dan konsentrasi klorida.
Pengurangan volume paru ekstravaskular, yang mengarah pada pertukaran gas meningkat dan PaO2 yang membaik.

DUKUNGAN EKSPERIMENTAL UNTUK EFIKAS LARUTAN-GARAM HIPERTONIK

Saline hipertonik telah diteliti secara ekstensif pada berbagai model hewan. Literatur menunjukkan bahwa resusitasi cairan dengan bolus saline hipertonik setelah syok hemoragik mencegah peningkatan ICP yang mengikuti resusitasi dengan cairan kristaloid dan koloid standar selama 2 jam atau kurang. Efek ini bisa dipertahankan selama periode yang lebih lama dengan menggunakan infusi saline hipertonik kontinyu. saline hipertonik bisa lebih baik dibanding larutan koloid dalam hal respons ICP selama periode awal resusitasi. Pada model cedera serebri hewan, efek pengurangan ICP maksimal dari saline hipertonik cukup baik dengan lesi-lesi focal, seperti cedera kriogenik atau perdarahan intra-serebri. Lagi, pengurangan ICP bisa disebabkan oleh reduksi kandungan air pada area otak yang memiliki BBB utuh, seperti hemisfer yang tidak berlesi dan cerebellum. saline hipertonik juga telah dibandingkan dengan mannitol dan ditemukan memiliki efikasi sebanding dalam mengurangi ICP tetapi memiliki durasi aksi yang lebih lama dan menghasilkan perbaikan tekanan perfusi serebri yang lebih besar.

Penelitian pada manusia
   
Meskipun berbagai penelitian telah dilakukan pada model hewan, kebanyakan bukti pada manusia didasarkan pada publikasi kasus dan beberapa penelitian acak. Beberapa penelitian yang dipublikasikan direview secara ringkas disini.
   
Stroke ischemik akut. Saline hipertonik dalam dua konsentrasi berbeda, 7.5% dan 10% telah digunakan untuk mengurangi ICP pada beberapa pasien setelah infark serebri luas. Schwarz dkk membandingkan efek 100 mL starch hidroksietil 7,5% (osmolaritas 2.570 mosm/L) dan 200 mL mannitol 20% (osmolarutas 1.100 mosm/L) pada 9 pasien dengan stroke yang diacak untuk mendapatkan salah satu dari kedua pengobatan ini. Starch hidroksietil menyebabkan pengurangan ICP yang lebih besar dan lebih cepat, walaupun mannitol menyebabkan lebih banyak perbaikan pada tekanan perfusi serebri. Mereka juga meneliti efek bolus saline 10% pada 8 pasien dimana mannitol tetalh gagal. saline hipertonik mengurangi ICP sekurang-kurangnya 10% pada semua kasus, dan efek maksimal ditemukan pada 20 menit setelah akhir infusi. Walaupun ICP selanjutnya meningkat, ia tidak mencapai nilai sebelum pengobatan selama 4 jam pencatatan data.
   
Perdarahan intrakranial. Telah ada satu laporan tentang dua pasien yang mengalami perdarahan intrakranial nontraumatik (kemungkinan hipertensif) yang diobati dengan infusi larugan-garam hipertonik kontinyu. Kedua pasien membaik secara klinis setelah 24 jam pengobatan tetapi memburul pada 48 dan 96 jam meskipun infusi saline hipertonik tetap dilakukan. CT scan berulang menunjukkan ekstensi edema. Temuan-temuan ini terkait dengan efek rebound yang mirip dengan yang ditemukan pada mannitol.
   
Perdarahan subarachnoid. Dua penelitian telah dipublikasikan tentang efek saline hipertonik terhadap perbaikan klinis dan CBF pada pasien-pasien yang mengalami perdarahan subarachnoid. Suarez dkk secara retrospektif meneliti 29 pasien dengan vasospasme dan hiponatremia yang mendapatkan infusi kontinyu saline 3%. Mereka menemukan keseimbangan cairan positif dapat dicapai, dan ada perbaikan klinis jangka pendek tanpa efek berbahaya. Tseng dkk. meneliti efek infusi bolus saline 23,5% terhadap CBF, ICP, dan tekanan perfusi serebri pada 10 pasien yang mengalami perdarahan subarachnoid kelas-buruk. Mereka menemukan bahwa saline hipertonik menyebabkan pengurangan ICP secara signifikan pada tekanan darah disertai peningkatan tekanan perfusi serebri selanjutnya. Efek-efek ini dicapai dengan peningkatan CBF secara signifikan sebagaimana ditentukan dengan ultrasongrafi Doppler transkranial dan CT xenon. Efek pengurangan ICP terjadi segera setelah infusi dan berlanjut selama lebih dari 200 menit. Peningkatan kecepatan aliran darah berlangsung 175 hingga 450 menit.
   
Cedera otak traumatik. Kebanyakan penelitian pada manusia hanya dilakukan pada pasien-pasien yang mengalami cedera otak traumatik. Walaupun belum ada kesepakatan tentang konsentrasi, dosis, atau durasi pengobatan yang tepat, saline hipertonik telah dilaporkan memiliki efek bermanfaat terhadap ICP yang meningkat pada pasien-pasien setelah cedera otak traumatik. Kebanyakan penelitian yang dilaporkan dibatasi oleh ukuran sampel yang kecil dan penggunaan berbagai konsentrasi saline hipertonik. Penggunaan saline hipertonik pada pasien yang mengalami cedera otak traumatik mendapatkan lebih banyak perhatian, dan penelitian-penelitian yang dirancang dengan baik masih diperlukan.
   
Kondisi-kondisi lain. Peneliti lain telah melaporkan penggunaan saline hipertonik pada pasien-pasien yang mengalami berbagai patologi intrakranial.
   
Gemma dkk melakukan sebuah perbandingan prospektif acak terhadap 2,5 mL/kg mannitol 20% dan saline 7,5% pada pasien-pasien yang mengalami prosedur supratentorial elektif. Mereka menemukan bahwa kedua pengobatan memiliki efek yang tidak jauh beda terhadap tekanan CSF dan terhadap penilaian klinis otak. Akan tetapi, larutan-larutan yang diberikan tidak menggunakan equiosmilar.
   
Dalam sebuah penelitian retrospektif, Qureshi dkk menentukan efek infusi saline/asetat 3% kontinyu terhadap ICP dan pergeseran lateral otak pada pasien yang mengalami edema serebri dan berbagai lesi serebri bersangkutan. Pada peneliti menemukan pengurangan rata-rata ICP dalam 12 jam pertama, yang berkorelasi dengan peningkatan konsentrasi sodium dalam serum, pada pasien-pasien yang mengalami cedera otak traumatik dan edema pasca-operasi, tetapi tidak pada pasien yang mengalami perdarahan intrakranial non-traumatuk atau infarksi serebri. Efek bermanfaat ini tidak terlihat pada interval-interval selanjutnya.
   
Dalam sebuah review retrospektif terhadap 8 pasien yang mengalami hipertensi intrakrania yang tidak mempan terhadap hiperventilasi, mannitol, dan furosemida, Suarez dkk menunjukkan bahwa pemberian bolus larutan garam 23,4% efektif dalam mengurangi ICP dan meningkatkan tekanan perfusi serebri. Efek ini masih ada pada 3 jam setelah pemberian larutan HS.
   
Horn dkk melaporkan pemberian bolus saline 7,5% pada pasien-pasien yang mengalami perdarahan subarachnoid atau cedera otak traumatik dan hipertensi intrakranial yang sukar dipulihkan. Para peneliti menunjukkan peningkatan tekanan perfusi serebri dan penurunan ICP. Penurunan ICP maksimal diamati pada nilai mean 100 menit setelah bolus diberikan.

EFEK-EFEK BERBAHAYA
   
Pemberian saline hipertonik terkait dengan efek-efek berbahaya potensial, seperti dirangkum berikut ini:

Komplikasi intrakranial

Edema rebound bisa terjadi sebagai akibat dari infusi terus menerus
Penggangguan BBB (“osmotic opening”) bisa disebabkan oleh penyusutan sel-sel endotelium dan longgarnya pertemuan-pertemuan ketat yang membentuk BBB, atau karena peningkatan aktivitas pinositotik dan kemungkinan pembukaan saluran-saluran transendotelium.

Kemungkinan kematian neuronal berlebihan telah dipostulasikan setelah infusi kontinyu saline 7,5% pada sebuah model ischemia sementara pada tikus. Ini belum belum dibuktikan.
Perubahan tingkat kesadaran yang terkait dengan hipernatremia. Disamping itu, perubahan intrakranial lainnya telah dilaporkan pada anak-anak yang mengalami hipernatremia fata, termasuk kemacetan kapiler dan vena; perdarahan intraserebri, subdural, dan subarachnoid; dan sinus sagittal dan trombosis vena kortikal dengan infarksi perdarahan. Hipernatremia parah (> 375 mosm/L) telah ditemukan menyebabkan perubahan-perubahan serupa pada model hewa.
Myelinolisis pontin sentral merupakan sebuah sindrom yang lazimnya terkait dengan koreksi hiponatremia yang terlalu cepat. Komplikasi seperti ini belum dilaporkan dalam kaitannya dengan penggunaan saline hipertonik pada manusia.

Komplikasi-komplikasi sistemik

Gagal jantung kongestif bisa ditimbulkan setelah ekspansi volume
Hipotensi sementara kemungkinan terjadi setelah infusi intravena cepat, tetapi diikuti dengan peningkatan tekanan darah dan kontraktilitas kardiak.
Agregasi trombosit berkurang dan waktu prothrombin menjadi lama dan waktu tromboplastin parsial telah dilaporkan dengan infusi saline hipertonik volume besar.
Hipokalemia dan asidosis metabolik hiperkolemik bisa ditemukan pada infusi saline hipertonik yang banyak tetapi bisa dihindari dengan menambahkan potasium dan asetat, masing-masing, ke dalam infusi.
Phlebitis bisa dihindari dengan menginfusi saline hipertonik melalui kateter vena sentral.
Gagal ginjal dilaporkan terjadi dengan kejadian yang meningkat dalam salah satu penelitian.

RINGKASAN
   
Penggunaan larutan-larutan HS telah ditunjukkan mengurangi ICP baik pada model hewan maupun pada penelitian manusia dalam berbagai gangguan yang bersangkutan, bahkan pada kasus yang tidak mempan terhadap pengobatan dengan hiperventilasi dan mannitol. Ada beberapa mekanisme aksi yang mungkin, dan komplikasi-komplikasi penting seperti myelinolisis pontin sentral dan perdarahan intrakranial belum dilaporkan pada penelitian-penelitian manusia. Tipe-tipe saline hipertonik berbeda dengan metode-metode infusi berbeda (bolus dan kontinyu) telah digunakan di masa lalu, dan sejauh ini tidak ada data yang cukup untuk merekomendasikan salah satu konsentrasi yang lebih baik dari konsentrasi yang lainnya. Banyak isu yang tetap harus diselidiki, termasuk mekanisme aksi yang pasti dari saline hipertonik, cara pemberian terbaik dan konsentrasi saline hipertonik yang harus diberikan dan efikasi relatif dari saline hipertonik yang tersedia, khususnya mannitol.

Comments

Popular posts from this blog

Kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis pemfigus vulgaris

Sintesis Kolagen

Hubungan antara Penggunaan DMPA (Depot Medroksiprogesteron) dengan Perdarahan Uterin yang Meningkat pada Wanita yang Memiliki Berat-badan-berlebih dan Gemuk