Posts

Showing posts from April, 2010

Risiko penyakit-penyakit kulit yang terkait dengan arsenik di perkampungan Bangladesh pada tingkat keterpaparan yang relatif rendah: sebuah laporan dari Gonoshasthaya Kendra

Abstrak Tujuan: Konsentrasi arsenik pada 25% sumur tabung di Bangladesh melebihi 50 µg/L, sebuah level yang diketahui berbahaya. Kadar pada sumur-sumur penduduk berbeda-beda. Kami mengumpulkan data tentang tingkat keterpaparan arsenik dan prevalensi penyakit kulit untuk mengatasi kurangnya pengetahuan tentang risiko dimana konsentrasi arsenik rata-rata lebih rendah. Metode: LSM Gonoshasthaya Kendra melakukan tiga penelitian terkait terhadap penyakit-penyakit kulit keratotik sejak 2004: (1) sebuah survei prevalensi ekologik diantara 13.705 wanita yang berusia ≥ 18 tahun pada sebuah sampel acak yang terdiri 53 desa; (2) sebuah studi kasus-kontrol pada 176 kasus dan referent yang disesuaikan dengan usia dan desa; dan (3) survei prevalensi populasi keseluruhan yang terdiri dari 11.670 pada dua desa tambahan. Kami menghitung prevalensi sebagai sebuah fungsi konsentrasi arsenik rata-rata sebgaimana dilaporkan dalam Survei Hidrokimia Nasional, dan mengukur konsentrasi arsenik pada sumur-s

Pengaruh jenis-jenis pupuk nitrogen terhadap penyerapan arsenik oleh tanaman padi

Abstrak Sebuah eksperimen dilakukan untuk meneliti efek jenis-jenis pupuk N terhadap penyerapan As oleh tanaman padi. Jika dibandingkan dengan sebuah kontrol yang tidak diberi perlakuan, penambahan konsentrasi Fe(II) tereduksi nitrat dalam larutan tanah, meskipun perlakuan dengan amonium meningkatkan reduksi Fe(III), kemungkinan bisa digabungkan dengan oksidasi NH4+ dalam zona non-rhizosfer. Enumerasi MPN (most-probable-number) menunjukkan kepadatan mikroorganisme pengoksidasi Fe(II) dependen nitrat yang tinggi. Penambahan nitrat mengurangi pembentukan plak Fe pada permukaan akar, yang dicapai dengan konsentrasi Fe(II) yang lebih encer pada larutan tanah rhizosfer dibanding dengan kontrol yang tidak dikembangkan. Penambahan nitrat juga mengurangi penyerapan As oleh tanaman padi. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa nitrat bisa menghambat reduksi Fe(III) dan/atau menstimulasi oksidasi Fe(II) yang dependen-nitrat, sehingga mengarah pada presepitasi As bersama dengan mineral-mineral Fe(III

Hubungan Gen TAP dan HLA-DM dengan Psoriasis pada Penduduk Korea

Abstrak Untuk meneliti kemungkinan terlibatnya gen-gen pengolah antigen (antigen-processing genes) dalam patogenesis psoriasis, kami menganalisis polimorfisme gen TAP1, TAP2, LMP2, LMP7, DMA, dan DMB pada 98 pasien psoriasis berkebangsaan Korea dan membandingkannya dengan 184 kontrol yang sehat. Frekuensi TAP2*B/B [risiko relatif (RR) = 3,6, p < 0,0002] dan TAP2*B (RR = 1,7, p < 0,05) meningkat signifikan, tetapi TAP1*B (RR = 0,3, p < 0,002) dan TAP2*A (RR = 0,6, p<0,03) berkurang signifikan, pada pasien yang dibandingkan dengan kontrol. Kami melakukan analisis lebih lanjut terhadap polimorfisme nukleotida tunggal TAP1 dan TAP2 dan menemukan perbedaan signifikan antara pasien dan kontrol dalam hal polimorfisme nukleotida tunggal TAP1 di posisi 637 dan pada TAP2 di posisi 665. Pada gen HLA-DM, DMA*0102 (RR = 2,5, p<0,0003) meningkat signifikan, tetapi DMA*0101/0101 (RR=0,4, p<0,0004) dan DMB*0103/0103 (RR = 0,3, p<0,005) berkurang signifikan pada pasien dibanding

Kasus mysetoma yang berhasil diobati dengan itraconazol dan ko-trimoksazol

Ringkasan Seorang wanita 29 tahun dengan banyak nodul yang membesar dan sinus-sinus berair pada kaki kanannya disajikan dalam penelitian ini. Salah satu nodul pada telapak kakinya dieksisi 15 tahun yang lalu dan sejak itu dia kembali mengalami sinus yang membesar dan berair yang dapat sedikit diredakan dengan antibiotik. Pemeriksaan MRI menunjukkan adanya massa dengan intensitas sinyal rendah pada citra T2W. Dalam granulomata, dideteksi berbagai fokus tidak-terang, dengan sinyal T1W dan T2W rendah yang kemungkinan besar mewakili bola-bola atau butiran-butiran jamur. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan kelompok-kelompok mikroorganisme yang menyerupai hifa jamur dan bakteri, yang dikelilingi oleh sel-sel infiltrat inflammatory bercampur dan distaining positif dengan PAS dan stain methenamin perak Gomori. Karena sedikit perubahan yang ditimbulkan oleh pengobatan itrakonazol selama 4 bulan (200 mg per hari), maka ko-trimoksazol (160 TMP/800 SMX 2x1) ditambahkan ke dalam resim pengobata

Herpes Genital

Infeksi virus herpes simpleks (HSV) genital merupakan sebuah penyakit yang memiliki imbas kesehatan masyarakat utama, dengan prevalensi yang meningkat signifikan di seluruh dunia selama empat dekade terakhir. Tingkat morbiditas penyakit, tingkat rekurensinya yang tinggi, komplikasinya seperti meningiotis aseptik dan penularan neonatal, telah menjadikan penyakit ini mendapatkan perhatian besar bagi pasien dan penyedia perawatan kesehatan. Berbagai interaksi antara HSV dan HIV, keduainya pada tingkat epidemiologis dan klinis, lebih jauh menunjukkan pentingnya infeksi ini.

Obat-Obat Antiviral pada Host Imunkompeten

Bagian I. Pengobatan Hepatitis, Sitomegalobirus, dan Infeksi Herpes Sejak ditemukannya amantadin pada tahun 1966, agen-agen lain yang dirancang untuk melawan berbagai infeksi virus telah diproduksi. Bagian I dari dua artikel ini berfokus pada agen-agen yang digunakan untuk menangani hepatitis, sitomegalovirus, dan infeksi-infeksi herpes. Pada pasien dengan hepatitis B kronis, inferferon-alfa-2b atau lamivudin merupakan pengobatan yang dipilih. Interferon pegylated alfa-2a atau -2b, bersama dengan ribavirin, merupakan pengobatan standar untuk pasien-pasien dengan hepatitis C kronis. Walaupun pengobatan infeksi-infeksi sitomegalovirus pada umumnya bersifat suportif, namun telah ada beberapa laporan tentang pasien-pasien sakit parah yang membaik setelah mendapatkan gansiklovir atau foscarnet. Agen-agen antiviral oral untuk infeksi virus herpes simpleks primer dan rekuren telah terbukti mengurangi durasi leis. Pengobatan infeksi herpes zoster dengan obat-obat antiviral mengurangi perjala

Virus Herpes Simpleks

Virus-virus herpes termasuk ke dalam genus virus DNA. Α-herpesvirus terdiri dari herpes simpleks-1 (HSV-1), herpes simpleks-2 (HSV-2), dan virus zoster varicella yang telah dikenal. Β-herpesvirus diwakili oleh sitomegalovirus. Γ-herpesvirus mencakup virus Epstein-Barr dan HSV-6 (eksantema subitum). Virus herpes secara karakteristik memiliki sebuah amplop lipid, sebuah kapsik icosahedral, dan sebuah inti protein dari DNA berantai ganda.     Studi-studi serologis pada populasi-populasi besar menandakan bahwa kebanyakan orang dewasa di perkotaan menunjukkan bukti infeksi sebelumnya dengan herpesvirus. Dari orang-orang dewasa yang diteliti, 90-95% telah mengalami infeksi HSV-1 (Rawls, 1985). Pada otopsi-otopsi acak orang-orang dewasa perkotaan, 65% ganglia trigeminal yang diperiksa mengandung HSV-1. Sampai 95% dari populasi perkotaan yang diambil sampelnya memiliki penanda serologik untuk virus zoster varicella. Studi-studi serologik menguatkan bahwa infeksi-infeksi Epstein-Barr telah di

Metode-Metode Pengujian Konvensional: Difusi Cawan

Karena semakin banyak agen antimikroba yang ditemukan untuk mengobati infeksi bakteri, kekurangan-kekurangan metode pengenceran kaldu-makro (macrobroth) semakin menjadi jelas. Sebelum teknologi pengenceran-mikro (micodillution) tersedia, metode yang lebih praktis dan lebih mudah untuk pengujian berbagai agen antimikroba terhadap turunan-turunan bakteri diperlukan. Diluar kebutuhan ini, uji difusi cawan dikembangkan, yang dilahirkan oleh penelitian Bauer, Kirby, Sherris, dan Turck pada tahun 1966. Mereka membakukan dan mengkorelasikan penggunaan cawan kertas saring yang dibubuhi antibiotik (yakni cawan antibiotik) dengan MIC yang menggunakan banyak turunan bakteri. Dengan menggunakan uji kerentanan difusi cawan, resistensi antimikroba dideteksi dengan menguji isolat-isolat bakteri menggunakan cawan-cawan antibiotik yang ditempatkan pada permukaan plat agar yang telah ditanami dengan bakteri.

Studi in vitro tentang efek pemutihan gigi dari dua permen karet obat yang dibandingkan dengan sebuah permen karet pemutih dan saliva

Abstrak Latar belakang: Perubahan warna gigi secara alami bisa disebabkan oleh penumpukan berbagai pigmen di dalam atau di atas permukaan gigi, yang sebagian besar berasal dari makanan atau dari rokok (tembakau). Baru-baru ini, studi-studi klinis telah menunjukkan efikasi beberapa permen karet dalam menghilangkan noda warna gigi ekstrinsik. Tujuan dari penelitian kali ini adalah untuk menilai efektifitas dari dua permen karet berbahan-aktif nikotin (A dan B) terhadap penghilangan noda pada sebuah eksperimen in vitro, ketika dibandingkan dengan sebuah permen karet pemutih biasa (C) dan saliva manusia (D). Metode: Gigi insisor dari hewan bovin dinodai dengan perlakuan silih berganti antara keterpaparan udara dan pencelupan dalam sebuah kaldu yang mengandung pigmen-pigmen alami seperti kopi, teh, dan mikroorganisme mulut selama 10 hari. Sampel-sampel email gigi yang dinodai dipaparkan terhadap saliva saja atau terhadap permen karet uji dibawah kondisi-kondisi yang menstimulasi penguny

Pembahasan tentang Pemfigoid bulosa

Gambaran klinis     Pemfigoid bulosa bukan merupakan sebuah satuan penyakit tunggal. Justru ada banyak sub jenis, yang telah dikelompokkan sebagai varian kutaneous primer dan varian mukosal serta bentuk menyeluruh dan bentuk terlokalisasi. Pemfigoid kutaneous menyeluruh     Pemfigoid bulosa (BP) merupakan dermatosis bulosa autoimun yang paling sering ditemui dengan kejadian tahunan 6,6 kasus per satu juta penduduk. Setiap kategori usia bisa terkena, tetapi varian pemfigoid menyeluruh menunjukkan adanya kecenderungan menimpa di masa-masa tua, dengan menunjukkan kejadian maksimum pada usia 70an ke atas. Akan tetapi, anak-anak bahkan bayi juga bisa terkena. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan tidak memiliki kecenderungan ras. Tidak ada hubungan antigen leukosit manusia (HLA) yang signifikan dan kejadian pada laki-laki dan perempuan tidak berbeda jauh.

Pembahasan tentang Lipid

Lipid, yang merupakan makronutrien penghasil energi kedua, terus mengalami perkembangan. Walaupun kita biasa mendengar tentang bahaya diet berlemak tinggi dan risiko penyakit jantung, tetapi kita juga membaca tentang manfaat kesehatan dari diet Mediterania yang cukup tinggi kandungan lemaknya. Sebuah survei konsumen terbaru menyelidiki alasan-alasan mengapa masyarakat umum sangat menyukai hamburger-hamburger siap saji dan survei ini menemukan jawaban antara lain “Memiliki rasa yang tidak ada duanya,” “Cukup hangat dan menggoda,” dan “Tepat mengobati rasa lapar.” Sebagian besar dari opini ini disebabkan oleh lemak. Lemak menambahkan cita rasa dan sensasi dalam mulut yang nikmat bagi makanan kita dan berkontribusi bagi “perasaan puas kita”. Lemak sendiri adalah sebuah gizi yang esensial.

FOTOIMUNOLOGI

Kanker kulit sebagian besar disebabkan oleh kerusakan langsung pada DNA, yang mengarah pada mutasi gen tertentu. Akan tetapi, untuk terjadinya kanker kulit yang nampak secara klinis, mekanisme terinduksi-UVB kedua diperlukan, yakni penekanan sistem kekebalan (imunosupresi) yang ditimbulkan UVB. Hubungan antara keterpaparan sinar matahari dan kanker kulit pertama kali diketahui di awal abad yang lalu ketika para dokter mengamati tumor-tumor kulit yang tumbuh cenderung pada tepat-tempat yang telah terpapar sinar matahari secara ekstensif. Ini selanjutnya ditindaklanjuti pada 1970an dengan sebuah penelitian oleh Kripke, yang menemukan hubungan antara imunosupresi dan fotokarsinogenesis. Pada serangkaian eksperimen, dia menunjukkan bahwa tumor-tumor yang ditimbulkan UV, yang telah ditransplantasi di atas mencit penerima syngeneik, tertolak jika mencit penerima tidak terpapar terhadap UVB. Hasil ini menunjukkan bahwa tumor yang ditimbulkan UV memiliki fenotip antigenik yang tinggi dan bisa

Penyakit Ginjal Kronis dan Risiko Kematian, Kejadian Kardiovaskular, dan Perawatan Rumah Sakit

Abstrak Latar belakangan Penyakit ginjal stadium akhir telah diketahui sangat meningkatkan risiko kematian, risiko penyakit kardiovaskular, dan risiko penggunaan perawatan kesehatan khusus, tetapi efek disfungsi ginjal yang kurang parah terhadap risiko-risiko ini masih belum diteliti dengan baik. Metode Kami memperkirakan laju filtrasi glomerular (GFR) longitudinal pada 1.120.295 subjek dewasa dalam sebuah sistem penyaluran perawatan kesehatan terpadu dimana kadar kreatinin serum subjek-subjek ini telah diukur antara tahun 1996 sampai 2000 dan subjek-subjek ini belum mengalami dialisis atau transplantasi ginjal. Kami meneliti hubungan multivariabel antara GFR terduga dengan risiko kematian, kejadian vaskular, dan perawatan rumah sakit. Hasil Lama follow-up adalah rata-rata 2,84 tahun, usia rata-rata adalah 52 tahun, dan 55 persen dari kelompok subjek adalah wanita. Setelah dilakukan penyesuaian, risiko kematian meningkat pada saat GFR berkurang dibawah 60 mL per menit per 1,73

Terapi kalsipotriol topikal pada psoriasis kuku: Sebuah studi terhadap 24 kasus

Abstrak Ada beberapa laporan tentang pengobatan psoriasis kuku dengan kalsipotriol topikal. Disini kami melakukan sebuah studi kasus untuk mengevaluasi efikasi dan keamann salep kalsipotriol (50 ug/g) dalam pengobatan psoriasis kuku pada 24 pasien. Penelitian ini melibatkan 19 wanita dan 5 pria yang mengalami psoriasis kuku yang dirujuk ke klinik Dermatologi rumah sakit Razi. Lama studi ini adalah mulai dari Oktober 2002 sampai September 2004. Izin didapatkan dari semua pasien sebelum berpartisipasi dalam penelitian. Pasien mengaplikasikan salep kalsipotriol ke kuku yang terkena dua kali sehari tanpa terkena air selama 3 bulan. Pasien diamati oleh dua ahli dermatologi akademik pada kunjungan pertama, setelah 2 pekan, dan kemudian setiap bulan. Efikasi dan keamanan dinilai secara klinis dan setiap efek samping dicatat. Pasien yang menunjukkan 50 persen atau lebih pengurangan ketebalan subungual (diukur dari kunjungan pertama) pada sekurang-kurangnya satu kuku dianggap merespon terhada

Hubungan antara peningkatan sistem CD40 dan restenosis pada pasien setelah intervensi koroner perkutaneous

Abstrak Tujuan: Untuk menyelidiki apakah sistem CD40–ligan CD40 yang meningkat terkait dengan restenosis pada pasien-pasien setelah intervensi koroner perkutaneous (PCI). Metode: Sebanyak 20 kontrol normal dan 120 pasien dengan PCI diselidiki. Ekspresi CD40 dan ligan CD40 (CD40L) pada trombosit (platelet) dianalisis dengan teknik sitometri alir imunofluoresensi tidak langsung. Kadar CD40L terlarutkan (sCD40L) dan protein C-reaktif (CRP) dalam serum ditentukan dengan teknik ELISA. Restenosis ditemukan pada 120 pasien dalam waktu 6 bulan follow-up setelah bedah PCI. Hasil: Restenosis terjadi pada 29 pasien (24,2%). Pasien yang mengalami restenosis menunjukkan kadar kompleks CD40-CD40L yang lebih tinggi dibanding pasien non-restenosis sebelum PCI dilakukan. Semua pasien restenosis menunjukkan peningkatan ekspresi CD40 dan CD40L pada trombosit serta sCD40L jika dibandingkan dengan pasien non-restenosis dan kontrol selama periode follow-up 6 bulan (P<0,01). sCD40L dan CD40L yang mening

Protein C-Reaktif: Sebuah tes sederhana untuk membantu memprediksikan risiko serangan jantung dan stroke

Dari 1,5 juta serangan jantung dan 600.000 stroke yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, hampir setengahnya akan mengenai pria dan wanita sehat dengan kadar kolesterol yang normal atau bahkan rendah. Usia lanjut, merokok, diabetes, dan tekanan darah tinggi semuanya berkontribusi bagi risiko serangan jantung. Akan tetapi, anda mungkin memiliki anggota keluarga atau teman yang menderita serangan jantung meskipun hanya sedikit memiliki faktor-faktor risiko yang lazim ini atau bahkan tidak ada risiko semacam ini.     Dalam upaya untuk menentukan risiko serangan jantung secara lebih baik dan mencegah kejadian-kejadian klinis, banyak dokter telah mulai menjadikan pengukuran protein C-reaktif (CRP) sebagai sebuah bagian rutin dari penilaian risiko global. Pendekatan yang sederhana dan murah ini untuk pemeriksaan penyakit jantung baru-baru ini telah dibolehkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit dan oleh Asosiasi Jantung Amerika. Jika diukur dengan uji CRP “sensitifitas ti

STUDI KLINIS DENGAN UJI BERSIHAN UREA

Sifat-sifat uji bersihan urea     Ambard dan Weill adalah orang pertama yang mencoba mengaitkan ekskresi dan kandungan urea darah secara kuantitatif. Persamaan yang mereka buat memberikan hasil yang cukup akurat untuk laju eksresi yang rendah (kurang dari 2 c.c. urin per menit) tetapi ketika output urin meningkat di atas batas ini maka perbedaan antara nilai yang dihitung dengan nilai sebenarnya dari ekskresi urea juga meningkat. Addis dan peneliti lain menunjukkan bahwa apabila volume urin yang diekskresikan cukup besar maka laju eksreksi urea berbanding terbalik dengan kandungan urea darah. Van Slyke dkk. selanjutnya menemukan bahwa rasio langsung antara kandungan urea darah dan laju ekskresi urea hanya terjadi jika volume urin di atas batas 2 c.c. per menit (pada dewasa). Batas ini mereka sebut sebagai “batas augmentasi”. Apabila volume urin turun di bawah kadar ini maka laju eksresi urea rata-rata sebanding dengan akar pangkat dua dari volume urin. Berdasarkan penelitian ini dan

Ligan CD40 Terlarutkan Pada Sindrom-Sindrom Koroner Akut

Abstrak Latar belakang. Ligan CD40 diekspresikan pada trombosit-trombosit dan dilepaskan dari trombosit-trombosit ini pada saat aktivasi. Kami meneliti kemungkinan penggunaan ligan CD40 terlarutkan sebagai penanda (marker) hasil klinis dan efek terapeutik dari inhibisi reseptor glikoprotein IIb/IIIa pada pasien yang mengalami sindrom-sindrom koroner akut. Metode: Kadar ligan CD40 terlarutkan dalam serum diukur pada 1088 pasien yang mengalami sindrom koroner akut yang sebelumnya telah terdaftar dalam sebuah trial acak yang membandingkan absiksimab dengan plasebo sebelum angioplasti koroner dan pada 626 pasien yang mengalami nyeri dada akut. Hasil. Kadar ligan CD40 terlarutkan meningkat (di atas 5.0 ug per liter) pada 211 pasien yang mengalami sindrom koroner akut (40,6 persen). Diantara pasien yang mendapatkan plasebo, ligan CD40 terlarutkan yang meningkat menandakan risiko kematian atau infarksi myokardial non-fatal yang meningkat signifikan selama enam bulan follow-up (hazard ra

Penggunaan Sunscreen pada Fotodermatosis

Fotodermatosis adalah sekelompok kondisi dan penyakit yang terkait dengan kesensitifan atau reaksi abnormal terhadap radiasi non-pengion. Kelompok penyakit ini tidak mencakup reaksi-reaksi normal terhadap radiasi yang terjadi pada populasi umum seperti lecur surya (sunburn) dan karsinogenisitas. Fotodermatosis biasanya dikelompokkan menjadi empat kategori utama, yaitu: (1) idiopatik, (2) fotokimia eksogen, (3) genetik dan metabolik, dan (4) fotoagravasi (diperburuk cahaya) (Tabel 1). Walaupun kebanyakan kondisi ini relatif tidak umum, terkecuali erupsi akibat cahaya polimorf (PMLE), kebanyakan terkadang ditemukan di ruang praktek kebanyakan ahli dermatologi.

Karakterisasi in situ limfosit T dan B pada karsinoma sel basal di daerah kepala dan leher

Abstrak Sebanyak 20 kasus karsinoma sel basal (BCC) pada daerah kepala dan leher diperiksa secara imunohistokimia untuk mendeteksi limfost T dan B. Hasilnya menunjukkan bahwa infiltrat limfosit padat di sekitar sel-sel neoplastis BCC sebagian besar terdiri dari limfosit T. Infiltrat limfosit sebagian menunjukkan pola folikel limfosit kecil disertai sel-sel T yang terletak di daerah perifer dan sel-sel B di daerah sentral. Dominasi limfosit T pada BCC menunjukkan adanya respons imun berperantara sel lokal. Akan tetapi, keberadaan limfosit B menandakan kemungkinan reaksi imun humoral. Sel-sel T bisa bertanggungjawab untuk meregulasi proliferasi, sehingga juga pertumbuhan, dari sel-sel epitelium ganas pada BCC.

Polifenol Teh Hijau Mencegah Kerusakan Oksidatif Imbas Sinar Ultraviolet dan Ekspresi Metaloproteinase Matriks pada Kulit Mencit

Abstrak Keterpaparan kulit manusia secara terus menerus terhadap sinar ultraviolet (UV) matahari menghasilkan fotoaging (penuaan kulit akibat sinar matahari). Kerusakan oksidatif imbas UV dan induksi metaloproteinase matriks (MMP) telah diketahui terlibat dalam proses ini. Karena polifenol dari teh hijau (GTP) mencegah efek-efek kulit berbahaya lainnya dari radiasi UV maka kami berhipotesis bahwa kerusakan oksidatif imbas UV dan induksi MMP bisa dicegah secara in vivo pada kulit mencit dengan pemberian GTP (polifenol teh hijau) lewat mulut. GTP diberikan dalam air minum (0,2%, berat/vol) kepada mencit tidak berambut SKH-1, yang kemudian dipaparkan terhadap berbagai dosis sinar UVB (90 mJ per cm2, selama 2 bulan selang-seling setiap hari) dengan mengikuti protokol hewan fotoaging secara in vivo. Pengobatan dengan GTP menghasilkan inhibisi oksidasi protein imbas UVB secara in vivo pada kulit mencit, sebuah penanda fotoaging, ketika dianalisis secara biokimia, dengan metode imunoblottin